Hari ini aku membuka kembali kotak memori yang tersimpan rapi di sudut hati. Tidak apa, sebentar saja, hanya ingin melihat apakah kamu masih ada disana atau tidak. Tentu saja masih. Tapi hanya sebatas jejak, bukan sosokmu. Aku menelusuri jejak yang dulu kita pernah buat bersama, saling berdampingan, menuju tujuan yang sama, sampai dua jejak itu saling menjauh, menuju jalan yang berbeda, dan aku kehilangan jejakmu.
Jejak-jejak itu tersimpan rapi disini. Aku menjaganya, agar ia tidak hilang dideru ombak, atau kena hempasan angin. Setidaknya itulah yang bisa kulakukan untukmu, meski kamu telah menghapus rata jejakku di hatimu.
Jejakmu membawa sejuta kenangan dan harapan yang dulu pernah ada, janji yang tak sempat diwujudkan, impian yang kandas, kebersamaan yang telah tiada. Aku tahu sudah saatnya aku tidak menatap lagi jejakmu, tapi hanya dengan melihat jejakmu aku bisa melangkah.
Aku terus mengikuti jejak-jejak kaki itu, meski terputus di tengah jalan. Aku mati-matian mencari kemana lagi kamu akan melangkah. Bagaimana perjalananmu? Bagaimana kondisimu? Dan yang terpenting masihkah kamu menyimpan jejakku?
Jejakmu masih ada dan akan selalu ada. Membekas begitu dalam, tapi aku tidak berusaha menghapusnya.
Depok, 17 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H