Kita memiliki kecenderungan untuk membaca dan melihat konten dari sisi yang kita sukai, bukan dari sisi yang menyatakan kebenaran. Kita sangat suka nilai kepedulian dan persamaan, sehingga kita langsung menilai negatif gerai baju tersebut, termasuk karyawan gerai baju itu. Ya meskipun dalam kehidupan nyata, mungkin kita bukanlah orang yang peduli dan orang yang menjunjung tinggi persamaan hak. Dalam membaca informasi, sadar atau tidak, kita akan memilih hal-hal yang mendukung pendapat kita (confirmation bias).
Keadaan ini diperparah dengan efek psikologi Dunning-Kruger. Mereka yang memiliki kemampuan intelegensia rendah cenderung tidak dapat memahami kekurangan dirinya tersebut dan justru meningkatkan perasaan superioritas yang dimiliki dirinya. Mereka akan semakin nyaring menyuarakan suatu pendapat meskipun pendapatnya tersebut salah. Sedangkan mereka yang memiliki intelegensia yang tinggi cenderung akan menilai rendah kemampuan yang dimilikinya sehingga kepandaiannya hanya untuk dirinya sendiri atau untuk kalangan terbatas saja.
Pendidikan adalah Kunci
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan komitmennya bahwa dana APBN untuk sektor pendidikan berada di angka 20%. Jumlah 20% pada APBN merupakan angka yang sangat besar, namun demikian hal tersebut diharapkan dapat mewujudkan pendidikan yang baik di Indonesia. Dengan pendidikan diharapkan akan dapat mengubah generasi bangsa menjadi lebih baik. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya berbicara sektor formal, tetapi juga mengenai edukasi literasi keuangan, kepribadian, sikap integritas, dan penggunaan media sosial informasi.Â
Coba kita lihat melalui kasus prank gerai baju di atas. Apabila bapak dan anak yang berpenampilan gelandangan tersebut memiliki hal akademik yang lebih baik serta kebijaksanaan, seharusnya mereka akan memilih untuk tidak membelanjakan uang yang dia punya hanya untuk membeli baju mahal di gerai baju terkenal.Â
Apabila poinnya adalah berpakaian, maka mereka akan membelanjakan uang mereka untuk membeli pakaian yang sesuai dengan uang mereka. Atau pun, bila mereka memiliki uang berlebih, maka mereka akan gunakan untuk mengubah penampilan terlebih dahulu dengan mandi, membeli pewangi badan, dan lainnya.
Bila masyarakat kita berpendidikan, maka kita akan dapat menempatkan diri pada situasi dan kondisi. Kita tidak mungkin menggunakan sandal untuk bermain bola apabila berada di tengah lapangan bola. Kita tidak mungkin memesan nasi teri bila berada di restoran western. Begitu juga bila kita sedang berada di gerai baju terkenal. Kita tidak mungkin membeli di gerai baju tersebut dengan tidak menggunakan alas kaki, belum mandi, dan tampil kumuh.
Coba kita lihat dari segi netizen, segi yang tak kalah menarik karena sangat besar dalam jumlah pengguna sehingga dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat kita. Apabila netizen kita lebih berpendidikan dan bijaksana, maka mereka tidak akan mudah menanggapi konten tersebut dengan komentar sinis dan bersifat menghakimi. Netizen yang memiliki intelegensia tinggi akan menelaah informasi terlebih dahulu baru berkomentar seperlunya.
Pada akhirnya memang revolusi pendidikan terutama pada sektor informasi perlu dilakukan untuk memberikan kita peringatan agar berhati-hati. Pada satu sisi kita memiliki keterbatasan dan kekurangan, pada sisi lain kita harus berhadapan dengan orang-orang yang terlihat expert padahal intelegensia rendah.Â
Jumlah yang sangat besar maha benar netizen akan memberikan dampak layaknya pedang bermata dua. Dampak positif maupun dampak negatif.Â
Pendidikan adalah kunci agar maha benar netizen dapat menjadi netizen yang terdidik, berintegritas dan memiliki kebijaksanaan dalam bermedia sosial.