(gambar : potongan gambar film Garuda di Dadaku 2 )
"... nak, tendanglah bola tepat dikerumunan orang itu jika ternyata mereka lupa maknanya sebuah kesenangan menjadi sebuah kesatuan ..." (Ugahari)
Mengikuti berita di media cetak maupun on line termasuk Kompasiana terkadang membuat kita merana, karena menyadari kita kurang "melek" informasi, dan terkadang kita geleng-geleng karena kita kelebihan informasi. Salah satu berita yang masih rutin saya ikuti adalah dualisme kompetisi sepakbola di Indonesia. Sebenarnya saya bukan penggemar bola tulen, karena saya hanya rela menjadi suporter tim yang menang :D. Kadang ingin mendukung salah satu tim dari liga yang ada di Indonesia, tapi saya terbentur kultur Chauvinisme yang kental di kalangan Suporter di Indonesia. Tulisan ini contohnya
" ... Mereka teriak anjing...anjing...monyet...monyet seperti kaum bar-bar yang kelaparan dan memang tak punya otak . . .membuat saya benar-benar mendidih ingin membunuh mereka satu per satu ..."
Hanya karena atribut yang tampak, diwaklilu jersey/kaoas, seorang atau segerombolan manusia yang notabene satu bangsa saling merendahkan dan saling menyakiti. Betapa menyedihkan. Â Atau di artikel ini (dimuat di Radar Surabaya, Jumat 16 Desember 2011):
" ... bentrokan di atas merupakan eskalasi berbagai faktor. Pertama,dendam kesumat dan api permusuhan antar pendukung klub, yang diwariskan turun temurun selama puluhan tahun ...
...Jika pemain berulah, maka penonton bukan mustahil ikut berulah. Pemain kisruh di lapangan, pendukung rusuh di luar stadion. ...
...Karena telah teracuni oleh beragam faktor di atas, maka nilai sportivitas, semangat kompetitif, kedisiplinan, dan kemampuan bekerja secara kolektif yang diajarkan sepakbola, mulai pudar..."
Saya tidak pernah bisa mengerti, sesama saudarapun menyimpan dendam kesumat bertahun-tahun karena sebuah atribut. Atributnya adalah suporter sebuah tim yang biasanya mewakili sebuah daerah, bahkan terkadang suku tertentu. Saya separuh bugis, separuh Jawa ada sedikit darah timur tengah, lahir di kotanya hamengkubuono sekolah di daerah pantura besar di Jakarta dan pernah di Sulawesi tengah. Anak saya ada darah China. Saya tidak bisa memiliki keterikatan khusus pada satu tim di tanah air. Tampaknya hanya Tim Nasional Indonesialah yang masih layak saya suporteri. Teringat laga AFF 2010, PPD 2014 dan yang terbaru Sea Games 2011, tiga event tersebut yang membuat saya kembali tertarik menikmati sebuah pertandingan sepakbola. Tak perduli jeritan saya ditertawakan tetangga saya akan meluapkan segala emosi dan ekspresi untuk setiap moment yang ada di sepanjang pertandingan. Dimoment tersebut saya bisa merasakan merinding saat puluhan ribu suporter menyanyikan lagu Indonesia Raya, yang tak sekalipun saya alami saat saya mendengarkannya pada saat Upacara Bendera dari sejak pertama kali saya bisa menyanyikan lagu Kebangsaan itu. Dualisme kompetisi ini hanya menambah daftar alasan saya untuk melanjutkan ketidak-tertarikan saya mengikuti liga di negeri ini. Tanpa dualismepun tanpa disadari banyak hal yang memecah belah perhatian bangsa ini pada suatu hal yang tidak penting. Tidak penting bagi saya yang tidak memiliki keterikatan pada sebuah tim bola. Tapi saya salut pada rekan-rekan suporter di Indonesia, mereka adalah lambang loyalitas. Mereka ada saat tim menang dan kalah. Andaikan saja loyalitas itu melebur menjadi satu pada jiwa nasionalisme, sungguh kuatnya bangsa ini. Baru-baru saja saya mendengar rumor bahwa seorang Menteri yang katanya bernama Dahlan Iskan dicalonkan menjadi ketua PSSI oleh salah satu kubu di arena Dualisme Kompetisi Sepak Bola Indonesia, dari artikel ini dapat dilihat dengan jelas bahwa tokoh ini tidak memiliki kepentingan atas keadaan dipersepakbolaan di Indonesia
..... "Saya menilai Dahlan orang yang netral. Daripada mengambil sosok yang ada di kubu tertentu, kenapa tidak sekalian dimunculkan orang baru. Ia juga orang yang berpengalaman mengurus sepakbola," ujar Ferry (Red : Bos Persija ISL). ....
