Aroma pertikor yang tak jarang datang hanya untuk menyapa, membuat hari-hariku semakin terpesona akan anugerah yang Dia berikan. Petrikor mengingatkanku pada satu hal. Hal yang menjadi momentum penting di kala hati atau pun pikir dilanda oleh kesepian, bahkan kesendirian tanpa kawan.
Kecenderungan diri yang sebenarnya lebih menyukai dunia sendiri, seakan-akan masuk ke dalam ruang penuh tebak. Akankah masa-masa tersebut kembali terulang? Ah, rasanya mustahil. Berjalan diantara hembusan petrikor di perempatan lampu merah, dan bejumbun truk muatan menjadi sebuah hal yang biasa saat itu ku rasa. Kesendirian yang aku alami menjadi buah bahagia yang sangat ku nikmati.
Menjadi seseorang yang apa-apa sendiri memang menyenangkan, walau sunyi begitu terasa. Petrikor, ya. Petrikor menjadi saksi bisu bahwa aku pernah melangkah dalam kesunyian dan kesendirian tanpa huru-hara insan yang ku kenal.
Menghabiskan banyak waktu "Me time," bersama sang petrikor adalah kenangan terindah di saat hati ini sedang butuh untuk bernapas lega lebih banyak, pikiran ini sedang butuh untuk membebaskan segala penat yang di rasa.
Berjalan menyendiri melangkah menuju ke tempat singgah bersama aroma petrikor pun, membuatku semakin teringat akan detik-detik "Everyday reflections." Hal yang menjadi salah satu alasan tingkah penuh syukur tersebut, membuatku semakin bahagia menjalani hidup ini. Terima kasih Tuhan, petrikor-Mu mengingatkanku pada sejuta momen indah dan bermakna yang pernah ku dapat kala itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H