Hari ini aku melihatmu merebahkan punggungmu pada sebuah bangku usang di pojok taman. Dirimu memandang kosong seisi taman, tatapanmu tak memiliki arti, membuatku kesulitan menerjemahkan apa yang kau rasakan saat itu. Angin semilir kadang membelai halus rambutmu, meniupkannya ke udara, kemudian mendarat kembali ke pundak yang tegar itu. Senyumanmu tak seperti biasanya, ada sedikit duka yang tersirat. Kau menundukkan kepalamu, aku melhat sedikit kilau dari matamu, kau menangis.
Sementara anak-anak kecil berlarian menghidupkan taman, kau membuatnya sendu dengan air matamu. Kilau di matamu semakin terlihat, berkali-kali kau menyekanya kemudian kembali membiarkan mata indahmu penuh dengan genangan sedih yang meluap. Lalu kau berusaha diam, tenang, tak membiarkan kesedihan itu membuatmu larut. Tapi lagi-lagi kau kalah dengan kesedihan itu, dan saat itu pula kau menangis lagi.
Langit saat itu tak lagi menampakkan jingganya. Perlahan matahari membenamkan dirinya dalam pelukan bumi dan gelap pun datang. Kau masih disitu, menyeka wajahmu sampai aku tak lagi mengenal sosokmu yang biasa. Kau mendongakkan kepalamu, menyadari siang telah berganti malam. Tapi kau sama sekali tak beranjak. Kau rebahkan lagi tubuhmu, kau sandarkan kepalamu pada pohon tua yang kuyakin sudah hidup 10 tahun sejak kita kecil dulu. Sayangku, hari sudah gelap, bukankah hari esok banyak kegiatan yang siap menyibukkan pikiranmu?
Kuputuskan untuk berdiri. Menghampirimu yang kembali menatap kosong seisi taman. Matamu sembab. Kau kehabisan air matamu. Jadi kau kembali diam dan membiarkan pikiranmu berkelana entah kemana.
Langkahku semakin dekat, sosokmu semakin jelas. Wajah yang pernah menjadi sosok penting dalam hariku. Wajah yang kerap menghiasi bunga tidurku setiap malam, kini wajah itu tak lagi sama.
Kau melihatku sayang? Ini aku tak ingin melihatmu terus bersedih.
Kau mendengarku sayang? Ini aku yang pernah menjadi teman hidupmu saat di dunia.
Aku ingin menggenggam tanganmu tapi aku tak bisa. Aku ingin memelukmu tapi ragaku tak lagi ada. Aku ingin mengusap air matamu tapi takdirku melarangku melakukan itu.
Depok, 23 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H