..."Supaya generasi yang konflik ini tidak terlibat lagi, tidak akan berlarut-larut terus. Ini kan sudah terlalu mendarah daging," katanya (red : Dahlan Iskan)....
Sebagai seorang yang tidak gaul, saya jadi tertarik menelusuri siapa itu Ferry dan siapa itu Dahlan, ternyata rekan-rekan di Kompasiana sudah banyak yang mengulas beliau berdua. Tapi saya lebih tertarik ke pada sosok Dahlan Iskan karena baru-baru saja saya dihadiahi istri sebuah buku yang katanya masuk ke jajaran National Best Seller berjudul "Dahlan Iskan : Dua Tangis dan Ribuan Tawa". Dari buku itu saya melihat sosok simpel seorang Dahlan Iskan dalam menangani 50.000 pegawai PLN dan bagaimana dia menyelesaikan persoalan kecil yang terkadang dibesar-besarkan sebagian orang yang pastinya punya kepentingan.  . . saya ngekek waktu baca halaman pertama
"Banyak di antara karyawan yang mempermasalahkan pengadaan baju seragam . . . ada yang bilang KKN . . Permainan Komisi . . aturan ini . .aturan itu...Permintaan mana yang saya penuhi? bukankah kalau dipenuhi salah satunya menimbulkan ketidak-puasan yang lain? lalu jadi pembicaraan di kalangan wartawan yang tidak henti-hentinya?mengalahkan pembicaraan krisis listrik? saya putuskan saja : baju seragam dihapuskan ! "
Saya langsung terbayang peristiwa kebelakang, apakah para "pahlawan penyelamat bola" dinegeri ini selalu mencari sosok super untuk diusung jadi pemimpin tanpa mengenal karakter mereka terlebih dahulu? karena bisa saja kalimat-kalimat di atas menjadi
"Banyak di antara klub dan pengurus yang mempermasalahkan dualisme kompetisi . . . ada yang bilang tidak sesuai statuta . . politisasi. . pihak ini tidak jujur . . pihak itu pembohongPermintaan mana yang saya penuhi? bukankah kalau dipenuhi salah satunya menimbulkan ketidak-puasan yang lain? lalu jadi pembicaraan di kalangan wartawan yang tidak henti-hentinya?mengalahkan pembicaraan krisis pemain tim Nasional Indonesia? saya putuskan saja : Bubarkan Saja Liga di Negeri Ini ! "
Karena saya suporter dadakan, dan mendadak hanya tim Nasional Indonesia yang ingin saya suporteri saya jadi berpikir. Jika kita bisa membangun sebuah Tim Nasional tanpa sebuah kompetisi di negeri ini, kenapa kita tidak bubarkan saja kompetisi di negeri ini. Tapi jika ternyata kompetisi satu-satunya media membangun sebuah Tim Nasional, kenapa tidak kita bangun sebuah iklim kompetisi dengan Visi, Misi dan Tujuan yang sama dibawah sebuah naungan yang sama. Tidak ada istilah siapa pembohong, siapa yang pengen sunat, siapa yang layak siapa yang salah, dan siapa-siapa yang lain yang sangat terpaksa menggeser posisi seekor kambing hitam. Dari sudut pandang orang yang tidak mengerti tatanan organisasi bola di Indonesia, saya sependapat dengan katanya pak Dahlan Iskan (walaupun pernyataan tersebut dideskripsikan untuk perusahaan yang sedang dia pimpin, PLN)
"di sebuah perusahaan besar (Red : kita analogikan itu PSSI), persoalan karyawan (red : kita analogikan pengurus/klub) tentu juga sangat banyak. Kesibukan mengurus internal karyawan bisa-bisa mengalahkan kesibukan mengurus konsumen (red : konsumen saya analogikan liga sebagai media pembinaan pemain untuk memasok Tim Nasional). Kalau sampai hal itu terjadi tentu bencana bagi perusahaan. Semua karyawan sudah kelihatan sibuk dan kerja keras, tapi kesibukan dan kerja keras itu hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Bukan untuk kepentingan konsumen (red : dari banyak artikel kompasiana banyak yang mendeskripsikan hal ini).Kesibukan mengurus diri sendiri itulah yang ingin saya kurangi ... agar energi karyawan lebih banyak disalurkan untuk mengurus konsumen. Waktu, pikiran, perhatian dan pendanaan lebih banyak untuk mengurus perusahaan"
Jadi, vote untuk bubarkan liga sepak bual di negeri ini !!! Salam Kenal Note : link artikel di atas bukan menyudutkan rekan-rekan yang kebetulan suporter dari klub yang sama, ini hanya diskripsi dari sebagian kecil kehidupan sosial suporter yang kurang 'ditatar' di negeri ini yang membuat saya enggan mendukung salah satu tim di Liga yang ada di Indonesia. Sedangkan yang sebaliknya tentunya lebih banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H