Mohon tunggu...
Dhifaaf AinunJuwairiyah
Dhifaaf AinunJuwairiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Mencari inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bersuara namun Tidak Terdengar

12 Agustus 2022   06:43 Diperbarui: 12 Agustus 2022   06:48 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bersuara dan berpendapat adalah hak setiap warga negara tanpa terkecuali, tidak ada batasan harus yang berpangkat ini atau berjabatan itu. Membungkam suara sama saja merenggut hak pribadi dan hak asasi setiap manusia. Mirisnya, tak semua orang paham akan hal ini bahkan para petinggi negara pun acap kali melakukan hal keji seperti ini.

Terlihat biasa, namun jika diteliti dengan seksama maka akan terlihat seberapa kuat dan besarnya akar dari hal tersebut. Satu suara yang dikeluarkan bernilai berjuta-juta peluang besar bagi kemajuan bangsa dan negara ini, namun seringkali ditepis dan dibuang begitu saja.

Transparasi kepentingan publik sangat perlu diperhatikan, bukan dipendam diam-diam kemudian disebarkan begitu saja tanpa rakyat tahu asal usulnya darimana. Satu suara dikeluarkan, dua suara mempertanyakan, tiga suara terus menggali, kemudian dikatakan bahwa semua suara tersebut mengganggu dan hanya memperkeruh suasana.

Rakyat yang tidak dapat lagi mengeluarkan suaranya sekarang hanya bergantung kepada wakilnya. Namun, bagaimana jika wakilnya saja ciut dengan sang pembungkam? Mau kemana lagi rakyat mengadu?

“Jadi kita jangan jadi bangsa yang nyinyir gitu ya.” Ucap Menko Marves RI pada 9 Juni 2022.

Darimana hal yang membangun bangsa dapat dikatakan sebagai suatu nyinyiran? Memiliki warga yang aktif berpendapat dan mengeluarkan suara memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaksana, namun itu juga menjadi batu lonjakan bagi pelaksana untuk menentukan langkah awal membuat negara menjadi satu demi satu langkah lebih baik.

Menjadi seorang petinggi negara bukanlah suatu hal yang mudah. Namun, apakah dengan menerima kritik kebijakan publik melalui jaringan pribadi saja merupakan hal yang wajar? Tentu tidak. Rakyat pun berhak tahu apa yang terjadi dibalik suatu kebijakan yang telah dibuat dan disepakati bersama.

Salah satu hak rakyat adalah menyampaikan aspirasi yang kemudian didengar oleh para wakil rakyat dan disampaikan kepada para eksekutif. Hal tersebut merupakan bentuk pengawasan DPR terhadap kinerja eksekutif, sehingga tidak ada istilahnya jika berbicara merupakan suatu hal yang over react atau memberatkan satu pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun