Mohon tunggu...
Dhea Aulia Shofitri
Dhea Aulia Shofitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Gunung Djati

Education Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

4 Prinsip Mutu Perspektif Philip Crosby

1 April 2024   09:15 Diperbarui: 1 April 2024   09:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

4. The measurement of quality is the price of non-conformance (PONC), not indices. (Pengukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian, bukan indeks)

Bagi saya, ini menyiratkan masalah yang berkaitan dengan "kebenaran". Namun seperti yang telah saya sebutkan, ada banyak hal yang melampaui persyaratan. Ditambah lagi – persyaratannya bisa saja salah, atau disalah artikan jika persyaratannya ambigu (seperti pernyataan “Mary punya seekor domba kecil” – apakah Mary punya seekor domba peliharaan? Atau apakah dia makan sedikit daging domba untuk makan malamnya?… pernyataan dapat ditafsirkan dengan cara apa pun).

Ukuran ini memperhitungkan dampak kegagalan, ketika sesuatu dilakukan secara tidak benar dan tidak memenuhi persyaratan. Biasanya, kegagalan menghabiskan biaya sekitar 25 persen dari angka penjualan.  (PONC juga dapat berdampak pada kehidupan pribadi, ketika gagal mematuhi persyaratan sehari-hari.) Sebagian besar biaya kegagalan (PONC) disebabkan ketika manajemen tidak menetapkan persyaratan yang dapat dicapai dan tidak memaksa semua karyawan untuk menanggapi persyaratan dengan serius. 

Dalam mengukur dan memperhitungkan biaya kegagalan ketika dilakukan secara tidak benar dan tidak memenuhi persyaratannya. Sebagian besar biaya kegagalan disebabkan ketika manajemen tidak menetapkan persyaratan yang dapat dicapai dan tidak memaksa seluruh karyawan untuk memperhatikan persyaratan tersebut dengan serius.

“Quality is the result of a carefully constructed cultural environment. It has to be the fabric of the organisation, not part of the fabric.”- Philip Crosby

I like this quote as it resonates with how I believe companies should think about this from an organisational cultural level, rather than quality being an add-on to think about after something is built.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun