Mohon tunggu...
Dhea Chairunnisa
Dhea Chairunnisa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Man Jadda Wajada. Menjadi yang paling baik diantara yang terbaik. I love reading so much.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perihal Cinta

16 Juli 2014   06:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:11 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang pria tua berdiri di sudut taman, menghampiriku yang duduk termenung, berupaya menyembunyikan air mata yang tak mau berhenti menetes. Yah, untuk kesekian kalinya aku patah hati. Ditinggal pergi orang yang padahal kupercaya dia akan selalu ada, dikhianati orang yang padahal kuyakini mampu menjaga janji. Yah, begitulah. Jadi aku menangis seperti biasa untuk melepaskan semua sedih.

”Cinta itu perihal melepaskan,” ujar pria tua itu dengan senyum ramah di wajahnya. Aku terdiam mendengar kata-kata itu. “B, bagaimana kau tahu?” Aku bahkan tidak menjelaskan sedikit pun masalahku padanya, jadi bagaimana dia tahu kalau ini, soal cinta?

“Bukankah cinta adalah masalah yang kerap menghantui anak muda?” hening sejenak, kemudian dia melanjutkan, “Aku sudah melewati banyak hal, ketahuilah, cinta itu adalah perihal melepaskan, merelakan orang yang kau cintai berbahagia, meski bukan kamu alasan dibaliknya.” Pria tua itu menjauh sampai tidak terlihat lagi dalam jangkauan pandanganku. Lagi-lagi aku memikirkan banyak hal, mengapa harus melepaskan bila masih bisa memiliki? Mengapa harus merelakannya bahagia dengan yang lain bila kita masih mampu memberikan kebahagiaan itu?

Esoknya aku kembali ke taman itu, ditemani semilir angin dan dedaunan yang berterbangan. Debu kerap menerpa wajah, tapi aku tetap saja ingin disini. Asyik mengingat-ingat memori indah, yah walau kutahu sama saja dengan membunuh perasaanku. Air mata menetes lagi, berharap dapat mengulang kembali memori indah tersebut. Ingin rasanya aku berteriak ‘Jangan pergi!’ kepadamu, tapi aku tahu semua sudah berbeda.

“Cinta itu perihal mengikhlaskan,” suara nyaring yang kukenal itu berhasil membuatku terkejut. Ah rupanya sahabatku, “Kenapa kamu ada disini?” tanyaku. “Aku melihatmu begitu terpuruk, tapi ketahuilah cinta itu perihal mengikhlaskan. Segala sesuatu pasti berakhir, dan ikhlaskan itu. Biarkan hatimu menyambut hal yang baru,” ujarnya lembut. Lagi-lagi aku memikirkan hal lainnya. Bila harus mengikhlaskan, mengapa harus dengan rasa sakit dahulu? Ini terlalu menyakitkan untukku.

Dan lagi, hari ini aku mendengar tentang perihal menanti, dari obrolan yang diluncurkan teman-temanku. ‘Cinta adalah perihal menanti’, jadi isilah penantianmu dengan hal-hal yang baik, kelak cinta akan dating dengan sendirinya. Bila bisa mendapatkannya sekarang, mengapa aku harus menanti?

Masih saja aku seperti ini, kehilangan gairah hidup dengan otak yang terus memutar kenangan dan hati yang tak pernah ingin melepaskan rasa. Di tengah malam aku menangis seakan inilah akhir hidupku, ini berlebihan. Aku ingin bangkit tapi sulit. Aku ingin kuat tapi tak pernah niat. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama? Atau mungkin kamu sudah berbahagia dengan yang lain? Padahal aku begitu merindukanmu, sesakit ini perasaan rinduku. Masihkah kamu seperti dulu? Maukah kita mengulang lagi ikatan yang sempat rusak? Sudikah kamu melihatku lagi, aku yang tak pernah bisa melepasmu?

Ini salah. Aku tak ingin seperti ini. Kemudian kuingat kembali perihal cinta yang kupelajari; melepaskan, mengikhlaskan dan menanti.  Aku harus melepasmu, lalu mengikhlaskan segalanya sembari menanti kedatanganmu kembali atau mungkin ada orang yang jauh lebih baik?

Entahlah. Sepertinya untuk saat ini aku tidak ingin mempercayai cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun