Mohon tunggu...
Mahardhika Cipta Raharja
Mahardhika Cipta Raharja Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tertarik pada bidang marketing, personal branding, dan dunia digital, khususnya internet. Selain itu, masih terus belajar pula untuk mendalami yang namanya dunia riset, baik social research, business & management research, maupun analisis statistiknya.\r\n\r\nVisit our personal site at http://mcraharja.id

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perbatasan, Oh Perbatasan

22 Desember 2011   07:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu saya bersama rekan-rekan di tempat magang mendapat kesempatan untuk mengikuti sebuah seminar laporan hasil penelitian dari salah satu tim peneliti di dimana kami magang kerja. Topik penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti tersebut mengambil tema tentang eksistensi keberadaan rupiah di wilayah perbatasan NKRI. Topik ini menurut saya cukup menarik, sebab dari pemaparan yang dilakukan telah mampu sedikit membuka wawasan baru perihal bagaimana permasalahan-permasalahan yang ada di daerah perbatasan wilayah Indonesia, terutama yang langsung bersebelahan dengan negara lain. Studi kasus yang dilakukan dalam penelitian tersebut mengambil sampel penelitian di dua lokasi berbeda, yaitu di Provinsi Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara TImur, dimana kedua provinsi tersebut masing-masing berbatasan langsung dengan negara Filipina dan Timor Leste.

Berdasarkan hasil penelitian, cukup memprihatinkan keberadaan rupiah di sana. Keprihatinan pertama yang saya rasakan adalah perihal keberadaan rupiah itu sendiri. Ternyata di sana untuk mendapatkan uang pecahan rupiah yang masih layak pakai sangatlah susah. Banyak sekali uang rupiah yang beredar yang sebenarnya sudah tidak layak edar dan sudah seharusnya dihancurkan untuk diganti dengan yang baru. Mulai dari bentuk fisik dari uang yang kusut, sampai pada pudarnya warna dan tulisan serta gambar yang tertera pada uang tersebut. Gambaran itulah adalah contoh keadaan yang ada di sana. Sungguh memprihatinkan memang. Analisa dari keadaan ini adalah karena keberadaan lokasi dari sampel penelitian ini yang memang mengambil pada daerah perbatasan berupa kepulauan kecil yang harus ditempuh berhari-hari menggunakan kapal dari pusat kota provinsi yang bersangkutan. Jadi hal ini menjadi sebuah kendala serta tantangan tersendiri dari bank sentral RI untuk menjaga ketersediaan mata uang rupiah yang layak digunakan yang harus segera dicari jalan keluar/solusinya.

Kemudian, keprihatian kedua adalah masalah sikap cinta produk Indonesia dan distribusi barang. Ternyata ada daerah perbatasan yang karena keadaan tertentu maka mereka harus menggunakan mata uang negara lain yang bersebelahan dengan wilayah Indonesia tersebut. Jadi, di sana ada transaksi ekonomi dengan menggunakan dua mata uang yang berbeda, yaitu rupiah itu sendiri dan yang kedua adalah mata uang negara tetangga dari Indonesia yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena bukan masalah keberadaan mata uang rupiah yang sulit diperoleh seperti pada pembahasan sebelumnya, namun hal ini lebih disebabkan karena distribusi barang yang tidak merata. Intinya bahwa distribusi barang-barang tertentu sulit untuk diperoleh di daerah perbatasan tersebut. Justru barang-barang yang langka tersebut mudah diperoleh di negara tetangga yang berbatasan dengan Indonesia. Jadi mau bagaimana lagi, ketika mereka membutuhkannya maka tidak ada pilihan lain selain harus membeli barang tersebut dengan menggunakan mata uang asing. Entah ini karena masalah distribusi yang belum merata atau karena sikap cinta produk sendiri yang masih rendah. Dalam pemaparan tersebut saya tidak menangkap perihal permasalahan yang ada tersebut.

Dua gambaran dari hasil penelitian tersebut rasanya cukup membuka mata kita bagaimana perjuangan kawan-kawan kita yang berada di perbatasan. Sementara kita tahu tidak hanya masalah dari sisi mata uang saja yang mereka alami. Kita dapat meneropong keberadaan mereka dari berbagai media yang saya rasa juga sudah sering memuat bagaimana keberadaan perbatasan. Mulai dari sisi infrastruktur seperti listrik yang masih menjadi barang mewah, sehingga untuk malam hari hanya api obor atau sejenisnya yang dapat mereka gunakan untuk membantu aktivitas di sana. Kemudian, dari sisi pendidikan pun tidak jauh beda, fasilitas belajar dan tenaga pengajar yang serba minim. Belum lagi melihat perjuangan anak-anak bangsa yang harus menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk menggapai apa yang namannya pendidikan.

Lalu apa yang dapat kita lakukan melihat ini semua? Jika hanya menunggu kebijakan yang dirasa bijak dari pemerintah saya rasa tidak bisa menjadi andalan. Sebab kita tidak tahu kapan hal tersebut akan terlaksana. Apa kita tidak takut dengan masalah “keusilan” dari negara tetangga kita yang sepertinya perlu untuk dirangkul lebih ramah lagi. Kita pasti ingat berita beberapa waktu lalu perihal masalah patok perbatasan yang bergeser goyang kanan atau goyang kiri. Lebih jauh lagi perihal pencaplokan pulau yang dimakan oleh negara tetangga yang menginginkan wilayahnya lebih luas lagi. Bagaimana? Takut kah?

Berbicara jalan keluar, sebenarnya solusinya adalah bagaimana membuat mereka (baca: orang-orang perbatasan) merasa penting menjadi bagian dari Indonesia ini. Sebab ketika mereka merasa penting pasti mereka mau berjuang. Jalan nyata untuk membuat penting adalah dengan menyapa mereka. Menyapa untuk berbagi dan saling membantu. Kemudian, kembali lagi ke bagian awal paragraf ini, apa yang dapat kita lakukan? Ya jawabannya adalah lakukan apa yang kita bisa. Lebih khusus lagi lakukan apa yang dalam jangkauan bidang kita. Bagi yang bisa langsung turun ke lapangan silahkan saja. Bagi yang padat modal pasti mudah merealisasikan niat tersebut. Lalu bagaimana dengan yang tidak? Yakinlah, pasti ada sarana menuju ke sana. Saya kira ada beberapa organisasi yang memang khusus berjuang untuk kawan-kawan kita yang memiliki keterbatasan akses, seperti daerah perbatasan. Usaha yang saya rasa manjur adalah dengan membekali dengan pendidikan. Karena ketika mereka terdidik maka pikiran akan lebih terbuka lagi, khususnya terbuka untuk berjuang bertahan sebagai bagian dari NKRI. Ketika pendidikan telah ditransformasi, barulah perlu disokong dengan yang namanya materi. Namun, bagi yang hanya bisa menulis dan memotivasi ya silahkan buat sebuah tulisan atau motivasilah orang disekitar kita untuk memperjuangkan saudara kita di sana (seperti penulis blog ini :D ). Atau paling tidak dengan membaca tulisan ini kawan-kawan tahu dan mau tergerak jiwanya untuk melakukan lebih demi bangsa ini di lingkungan kita. Atau yang paling sederhana lagi, bahwa dengan membaca tulisan ini kawan-kawan jadi bersyukur dengan keadaan yang masuk kategori cukup ini. Tetapi, apa hanya cukup dengan bersyukur? Tidak kah malu? :D Mari tunjukkan rasa syukur itu dengan sebuah gerakan kawan! Selamat berjuang!

Semoga dapat menginspirasi, so apa pendapat Anda kawan?

Sumber gambar: cdn4.wn.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun