Mohon tunggu...
Dhian Dharti
Dhian Dharti Mohon Tunggu... -

penjahit benang kata-kata, penjelajah ruang imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Galau Tanda Gaul?

19 Juni 2012   12:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

saya memang seperti mahasiswi tahun pertama yang lain. bangun pagi, bersiap ke kampus dan kemudian bergumul dengan kawan-kawan di sela-sela proses penelaahan ilmu. mungkin yang saya anggap berbeda adalah bagaimana saya memandang kehidupan kawula muda, khususnya pemudi.

saya seringkali heran dengan pemudi yang menggembar-gemborkan kesedihan mereka. dengan istilah galau, kepo, atau apalah. di jejaring sosial, di pembicaraan sehari-hari, seperti telah menjadi kata baku dalam kamus. bahkan yang cukup menggelitik adalah saat seorang teman saya berkata di sebuah siang di kantin fakultas tetangga. "kalau gak galau itu gak enak, gak ada omongan." jadi memang kesedihan itu mereka cari-cari biar ada yang mereka bicarakan di kelas selain subjek mata kuliah, biar banyak tanggapan di akun jejaring sosial mereka. saya hanya tertawa kecil, mencoba ramah. dan teman lain malah bertanya yang lebih menggelikan pada saya "Dhian, kamu kok gak pernah galau sih? Apa kamu gak suka cowok?"

hem, perlu waktu yang agak lama untuk saya untuk mengolah pertanyaan dari teman saya yang dalam sebulan bisa berkali kali pulang pergi salon dan spa ini. "My sex orientation is STRAIGHT, girls. Tapi memangnya perlu menggembor-gemborkan masalah di jejaring sosial, meratapi nasib hanya karena cinta dan hasrat yang memang masih bebas bagi kita sebagai pemuda?" sayangnya kopi hitam yang saya minum malah membuat saya tersedak saat mendengar pertanyaan itu. dan kalimat panjang itu tidak langsung saya luapkan. "Aku cinta lelaki yang tidak membuatku harus bergalau ria," jawaban itu saya tambahi dengan senyum simpul. dan mereka terdiam. mudah bukan? mengapa harus mencari kesedihan? apakah dengan menunjukkan kegalauan di depan umum akan menaikkan level menjadi mahasiswi paling 'gaul' sekampus?

padahal banyak yang memang harus benar-benar sedih. mereka yang tidak bisa bersekolah, kuliah, atau bahkan untuk bersepatu saja susah. mereka memang tak bisa menolak kesedihan itu, dan kita hendaknya 'galau' akan hal itu. lalu untuk apa daftar mahal-mahal, bangun pagi-pagi, berangkat dengan tas berat oleh buku teks, menaati peraturan, sejak SD sampai kuliah; kalau kita hanya memikirkan perkara asmara pribadi. galaulah dengan negara yang menipis kekuatannya ini, galaulah untuk mencari cara bagaimana bangkit. karena pemuda itu ada untuk melawan yang tak adil, bukan melambai untuk hal tak penting.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun