Mohon tunggu...
Humaniora

Sastrawan Juga Seniman

26 September 2016   22:59 Diperbarui: 26 September 2016   23:09 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berawal dari keinginannya untuk menulis puisi kritik terhadap keadaan di sekolahnya pada saat itu, seorang Toto Estiradik berhasil meyakinkan dirinya untuk menjadi penulis sampai saat ini. Pria yang lahir di Serang, 30 Juni 1965 ini kini sudah berhasil menghasilkan banyak karya, seperti puisi, naskah theater, bahkan beliau juga sudah mempunyai beberapa judul buku. Tidak hanya itu, beliau sempat ikut menjadi aktor dalam beberapa pertunjukan theater di Serang.

 Menurutnya hal yang membuat dirinya yakin untuk menjadi seorang penulis, karena setiap tulisan yang sudah selesai beliau bikin berhasil membuat dirinya terharu dan tersentuh, bahkan hasil tulisan sejak ia SMP hingga saat ini masih disimpan dan ketika dibaca kembali masih membuat dirinya tersentuh. “menurut saya naskah atau tulisan yang paling berkesan buat saya ya yang belum saya buat” ujar Toto. Baginya hasil dari tulisan yang sudah dibuat, semuanya tidak memuaskan, sehingga membuat ia terpacu untuk membuat tulisan yang baru, “ya begitu saja rute nya, makanya gaada habisnya saya menulis” katanya.

Laki-laki yang pernah menjadi penjual koran ini tidak pernah kehabisan inspirasi dalam menulis, baginya semua yang ada di sekitarnya bisa saja dijadikan inspirasi, “tidak hanya pengalaman pribadi, pengalaman seseorang juga bisa saya jadikan tulisan, bahkan adek yang sekarang sedang mewawancarai saya juga bisa saya jadikan tulisan besok haha” begitu kata beliau sambil bercanda.

Tidak hanya itu, beliau pernah membuat puisi terpanjang, bahkan pembuatanya juga sampai 2 tahun, puisi 8 halaman itu berjudul “Indonesia Setengah Tiang”, puisi kritik tentang Negara Indonesia sebelum revormasi ini menjadi rekor untuknya, “kan harus riset dulu, sedangkan pada saat itu teknologi belum secanggih sekarang, jadi ya mau gamau harus terjun langsung ke lapangan” katanya. Beliau sempat pula bergabung dengan Study Cloud Bandung.

Bapak yang kini bekerja sebagai PNS dan sering diundang untuk berbagi pengalaman, mengemukakan perpendapatnya bahwa, dunia seni atau spesifiknya sastrawan sebenarnya ada di wilayah seni tetapi lebih dekat dengan dunia intelektual, karena penulis lebih mengandalkan pikiran bukan kreativitas semacam imajinasi saja, tetapi apa yang ada di dunia nyata juga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun