Mohon tunggu...
Dhenok Hastuti
Dhenok Hastuti Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

penyayang binatang, penikmat kopi, penyuka musik dan film, pembaca buku yang buruk, dan penulis yang terus belajar; mari berkunjung ke rumahku: http://www.dhenokhastuti.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Kompos dan kapsul cacing, untuk lingkungan dan kesehatan

15 November 2012   04:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:20 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah pernah mengalami demam tifoid? Kalau iya, besar kemungkinan tau obat cacing penurun panas. Ya, sudah lama cacing tanah (Lumbricus Rubellus) dipercaya dapat membantu penyembuhan tifoid. Selain itu juga dimanfaatkan untuk aneka penyakit lain seperti diare, malaria, bahkan stroke. Sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukkan hasil valid terkait khasiat cacing tanah dalam kasus penyakit-penyakit tersebut. Tapi secara empirik, pengobatan Cina, Korea, Vietnam, dan banyak tempat lain di Asia Tenggara jauh-jauh hari sudah menjadikan ekstrak cacing ini sebagai bagian dari pengobatan mereka. Bahkan khusus di Cina, cacing tanah telah dicantumkan dalam ‘Ben Cao Gang Mu’, buku bahan obat standar (farmakope) pengobatan tradisional China. Di China, cacing tanah akrab disebut ‘naga tanah’. Terlepas dari soal penelitian, beberapa hari lalu aku singgah ke tempat pembuatan kapsul cacing ini. Lokasinya di Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. [caption id="attachment_216463" align="aligncenter" width="604" caption="cacing tanah, bahan utama kapsul cacing"][/caption] Tempat pembuatan kapsul berupa bangunan semi permanen, berdiri di bagian kanan komplek kantor kelurahan. Bangunan berukuran lebih kurang 5×15 meter itu membujur dari tepi sungai sisi jalan raya hingga berbatasan dengan rumah dinas lurah. Memasuki bangunan, aroma tanah basah bercampur fermentasi yang menyengat menyambutku. Aroma itu datang dari kotak-kotak kayu  yang berjajar rapi di dua sisi berseberangan dalam bangunan. Dalam kotak-kotak inilah cacing tanah dikembangbiakkan. Kotak-kotak kayu ini berisi tanah gembur dengan ketinggian sekitar setengah tinggi kotak. Benih cacing dimasukkan ke tanah dalam bentuk telur (berikutnya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan). Sebagai sumber makanan, dimasukkan ke dalamnya campuran limbah organik berupa sisa-sisa buah dan sayuran yang sudah diperam bersama ampas kelapa selama 3 hari. Untuk mempercepat proses fermentasi, limbah buah dan sayur dibuat dalam potongan kecil terlebih dahulu. Bisa dicacah sekadarnya, tapi lebih baik dalam bentuk halus. Dibutuhkan 1 kilogram limbah organik untuk 1 kilogram cacing. Sehari sekali, hingga cacing siap dipanen. Cacing sudah bisa dimanfaatkan pada umur 21 hari. Pada  usia tersebut, cacing diambil dari area kembangnya. Diletakkan dalam kotak terpisah, tanpa tanah dan makanan. Karena di kotak ini cacing dibiarkan berproses mengeluarkan kotoran. Proses ini butuh waktu minimal sehari semalam. Setelah itu cacing diangkat dan dicuci bersih. Sedangkan kotoran yang ditinggalkannya dimanfaatkan sebagai kompos. Proses berikutnya adalah mencuci cacing hingga bersih dan sama sekali terbebas dari kotoran. Cacing yang telah bersih dimasukkan ke dalam panci dengan air yang telah dididihkan terlebih dahulu. Setelah mendidih kembali, cacing rebus ditiriskan dalam wadah terbuka. Diangin-angin hingga cukup kering, lalu dioven dengan suhu tinggi hingga betul-betul kering. Cacing sudah siap dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk cacing ini lalu dikemas dalam bentuk kapsul. Dijual dalam kemasan strip dan botol. Satu strip berisi 10 kapsul dijual seharga Rp 7.500 dan botol berisi 30 kapsul harganya Rp 30.000. Pengolahan kapsul dan kompos cacing ini dilakukan oleh warga Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, sebagai usaha bersama masyarakat. Salah seorang warga pengelola yang kutemui, Warjo, mengatakan penjualan kapsul cacing ini belum memadai. Karena terganjal ijin kesehatan (yang sedang dalam pengurusan), pemasaran kapsul cacing belum bisa menjangkau wilayah yang lebih luas. Baru sebatas Kecamatan Pademangan. Saat ini Warjo hanya bisa mengolah 5 kg cacing dalam sekali produksi. Dari 5 kg cacing ini dihasilkan 7 ons hingga 1 kg bubuk cacing. Dari jumlah itu dihasilkan 1.000 hingga 1.500 kapsul cacing. Produksi kapsul belum dapat dilakukan rutin karena dikhawatirkan akan over produksi. Warjo sendiri optimis, upayanya bersama sejumlah warga Ancol ini ke depan akan membuahkan hasil. Setelah mendapat registrasi kesehatan, ia yakin 33 kotak kayu yang tersedia di rumah produksi ini akan dimanfaatkan dengan baik dan menjadi sumber penghasilan yang baik juga untuk warga. Selain itu sekaligus menjawab kebutuhan akan pemanfaatan limbah sampah rumah tangga. Ada yang berminat untuk budidaya juga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun