Mohon tunggu...
dhesy badrina
dhesy badrina Mohon Tunggu... Jurnalis -

Mahasiswa yang sedang dan akan meracik pengalaman sebagai embrio lahirnya tulisan. Racikan pengalaman berdasarkan kesadaran diri. Tak peduli pandangan orang lain yang bisanya membekukan kreatifitas. Hanya menulis untuk berbagi informasi seputar kehidupan sosial, budaya, dan lainnya dari pelosok negeri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mengejar Indra Sjafri (2) ;Ketika Gerakan Bola Menjelma Sebagai Tarian Indah

15 Juni 2014   04:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:41 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14027582251880459013

Sepeda motor terus melaju dengan kecepatan 60 km per jam. Saat itu lampu merah di sepanjang jalan protokol kota Banda Aceh belum menyala. Jam baru menunjukkan 6 lewat 20 menit. Hanya terlihat satu dua kendaraan umum membawa penumpang menuju pusat kota. Maklum, bekas hujan yang mengguyur Banda Aceh malam itu belum sepenuhnya kering.

Dalam kondisi mengendarai sepeda motor, saya kembali memutar ulang, memori perjumpaan saya dengan Indra dan anggota Timnas U-19 pada 4 Juni. Ketika saya meminta izin untuk mengikuti Indra selama berada di Banda Aceh.

Memastikan bahwa saya tidak sedang bermimpi, pagi itupun saya langsung menuju hotel tempat Indra dan Timnas menginap. Menagih janji semalam, mengikuti Indra dan Timnas seharian.

“Brrrrrrrrr... Brrrrrr…” di depan hotel, mesin bus Superstar sedang di panaskan. Tidak hanya bus yang sudah di siapkan panitia. Tepat di samping parkiran roda dua,  dua unit mobil Lantas dan empat orang polisi berpakaian lengkap standby. Siap mengawal pagi timnas di Banda Aceh.

Pasalnya, mudahnya mengakses informasi lewat media sosial, menjadikan fans Timnas U-19 tahu apa saja yang sedang dan akan dilakukan oleh tim bola kesayangan mereka itu. Apa lagi persoalan me-upload foto dengan pemain sepak bola.

Contohnya saya. Begitu mendapat kesempatan foto bersama Indra Sjafri. Langsung di upload. Sayang sekali jika tidak share kepada teman-teman lain.

Pagi itu belum terdeteksi adanya manusia dalam bus tersebut. Syukurlah! Saya belum terlambat.

Hanya ada dua orang memakai trining biru dongker di teras hotel. Trining, seperti yang Indra Sjafri gunakan tadi malam!

“Pagi pak? Saya Desi. Mahasiswa UIN Ar-Raniry.” Mencoba berkenalan dengan dua orang itu.

“ Oh. Saya Jarot,” ujarnya.

“ Apa Timnas mau latihan pagi ini pak?”

“Ya,” terdengar aura waspada dari jawaban singkatnya itu.

Saya tak ambil pusing. Terus bertanya basa-basi seputar bagaimana pendapatnya tentang Aceh, apa Timnas istirahat cukup tadi malam, bagaimana persiapan mereka untuk pertandingan 6 Juni besok, dan seterusnya .

Saya masih saja mencari topik yang hangat berusaha mencari informasi lebih. Sampai akhirnya saya memancing soal kopi. Benar saja. Suasanya langsung akrab ketika bicara kopi.

“Bapak sudah kena kopi Arabika Gayo khas Aceh?”

“Bukannya sama saja dengan kopi di pinggir jalan.” Kata Jarot.

“Ya beda dong pak. Ini Arabika. Biasa bapak minum kopi apa?“

“Saya biasa minum kopi Kapal Api. Kalau pergi jauh begini biasa saya bawa stok banyak” tutur Jarot.

“Wah, rugi dong pak, nyampe Aceh minumnya Kapal Api. Nanti kalau bapak ada luang, saya akan ajak ke kedai kopi arabika. Kebetulan di belakang hotel ini ada satu. Bisa di tempuh dengan berjalan kaki.”

Saya sedang tidak memerlukan jawaban soal kopi. Tapi saya yakin sudah memberikan kesan baik pada perkenalan pertama itu.

“Oh ya, semalam saya sudah minta izin pak Indra untuk ikut melihat timnas latihan. Apa bisa saya nebeng satu bus dengan timnas?”

Mukanya langsung waspada. “Oh nggak bisa. Cuma anggota tim dan oficial yang bisa naik bus ini.” kata Jarot. Kandas sudah harapan satu bus dengan pak Indra.

Sepuluh menit berlalu. Dari dalam hotel terlihat sekelompok orang menuju ke arah saya dan dua kenalan baru itu.

Bagaikan itik melenggang di belakang induknya. Jalan anggota timnas pun demikian. Namun tidak ada kesan loyo karena harus beraktifitas dalam cuaca yang tak bisa dibilang bersahabat.

Meskipun halaman hotel ini berpagar beton, bus yang terpakir di baliknya menguntungkan posisi tepat saya berdiri saat itu. Saya berdiri tepat di sebelah kanan tangga menuju halaman hotel, menghadap ke arah bus.

Ketika Indra dan Timnas  akan menaiki  bus, secara tidak sengaja mereka juga melewati gadis Aceh yang satu ini.

Dalam jarak satu meter dengan timnas lah, saya merasakan semangat dan rasa percaya diri yang kuat dari setiap anggota yang melewati saya pagi itu. Terutama Indra Sjafri!

“Pagi Pak Indra?” Indra menyunggingkan senyum saat saya menyapanya.

“Pagi,” balasnya.

Kamis 5 Mei, pukul 6 lewat 30 menit. Bus Superstras melaju membawa serta Indra dan Timnas menuju Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh…

Lapangan sepak bola itu di pagari kawat setinggi dua meter. Lokasinya berseberangan dengan SD Lhong Raya. Hanya 50 meter dari stadion utama. Tempat terselenggaranya pertandingan Timnas U-19 melawan tim Aceh U-21.

Sebelumnya, tak ada yang istimewa dari lapangan berpagar kawat itu. Namun pagi ini lain. Indra Sjafri dan Timnas yang membuatnya berbeda.

Saat bus timnas melewati pagar halaman stadion, sekitar 4 sepeda motor mengekor di belakangnya.

Dua dari empat sepeda motor itu ternyata orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah. Sedangkan dua lainya adalah fans timnas.

Dari fans timnas itu, ada sepasang yang menarik perhatian saya. Namanya  Iqbal (12 th). Dia melihat latihan timnas bersama kakeknya. Saat itu Iqbal sedang libur sekolah. Dia baru saja mengikuti UN SD minggu terakhir Mei, dan sedang menunggu pengumuman kelulusan pada Juni ini.

Masih ada bekas cairan kering di sudut mata Iqbal. Rambutnya seperti baru saja diterjang angin topan. Ia memakai baju kaos dan celana kaos pendek.

“Bapak fans timnas juga ya?” tanya saya kepada kakek Iqbal.

“Bukan saya. Saya cuma ngantarin cucu,” tunjuknya ke arah Iqbal.

Timnas sudah berada di balik pagar berjeruji kawat ketika saya dan Iqbal menghampiri pinggir lapangan. Sekilas saya melihat ke arah Jarot. Dia sedang memakai sepatu.

“Pak, saya boleh masuk lapangan?” tanya saya kepada  Jarot.

“Nggak bisa. Kamu lihat kami dari luar saja,” tegas Jarot.

Layaknya upacara pembukaan, latihan timnas pun begitu. Ada wejangan pembuka dari Indra Sjafri sebelum latihan dimulai sekitar 5 menit. Baru setelah itu mereka melakukan pemanasan.

Dalam pemanasan ini, setiap anggota tim dibagi 4 kelompok. Sesuai jobnya masing-masing. Diantaranya; kelompok kiper 3 orang, sayap kanan 9 orang, gelandang tengah 10 orang, dan sayap kiri 8 orang. Tiap kelompok didampingi satu pelatih.

Mudah menandai kelompok itu karena mereka berdiri sesuai posisi saat permainan sepak bola sedang berlangsung.

Menyaksikan latihan timnas, layaknya melihat seni tari versi baru dengan bola. Terstruktur dan berpola! Kalau di Sumatra Barat ada tari piring, maka latihan timnas bisa disebut tari bola. Gerakannya; menyundul, menendang, menangkap, dan menggiring bola.

Dari ke-empat kelompok itu, dua kelompok yang mampu mencuri perhatian saya. Kelompok kiper dan sayap kiri.

Dalam kelompok kiper, hanya dua manusia yang saya kenal. Rafi. Sang kiper. Dan Jarot. Pelatih kiper.

Tiga kiper latihan bergantian menangkap bola. Berlatih di pinggir gawang hanya untuk merefleksikan gerakan tangan, kaki dan mata selama lebih kurang 20 menit. Baru kemudian mereka bermain di area gawang.

Gerakan tiga kiper saat menangkap bola itu enak di pandang. Mereka punya gaya konsisten ketika menangkap bola. Seperti gaya jatuh ke rumput setelah berhasil mendekap bola. Jatuhnya Indah sekali!

Di wilayah gawanglah kemudian Jarot menguji anak didiknya dengan berbagai tendangan setelah pemanasan refleksi 20 menit. Dari sekian banyak tendangan,  ada empat tendangan yang tidak berhasil ditangkap.

“Nahkan jebol!” ujar Jarot ketika kiper tidak bisa menyelamatkan gawangnya.

“Ayo perhatikan bolanya!” untuk yang kesekian kali gawang kembali dijebol Jarot.

“Lihat bolanya!” Begitulah Jarot menegur kiper-kiper muda itu.

Sedangkan kelompok sayap kiri menarik karena saat pemanasan berlangsung, Indra Sjafri memberi perhatian lebih pada kelompok ini. Merasa heran, saya pun mencoba mengikuti pandangan mata Indra Sjafri.

Jika ke tiga kiper tadi, latihan dengan serius, maka kelompok sayap kiri ini berbeda. Mereka lebih riang dalam pemanasan. Entah apa yang dilakukan sang pelatih, sampai mereka terlihat bahagia dalam pemanasan itu.

Eits… Tunggu dulu. Mereka senang pasti punya alasan. Bagaimana tidak senang, yang melatih ternyata bukan pelatih biasa. Pelatih mereka adalah pelatih Plus. Cuma ada satu di Indonesia. Dan itu hanya ada di Timnas!

Bertubuh paling kecil. Namun sangat disenangi dan disegani anggota timnas U-19. Akan ada sesi tersendiri bicara soal pelatih yang satu ini.

Pemanasan sekitar 30 menit itu, ditutup dengan arahan dari Indra Sjafri. Timnas pun dibagi menjadi dua kelompok untuk diuji sesama timnas.

Permainan pun berlangsung. Indra Sjafri sebagai wasitnya. Wasit pada latihan ini, berfungsi mengarahkan pemain dan mengatur strategi permainan.

Beberapa kali Indra menyetop permainan karena pemain melakukan kesalahan. Berikut kalimat tegas Indra kepada Timnas U-19 saat latihan berlangsung.

“Untuk apa ada kamu disitu?” kata Indra, mengejutkan seorang pemain ketika melewatkan bola dari anggota timnya.

Bukan hanya penggiring bola yang sering ditegur Indra saat latihan. Kiper yang agak santai karena tak kunjung mendapatkan bola pun, tidak luput dari amatannya.

“Ikut bermain dengan kawan! Jangan tidur di depan gawang!” tegur Indra kepada kiper.

Puncak latihan hari itu, terjadi pada 10 menit terakhir. Ketika seorang pemain mencoba menjebolkan gawang lawan. Tiba-tiba saja Indra menghentikan permainan. Padahal bola hanya tinggal 4 meter lagi dari kotak pinalti.

“Jangan mengarahkan bola pada kawan yang sedang dikawal lawan! Lihat kawan yang yang menganggur. lihat kawan!” kata Indra setengah berteriak agar didengar semua penghuni lapangan.

Kemudian, gerakan menggiring dan mengoper bola itu kembali diulang. Hingga terjadi sebuah gerakan berirama. Hasil kolaborasi tiga pemain di wilayah kotak pinalti. Irama yang berbuah gol untuk ketiga pemain timnas tersebut.

“Bagus!” Sorak Indra diiringi tepukan tangan dari semua anggota tim.

Begitulah Indra Sjafri. Tak segan-segan menegur anggota timnas jika salah dalam bermain.  Namun juga tak sungkan memberikan apresiasi bila anggota tim malakukan kolaborasi seperti saat latihan pagi itu.

Latihan tersebut ditutup dengan yel-yel yang yang didendangkan bersama. Indra Sjafri juga ikut menyumbang suaranya. Dipimpin seorang anggota timnas. 36 manusia berpakaian senada itu pun terlena dengan semangat membatu (Baca buku timnas :Semangat membatu).

Di luar lapangan, puluhan fans timnas sudah siap untuk bertemu dengan sang pemain sepak bola idola mereka.

[caption id="attachment_342682" align="alignleft" width="450" caption="Melihat Timnas U-19 latihan, seperti menyaksikan tarian bola. Rancak Bana!"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun