ARTIKEL KASUS PELANGGARAN UUD KETENAGA KERJAAN (ROHIMA)
DIA RAMADANI
Absrak
Pelecehan verbal merupakan suatu bentuk kekerasan yang dilakukan melalui kata-kata dan komunikasi yang intens yang dapat menimbulkan dampak yang mendalam dan berkepanjangan bagi korbannya. Penyebab kekerasan verbal sering kali terkait dengan ketidakmampuan pelaku dalam mengelola emosi, ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan, dan pola komunikasi tidak sehat yang sudah berlangsung lama. Pelaku sering kali menggunakan kata-kata untuk mengendalikan atau mendominasi orang lain, sehingga menciptakan suasana ketakutan dan penyusupan dalam diri korbannya. Dampak pelecehan verbal sangat luas, yang mengakibatkan perasaan rendah diri, tidak berharga, dan hilangnya kepercayaan diri pada korban. Selain itu, banyak korban menderita gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD), yang memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Stres kronis akibat pelecehan verbal juga dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, meningkatkan risiko penyakit jantung, gangguan tidur, dan masalah kesehatan lainnya. Akar Penyebab Kekerasan Verbal: Kekerasan verbal dapat terjadi karena berbagai faktor yang saling terkait, sering kali berasal dari pengalaman masa lalu dan kondisi psikologis pelaku. Salah satu penyebab utamanya adalah luka emosional yang belum terselesaikan, di mana individu yang mengalami trauma masa kecil cenderung mengulangi pola perilaku yang sama di masa dewasa. Komitmen untuk mengelola emosi negatif seperti kemarahan dan kekecewaan dapat memicu kekerasan verbal sebagai cara untuk melindungi diri sendiri atau mengekspresikan ketidakpuasan. Faktor lingkungan, termasuk pola asuh yang keras dan tekanan ekonomi, juga berkontribusi terhadap munculnya kekerasan verbal. Memahami akar penyebab dan dampak kekerasan verbal sangat penting dalam mengambil tindakan pencegahan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan lebih mendukung bagi semua individu. Studi Kasus: Kekerasan Verbal di Sekolah: Kasus kekerasan verbal di sebuah sekolah menengah melibatkan seorang siswa bernama Andi yang menjadi korban bullying oleh sekelompok teman sebayanya. Peristiwa tersebut terjadi di lingkungan sekolah, khususnya di kafetaria dan lapangan olahraga, dengan intensitas meningkat menjelang akhir semester. Pelecehan verbal yang dihadapi Andi memengaruhi prestasi akademis dan interaksi sosialnya, yang menyebabkannya menarik diri dari interaksi sosial karena malu dan bersalah. Intervensi oleh seorang guru, dengan melaporkan penganiayaan tersebut kepada pihak berwenang di sekolah, menekankan pentingnya kewaspadaan dan tindakan cepat dalam menangani kekerasan verbal di lingkungan pendidikan guna memastikan keselamatan dan kesejahteraan semua siswa. Perlindungan Hukum bagi Pekerja Rumah Tangga: Kasus Rohimah, seorang pekerja rumah tangga di Indonesia, menyoroti masalah serius pelecehan verbal yang sering diabaikan dalam konteks pekerjaan informal. Keterlibatan Rohimah sebagai korban dan majikannya sebagai pelaku menandakan dinamika kekuasaan yang berlaku dalam pekerjaan rumah tangga. Ketentuan hukum dalam UU Ketenagakerjaan dan Omnibus Law bertujuan untuk melindungi pekerja seperti Rohimah, memastikan perlakuan yang adil, rasa hormat, dan kompensasi yang layak. Penerapan perlindungan hukum ini penting untuk mencegah eksploitasi dan kekerasan di tempat kerja.
Pelecehan verbal merupakan salah satu bentuk ciuman yang dilakukan melalui kata-kata dan komunikasi yang intens serta dapat menimbulkan dampak yang mendalam dan bertahan lama bagi korbannya. Penyebab kekerasan verbal sering kali berkaitan dengan ketidakmampuan pelaku kekerasan dalam mengelola emosinya, kesenjangan kekuasaan dalam hubungan, dan pola komunikasi tidak sehat yang sudah berlangsung lama. Pelaku kekerasan verbal sering kali menggunakan kata-kata untuk mengontrol atau mendominasi orang lain, sehingga menciptakan suasana ketakutan dan infiltrasi pada korbannya. Dampak kekerasan verbal sangat luas. Pelanggaran yang terus-menerus dapat menyebabkan korbannya merasa rendah diri, merasa tidak berharga, dan kehilangan kepercayaan diri. Selain itu, banyak korban menderita gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD), yang dapat berdampak pada kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Stres kronis akibat pelecehan verbal juga dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik Anda, meningkatkan risiko penyakit jantung, gangguan tidur, dan masalah kesehatan lainnya. Dalam situasi sosial, korban sering kali mengalami kesulitan menjalin hubungan sehat dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari interaksi sosial karena perasaan malu dan bersalah. Penurunan kinerja akademis dan pekerjaan juga merupakan dampak umum, karena korban mungkin tidak dapat berkonsentrasi atau berfungsi optimal di lingkungan kerja atau pendidikan. Jadi, meskipun pelecehan verbal mungkin tidak meninggalkan kerusakan fisik yang terlihat, dampaknya dapat sangat merusak kesehatan mental dan emosional seseorang. Menciptakan lingkungan komunikasi yang sehat dan mendukung adalah kunci untuk mencegah pelecehan verbal dan memberikan dukungan kepada korban untuk pulih dan membangun kembali harga diri dan kepercayaan dirinya.
Kekerasan verbal dapat terjadi karena berbagai faktor yang saling berkaitan, dan sering kali dihilangkan dari pengalaman masa lalu serta kondisi psikologis pelaku. Salah satu penyebab utama adalah luka emosional yang belum terselesaikan, di mana individu yang mengalami trauma di masa kecil—seperti kekerasan fisik atau verbal—cenderung kembali pola perilaku yang sama ketika mereka dewasa. Selain itu, janji untuk mengelola emosi negatif, seperti kemarahan dan kekecewaan, juga dapat memicu seseorang untuk melakukan kekerasan verbal sebagai cara untuk melindungi diri atau mengungkapkan ketidakpuasan. Faktor lingkungan, termasuk pola asuh yang keras dari orang tua dan tekanan ekonomi, juga berkontribusi terhadap munculnya kekerasan verbal. Ketika orang tua tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan anak atau tidak mampu memberikan dukungan emosional, mereka mungkin melampiaskan kekecewaan mereka dengan kata-kata kasar.Dampak dari kekerasan verbal sangat merugikan, terutama bagi anak-anak yang menjadi korban. Anak-anak yang mengalami kekerasan verbal secara terus-menerus dapat mengalami gangguan emosi, seperti kecemasan dan depresi, serta merasa tidak berharga dan kehilangan rasa percaya diri. Mereka mungkin juga mengembangkan perilaku agresif sebagai respons terhadap perlakuan yang diterima, dan ini bisa berlanjut hingga dewasa. Selain itu, dampak jangka panjang dari kekerasan verbal dapat menghambat perkembangan sosial dan akademik anak, membuat mereka sulit berinteraksi dengan teman sebaya dan berfungsi baik di lingkungan sekolah atau pekerjaan. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab kekerasan verbal dan dampaknya agar langkah-langkah pencegahan dapat diambil untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua individu.
Dalam sebuah kasus kekerasan verbal yang terjadi di sebuah sekolah menengah, seorang siswa bernama Andi menjadi korban dari tindakan bullying yang dilakukan oleh sekelompok temannya. Siapa yang terlibat dalam kasus ini adalah Andi sebagai korban dan sekelompok siswa lain yang berperan sebagai pelaku. Apa yang terjadi adalah Andi sering diejek dan dihina dengan kata-kata kasar terkait kemunculan dan prestasinya di sekolah. Di mana kejadian ini berlangsung adalah di lingkungan sekolah, terutama di area kantin dan lapangan olahraga, tempat di mana interaksi sosial antar siswa sering terjadi. Kapan kekerasan verbal ini berlangsung selama beberapa bulan terakhir, dengan intensitas yang meningkat menjelang ujian akhir semester. Mengapa tindakan ini terjadi bisa jadi karena pelaku ingin menunjukkan dominasi mereka atau mungkin merasa tidak aman dalam diri mereka sendiri, sehingga melampiaskan ketidakpuasan terhadap orang lain. Bagaimana kasus ini terungkap adalah ketika seorang guru menyaksikan perlakuan tidak baik terhadap Andi dan melaporkannya kepada pihak sekolah, yang kemudian memicu penyelidikan lebih lanjut dan intervensi untuk mendukung Andi serta memberikan edukasi kepada pelaku mengenai dampak kekerasan verbal. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran dan tindakan cepat dalam menangani kekerasan verbal di lingkungan pendidikan agar semua siswa merasa aman dan dihargai.
Kasus kekerasan verbal yang dialami Rohimah, seorang asisten rumah tangga (ART) asal Garut, Jawa Barat, menggambarkan isu serius yang sering kali terabaikan dalam konteks hubungan kerja di sektor informal. Siapa yang terlibat dalam kasus ini adalah Rohimah sebagai korban dan pasangan suami istri, Yulio Kristian dan Loura Francia, sebagai pelaku kekerasan. Apa yang terjadi adalah Rohimah mengalami perlakuan verbal yang berisi dan menyakitkan, di mana ia sering dibentak, diejek, dan dipermalukan di depan anggota keluarga majikannya. Tindakan ini tidak hanya menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan tetapi juga mengganggu kesehatan mentalnya. Di mana kejadian ini terjadi di rumah majikannya di Bandung Barat, tempat seharusnya ia merasa aman dan dihargai sebagai pekerja. Kapan kekerasan verbal ini mulai terjadi adalah setelah bulan pertama Rohimah bekerja, menunjukkan bahwa meskipun ada harapan awal untuk hubungan kerja yang baik, situasi berubah drastis ketika majikannya mulai menunjukkan sikap dominan dan kontrol.Mengapa tindakan kekerasan ini terjadi bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ketidakpahaman majikan tentang hak-hak pekerja rumah tangga dan norma-norma etika dalam perlakuan terhadap orang lain. Dalam banyak kasus, pelaku merasa berhak untuk mengontrol dan mendominasi pekerja mereka karena adanya ketimpangan kekuasaan yang melekat dalam hubungan kerja tersebut. Selain itu, tekanan dari kehidupan sehari-hari atau masalah pribadi juga dapat memicu perilaku agresif terhadap orang lain. Bagaimana kasus ini terungkap adalah melalui pengakuan Rohimah kepada media, di mana ia menceritakan pengalaman traumatisnya dan kondisi fisik serta mentalnya yang terganggu akibat perlakuan buruk tersebut. Pengakuan ini menjadi titik awal bagi banyak orang untuk menyadari betapa seriusnya masalah kekerasan verbal dalam konteks pekerjaan rumah tangga.Kasus Rohimah menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga dan kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari kekerasan verbal serta fisik dalam hubungan kerja. Ini juga perlunya menunjukkan edukasi bagi majikan tentang cara memperlakukan pekerja dengan hormat dan adil. Selain itu, dukungan dari organisasi masyarakat sipil dan pemerintah sangat penting untuk memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga agar mereka tidak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi. Dengan meningkatnya kesadaran akan isu ini, diharapkan akan ada perubahan positif dalam cara kita memandang dan memperlakukan pekerja rumah tangga di Indonesia.
Kekerasan verbal memiliki dampak psikologis yang signifikan dan sering kali merusak bagi korban, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu dampak utama adalah penurunan harga diri. Korban sering kali merasa tidak berharga dan kehilangan rasa percaya diri akibat penghinaan dan ejekan yang mereka alami secara terus-menerus. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa terasing dari lingkungan sosial dan sulit untuk membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Selain itu, kekerasan verbal dapat memicu kecemasan yang berkepanjangan, di mana korban hidup dalam ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain, yang mengarah pada perasaan khawatir berlebihan dalam situasi sosial.Dampak psikologis lainnya adalah depresi, di mana korban mungkin merasa putus asa dan tidak berdaya, sering kali berpikir bahwa hidup mereka tidak akan pernah membaik. Dalam beberapa kasus, kekerasan verbal yang parah dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD), di mana korban mengalami kilas balik atau mimpi buruk terkait pengalaman traumatis yang dialami. Ini mengganggu kehidupan sehari-hari mereka dan membuat mereka sulit untuk menjalani aktivitas normal.Paparan terus-menerus terhadap kekerasan verbal juga dapat menyebabkan stres kronis, yang berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik. Korban mungkin mengalami gejala fisik seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan masalah pencernaan sebagai respons terhadap tekanan emosional yang dialami. Selain itu, mereka dapat mengalami perubahan suasana hati yang drastis, beralih antara perasaan marah, sedih, dan cemas tanpa alasan yang jelas.Anak-anak yang menjadi korban kekerasan verbal juga sangat rentan terhadap dampak psikologis ini. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam belajar dan berinteraksi dengan teman sebaya, serta cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Dengan kata lain, kekerasan verbal dapat meninggalkan bekas jangka panjang pada perkembangan emosional dan sosial individu. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan verbal dan memberikan dukungan kepada korban agar mereka dapat pulih dan membangun kembali harga diri serta kepercayaan diri mereka.Â
Indonesia memiliki Undang-Undang yang spesifik untuk mengatasi kekerasan dalam berbagai bentuk, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Berikut adalah penjabaran detail tentang kedua undang-undang ini: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tujuan Pembentukan UU PKDRT Undang-Undang ini dibentuk untuk mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Lingkup Ruang TeritorialLingkup ruang teritori yang dilindungi oleh UU PKDRT bukan hanya terbatas pada perempuan, namun juga mencakup suami, istri, anak, dan orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga. Bahkan, orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut juga termasuk dalam proteksi ini. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga