Kemarin jam 23:26 ini hanya sekedar rekaman yang didorong oleh "rasa" saat ada yang melintas; kalaulah masih boleh ber-obsesi, inginnya terobsesi meraih kearifan disegala situasi dan kondisi, melalui latih jiwa untuk semakin ikhlas, pasrah disetiap denyut ikhtiar/gerak. InsyaAllah. Secara simbolisasi, ada tiga jenis "orang": Orang kerdil. Orang yang cenderung mengerdilkan dirinya dgn mindset bahwa dirinya terbatas/limitatif, penuh excuse (excusitif), penolakan gak puguh lagu kata orang betawi. Ia hanya bergulat pada hal-hal yang remeh, kecil lingkupnya. Orang "sedang2 saja/biasa" Orang yang mensugesti diri bahwa dirinya punya kemampuan/bisa meraih keinginannya dengan segala "potensi"nya (seringkali tanpa disadarinya, jadi sombong/egosentris) yang haus "pengakuan diri. Orang besar. Adalah makhluk yang telah berdimensi manusia, karena ia telah meraih kearifan yang ditegakkan oleh nilai2 mulia, nilai keTuhanan yang tampil mengalir dalam laku (berkebajikan); adil, sabar, tabah, rendah hati, tulus, jujur, tanggung jawab, disiplin, berempati, responsif dan lainnya. Manusia ini telah mencapai ambang kesadaran diri sejati yang "terjaga", "sadar" bahwa ia makhluk yang misioner /amanah karena berorientasi pada "kwalitas kehidupan", yaitu senantiasa memelihara hubungan penghambaan yang intens dengan sang Khalik, selalu mengingat, berucap, bertindak dalam adab hamba yang ihsan, iman dan taqwa, sehingga selalu merasakan tatapan Tuhannya yang penuh cinta, dan hubungan yang tulus-santun dan adil dengan segala makhluk disekitarnya dan alam semesta dalam gerak perilaku, bukan sebatas ilmu/teori/retorika, sehingga mengedepankan sikap melayani (mendahulukan kewajiban daripada hak). Sebaik-baik proses pencerahan adalah melalui proses (latihan) "mengalami"/merasakan, bukan hanya "katanya" si anu/ literatur/referensi yang hasilnya jadi hanya "kayaknya"/sepertinya. Kompilasi dari keduanya ("mengalami" dan "katanya") akan hasilkan sinerji, efektifitas pelipat-gandaan "pencapaian", selama panglimanya adalah "mengalami". Manusia jenis yang terakhir ini sejatinya berada dalam kondisi out of the box karena “sadar” dalam bedakan mana “alat” dan mana”tujuan”, karena fitrahnya telah "ditegakkan" dan berporos pada Kuasa Ilahiah! Unlimitation! Maka, sekiranya kita bisa dipertemukan dengan "sosok" ini, meskipun secara tidak head to head, jadikanlah ia guru mursid. Jangan skeptis, "sosok" ini ada ditengah-tengah kita, hanya kita tertabir (hijjab) oleh persepsi /mindset yang sedang "terbelenggu" oleh sikap dan perilaku kita sendiri yang "kurang" berkesadaran. Guru mursid dalam “persepsi” saya tidaklah selalu dalam wujud sosok manusia. Ia juga adalah dalam wujud peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita. Bisa “hadir” dalam peristiwa yang sepertinya sederhana hingga peristiwa yang kompleks, sensasional atau besar, hanya masalah bersedia atau tidak “membaca” pesan yang dikandung dalam peristiwa yang melintas/hadir. Seorang sahabat saya, mas Juni nama beliau, menyampaikan penjelasan, yang jujur saja “nyangkut” juga dalam hati saya. Kurang lebih ungkapannya demikian; Kata “hadir” punya benang merah dengan nama dan cerita Nabi Khaidir As yang dimitoskan masih hidup sampai sekarang, wallahualam bissawwab, beliau kerap muncul disisi sesorang yang “layak” mendapatkan :”hadiah” yang selalu dibawa untuk diberikan pada orang tersebut. Hadiah itu tak ternilai, ibarat sebuah berlian atau mutiara yang berkwaltas tertinggi. Pesan disini adalah; ketika kita dihadapkan pada sebuah masalah yang kurang nyaman, kadang dikatagorikan sebagai musibah, jangan palingkan "wajah", tataplah dengan santun karena sebenarnya Nabi Khaidir sedang datang, “hadir” membawa “hadiah” jika kita bersedia menerimanya dengan cara menyikapi problem yang “hadir” melalui sikap yang sabar, senantiasa mensyukuri yang kita terima (dihadirkan) sebagai nikmatNYA, ikhlaskan semua yang di”Khaidirkan" (baca di hadirkan) lafazkan dengan segala “kerendahan diri” Laaillaaha Illallaah Muhammadan Rasululllah, dan kemudian serahkan semua hasil (berserah diri/total surrender) hanya kepada Allah SWT. Maka “serah terima” mutiara pun terjadilah diladang penuh amal sholeh di musim panen yang tidak kenal waktu karena kasih Tuhan yang tak pernah putus.. Jadi, yang “hadir” itulah guru mursid. InsyaAllah dengan "rejeki" masing-masing akan ketemu sendiri kok, hanya masalah waktu (momentum) dan bersediakah diri? Hidup ini pilihan, pilih hidup (orientasinya dzahir/materi/fana) atau kehidupan (orientasinya keabadian/nilai-nilai luhur, ke Tuhanan). mari kita jadikan hidup sebagai "alat" mencapai "tujuan" kehidupan yaitu Ridho Tuhan. Allah Azza wajjaalla. Okehlah klo begetoh, mari kita kEMon dengan berbagi dalam nuansa yang silaturahim. Just flowing by THOU, semoga...., amin. Kelembutan dan kesabaran daya mengaliri "kehidupan" dan senatiasa menemukan jalannya secara alami, perlahan mengikis batu, sabar mengalir disela dan celah kerasnya hati yang mem"batu", mengalir ikhlas karena "sadar kodrat" yang senantiasa mencari dataran lebih rendah sebagai wujud kepasrahan, kebawah meninggalkan hamparan bunga-bunga kehidupan yang merekah indah karena syukuri rahmatNYA, terus..terus...terus mengalir kesamudera cintaNYA. Subhanallah! Ditulis 13 jam yang lalu · Komentari · Dhian Endranu dibawah tatapan manusia yang purna karena keshalehannya, yang hadir hanya senyuman indah, ucapnya:" segalanya adalah kehendakNYA, setiap wujud punya perannya sendiri...Huwallah...Huwallah...Hu' Allah!" 11 jam yang lalu ·
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H