MENAPAKKAN KAKI DI YOGYAKARTA
     "Yogya adalah kota pelajar, keindahan destinasi dengan serba harga yang murah-meriah menjadikan Yogyakarta sebagai kota yang diminati oleh para maniak berwisata." Begitulah kenyataannya. Saya akan menceritakan perjalanan saya yang mendatangi 2 tempat wisata menarik di Yogyakarta.
     Tepat ditanggal 9 Juli 2023, tempat wisata pertama yang saya datangi, yaitu alun-alun kidul Yogyakarta yang penuh dengan para pedagang kaki lima. Tak terhitung berapa banyak makanan, minuman hingga mainan yang dijual di Alun-alun kidul. Minuman yang berhasil membuat saya tertarik adalah jus kocok durian, saya sangat merekomendasikan minuman dengan rasa durian yang sangat kental itu tak hanya sekadar rasa, melainkan ada sari-sari durian di dalamnya. Sembari saya menikmati minuman durian itu, saya bersama sepupu saya mencoba menaiki salah satu odong-odong mobil yang penuh lampu warna-warni. Tarif satu odong-odongnya, yaitu Rp. 50.000, tapi dengan segala negosiasi dan penggunaan bahasa Jawa oleh sepupu saya, tarif turun menjadi Rp. 30.000.
     Mengelilingi putaran alun-alun dengan odong-odong mobil sangatlah menyenangkan, ada satu yang menjadi pusat perhatian saya, yaitu pada tengah lapangan besar, ada dua buah pohon yang begitu besar, beberapa orang mencoba berjalan ke arah pohon itu dengan mata yang tertutup. Dan ternyata, penutup mata yang digunakan para wisatawan itu disewakan dengan tarif harga Rp. 15.000. Bisik-bisiknya, jika dengan mata tertutup dapat jalan lurus di pertengahan 2 pohon besar itu akan dianggap suci dan permohonannya dapat dikabulkan. Selama di alun-alun kidul Yogyakarya, saya menikmati berbagai jajanan serta pejalan kaki yang lalu-lalang. Setelah mengenyangkan isi perut, saya dan sepupu berencana pergi ke Malioboro yang jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 15-20 menit menggunakan becak motor. Biasanya becak akan menggunakan gowesan di belakangnya, namun di alun-alun kidul Yogyakarta ini saya baru melihat becak dengan motor di belakangnya. Hingga waktu 15-20 menit sangatlah cukup untuk sampai ke Malioboro. Tarif becak motor sekitar Rp. 25.000. Saya dan sepupu saya turun di depan Pos Indonesia tepat pada pukul 20.15 WIB dan mengharuskan menyebrang.
     Saya dan sepupu saya tidak tahu menahu tempat di Malioboro ini, terlebih pusat nama jalan Malioboro, hingga saya membutuhkan google maps yang ternyata hanya memerlukan jalan lurus saja. Disepanjang perjalanan banyak sekali pejalan kaki mulai dari orang lokal sampai turis. Berbagai delman di pinggir jalan ramai sekali, bus kota yang masih terlihat sangat jadul, penjual gelang murah-meriah yang akhirnya menarik keinginan saya untuk membeli.
     Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan destinasi Malioboro, sebuah tempat penuh lampu dan pejalan kaki yang menikmati keindahan sekitar. Para pedagang, pengamen, turis, dalam serta bus kota menjadikan hal yang paling saya suka, terlebih pada nama-nama jalan yang sangat khas itu dijadikan sebuah spot berfoto para wisatawan. Ketika jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, para pengendara sudah jarang lewat bahkan hampir tidak terlihat lagi, disitulah hal yang paling saya sukai ketika ke Malioboro, suasana yang tenang oleh pejalan kaki, sambil mendengarkan alunan lagu 'Suasana di Jogja -- Adhitya Sofyan' membuat rasa nyaman di Yogyakarta semakin terkenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H