Budaya Korupsi dalam Lingkungan Instansi Pemerintah
Pada saat ini seluruh instansi pemerintah telah berkomitmen untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi pada berbagai sektor secara komprehensif, komitmen tersebut dimuat dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Strategi Nasional Pencegahan Korupsi memuat arah kebijakan beserta fokus dan sasaran korupsi, fokus dan sasaran tersebut kemudian diwujudkan dalam berbagai upaya aksi pencegahan korupsi di Indonesia, aksi pencegahan korupsi tersebut kemudian dapat diimplementasikan oleh berbagai instansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainya di Indonesia. Salah satu fokus aksi pencegahan korupsi yang dimuat dalam Stranas PK adalah Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi.
Praktik tindak pidana korupsi yang terjadi dalam lingkungan instansi pemerintah telah menurunkan kepercayaan publik terhadap negara khususnya terhadap pemerintah, hal ini kemudian dapat menyebabkan rusaknya wibawa dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Instansi pemerintah menjadi tempat yang rawan terhadap praktik tindak pidana korupsi, berdasarkan data temuan kasus tindak pidana korupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2004-2019, KPK banyak menemukan kasus tindak pidana korupsi di instansi pemerintah dalam berbagai tingkatan. Salah satu penyebab kerawanan praktik tindak pidana korupsi pada instansi pemerintah adalah masih adanya budaya organisasi dalam lingkungan instansi pemerintah yang memungkinkan terjadinya praktik tindak pidana korupsi. Bentuk budaya organisasi pada instansi pemerintah yang dapat menjadi celah untuk melakukan tindak pidana korupsi adalah relasi kuasa yang menyebabkan organisasi beserta staff yang ada di dalamnya untuk tunduk dan mengikuti arahan dan perintah atasan. Budaya organisasi tersebut, membuat para staff diwajibkan untuk mengikuti perintah atasan dan tidak dapat menolak perintah tersebut, termasuk dalam perintah untuk melakukan atau terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi. Perintah atau instruksi yang diberikan oleh pimpinan kepada staff untuk melakukan atau terlibat dalam bentuk tindak pidana korupsi seringkali diberikan dalam bentuk ancaman seperti tekanan, dan teguran yang bersifat memaksa sehingga para staff tersebut merasa terintimidasi sehingga menjadi sulit untuk menolak perintah yang diberikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengungkap beberapa kasus tindak pidana korupsi yang terjadi dalam lingkungan instansi pemerintah yang tidak hanya dilakukan oleh pimpinan namun juga turut melibatkan staff seperti kasus pemberian gratifikasi oleh Bupati Bogor Ade Yasin kepada Badan Pemeriksa Keuangan Kabupaten Bogor dalam pengurusan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang turut melibatkan staff Pemerintah Kabupaten Bogor dan kasus pengurusan predikat opini WTP di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang juga turut melibatkan staff. Beberapa kasus tersebut menunjukan bagaimana budaya organisasi dimana para staff harus tunduk kepada perintah atasan, menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan instansi pemerintah. Dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, aksi pencegahan korupsi melalui Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainya harus dapat mampu mengatasi budaya organisasi yang menyebabkan kerawanan terjadinya tindak pidana korupsi dalam lingkungan instansi pemerintah.
Indoktrinasi Anti Korupsi Guna Membentuk Asertifitas dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Dalam upaya untuk menghilangkan budaya relasi kuasa yang menjadi salah satu penyebab kerawanan tindak pidana korupsi dalam lingkungan instansi pemerintah, aksi reformasi birokrasi dapat membentuk sikap asertif pada seluruh jajaran staff yang ada di lingkungan instansi pemerintah melalui pendidikan antikorupsi. Sikap asertif yang dimaksud adalah sikap keberanian untuk mengungkapkan rasa penolakan atau ketidaksetujuan terhadap sesuatu seperti penolakan terhadap perintah atasan atau pimpinan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sikap asertif dapat menjadi dasar untuk merubah atau menghilangkan budaya relasi kuasa yang menjadi penyebab kerawanan praktik tindak pidana korupsi dalam lingkungan instansi pemerintah, hal ini dikarenakan para staff dapat turut serta menjadi agen pencegahan dan penegakan hukum terhadap praktik tindak pidana korupsi yang terjadi dalam lingkungan sekitar.
Dalam upaya membentuk sikap asertif, pendidikan antikorupsi dapat diarahkan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui upaya indoktrinasi. Nilai-nilai anti korupsi dapat menjadi dasar sikap asertif untuk menolak perintah untuk melakukan atau terlibat dalam tindak pidana korupsi, nilai-nilai tersebut dapat membentuk kesadaran bahwa praktik korupsi merupakan suatu tindakan pidana yang memiliki konsekuensi hukum apabila dilakukan, sehingga individu tersebut kemudian memilih untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Untuk menanamkan nilai anti korupsi sebagai dasar pembentukan sikap asertif, upaya indoktrinasi dapat dilakukan kepada seluruh jajaran staf secara kontinu dan berkelanjutan, sehingga membentuk kesadaran dan pemahaman untuk menjadikan nilai-nilai anti korupsi sebagai dasar sikap dan perilaku yang diterapkan dalam lingkungan kerja, termasuk dalam menghadapi pengaruh tekanan pimpinan untuk melakukan praktik korupsi.
Upaya penanaman nilai-nilai anti korupsi melalui indoktrinasi untuk membentuk sikap asertif tersebut merupakan dari bentuk upaya untuk mendukung aksi pencegahan korupsi melalui Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi yang merupakan bagian dari Aksi Pencegahan Korupsi yang dimuat dalam Stranas PK. Pembentukan sikap asertif pada seluruh staff dalam lingkungan instansi pemerintah merupakan upaya untuk mereformasi birokrasi secara kultural, guna menghilangkan berbagai bentuk budaya organisasi yang menyebabkan kerentanan terjadinya praktik tindak pidana korupsi. Adanya sikap asertif pada seluruh staff dalam lingkungan instansi pemerintah dapat menjadikan staff sebagai bagian dari agen pencegahan korupsi dalam lingkungan instansi pemerintah, yang tidak hanya dapat menolak namun dapat turut berpartisipasi dalam pencegahan tindak pidana korupsi melalui pelaporan yang disertai barang bukti. Selain itu, adanya sikap asertif juga dapat mendorong penegakan hukum bagi para pelaku tindak pidana korupsi, termasuk dalam lingkungan pemerintah sehingga memastikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
Melalui tulisan ini, penulis berpesan bahwa menjadi penting untuk kita semua dalam mendukung berbagai aksi pencegahan korupsi yang dimuat dalam Stranas PK, hal ini dikarenakan Stranas PK memuat arah kebijakan beserta fokus dan sasaran pencegahan korupsi secara komprehensif, yang dimana dalam implementasinya membutuhkan peran partisipatif berbagai pihak guna mendukung keberhasilan upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Selain itu, penulis juga berpesan bahwa menjadi penting untuk memberikan atensi terhadap berbagai sektor yang memiliki kerentanan terhadap praktik tindak pidana korupsi seperti pada lingkungan instansi pemerintah, sehingga kemudian dapat dilakukan aksi pencegahan korupsi secara efektif guna mencegah terjadinya praktik tindak pidana korupsi pada tempat tersebut. Pesan lain yang disampaikan oleh penulis adalah bagaimana upaya reformasi birokrasi yang dilakukan seharusnya tidak hanya berfokus pada reformasi birokras secara struktural, namun juga secara kultural. Adanya budaya relasi kuasa yang menyebabkan instansi pemerintah menjadi rentan terhadap praktik tindak pidana korupsi, menunjukan bahwa terdapat nilai, budaya, atau kebiasaan dalam lingkungan instansi pemerintah yang harus dirubah guna mendukung aksi pencegahan korupsi, perubahan tersebut dapat dilakukan melalui upaya reformasi birokrasi yang dilakukan secara kultural.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H