Mohon tunggu...
D. Henry Basuki
D. Henry Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kerinduan akan bersatunya seluruh lapisan masyarakat dalam suasana damai menjadikan tekun dalam Interfaith Comitte Kota Semarang (IFC), Hati Nurani Interfaith Forum (Hanif), Paguyuban Manusia Ranah Semesta (PAMARTA), Forum Keadilan dan Hak Azasi Umat Beragama (Forkhagama) serta Bhinneka Swa Budaya Nusantara (BSBN) Kiprah sebagai Pandita Agama Buddha dalam MAGABUDHI (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia) bukan melulu melaksanakan pembinaan agama Buddha di pedesaan Jawa Tengah, namun berusaha mengembangkan serta memelihara budaya lokal maupun budaya nasional Indonesia yang pluralis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menulis di Atas Batu

16 September 2014   23:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:30 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kehidupan kita adakalanya kita menerima budi baik dari pihak lain, mungkin itu teman, sahabat, saudara atau siapa saja. Kita merasa bahagia, senang bahkan memuji si pemberi. Atas kebaikan ibaratnya kita tuliskan di atas batu yang keras. Tulisan itu akan bertahan lama. Tulisan itu merupakan prasasti yang terkenang sepanjang masa (kalau memungkinkan)

Kita dapat juga menjadi si pemberi, Kita berikan apa yang bisa kita berikan sebagai rasa metta, kemudian kita kembangkan mudita, ikut bergembira melihat kegembiraan pihak lain. Bisa memberi merupakan “kepuasan batin”, memberi dengan ikhlas. Titik.



Ada suatu kisah tentang seekor kelinci yang mempunyai tiga sahabat seekor monyet, seekor anjing hutan dan seekor berang-berang. Mereka bersama hidup rukun dan damai dalam sebuah hutan. Di antara ketiganya, kelincilah yang paling bijaksana.



Pada suatu hari uposatha, bulan purnama terlihat indah, sang kelinci mengajak sahabat-sahabatnya untuk meningkatkan kualitas hidup. Ketiga sahabat diajak mempraktekkan dana. Mereka sepakat bila ada orang minta sesuatu akan diberikan dengan rela. Melaksanakan sila dan dana merupakan perbuatan mulia. Peningkatannya pada Hari Uposatha ada tuntunannya dalam agama Buddha.



Kesepakatan keempat makhluk ini merupakan tekad. Persediaan logistik yang dimiliki kelinci adalah rumput, berang berang memiliki ikan yang ditemukan tergeletak di tanah. Monyet memiliki sebuah mangga manis, anjing hutan mermiliki ikan kering dan labu.



Ketika keempatnya sedang membahas pelaksanaan dhamma, datang seorang brahmana yang ketika ditanya menjelaskan bahwa dirinya lapar. Kalau seandainya sang brahmana mendapatkan makanan, maka ia akan tenang melaksanakan niat sucinya. Berang berang menanggapi dengan cara ingin memberikan ikan yang dimiliki, namun sang brahmana menolak dengan mengucapkan terima kasih. Giliran kedua anjing hutan ingin memberikan ikan kering, juga ditolak oleh sang brahmana. Giliran monyet yang akan memberikan mangga manis, milik berharga baginya, juga ditolak oleh sang brahmana.



Giliran keempat ada pada kellinci yang memiliki rumput. Kelinci amat bergembira memperoleh “kesempatan emas” memberikan dana. Apakah sang brahmana akan diberi makanan rumput ?



Beginilah ceritanya: sang kelinci minta brahmana untuk mengumpulkan dahan kering, kemudian membuat api. Ketika api sudah menyala cukup besar dengan tekad membajakelinci berkata bahwa sebentar lagi brahmana dipersilahkan menikmati daging kelinci. Kelinci menggoyang goyangkan tubuh agar kutu yang melekat pada bulunya jatuh, kemudian melompatlah ia ke dalam api menyala, siap memberikan dana daging bakar untuk dimakan sang brahmana.



Di atas api ternyata kelinci tidak terbakar, bahkan sehelai bulupun tidak. Sang brahmana ternyata adalah Dewa Sakka yang dengan kekuatan iddhi yang dimiliki sanggup membuat api tidak berfungsi. Sang kelinci yang bertekad mempersembahkan dirinya untuk menyelamatkan makluk lain dari kelaparan telah diselamatkan. Dewa Sakka menguji tekadkelinci melakukan salahsatu addhitthana yang terpuji. Untuk mengenang tekad Dana Paramita kelinci, Dewa Sakka menggambar bentuk kelinci pada bulan. Tidak hanya di tulis di atas batu, namun goresannya digambarkan di bulan, demikian salahsatu cara menandai peristiwa dahsyat yang kita jumpai.



Dengan contoh demikian, diibaratkan menulis catatan di atas batu kita tidak melupakan kebaikan pihak lain. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang cepat melupakan kebaikan, namun mengingat peristiwa pahit yang dialaminya.



Adakalanya kita “disakiti” oleh pihak lain. Tentu kita akan merasa dongkol, bahkan “marah”. Jangan kita pelihara kemaran, kedongkolan itu melekat pada sanubari kita. Marilah kita tuliskan kedongkolan dan kemarahan kita “di atas hamparan pasir”. Kita pindahkan dari diri kita di atas pasir di tepi pantai. Tidak lama lagi tulisan itu akan lenyap dan kita tidak melekat pada kedongkolan dan kemarahan. Kita terbebas sehingga bisa menikmati hidup bahagia. Berdasarkan Hukum Karma, sipelaku perbuatan bajik akan memetik hasil perbuatan terpujinya dan sipelaku perbuatan tercela akan memetik hasil perbuatan tercelanya.



Dengan pancaran metta, karuna, mudita dan upekha kita akan hidup berdampingan dengan seluruh isi alam semesta dalam kedamaian dankedamaian.

Sabbe satta bhavantu sukkhitattã

Semoga semua makhluk berbahagia ~sadhu, sadhu, sadhu !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun