Dalam beberapa bulan terakhir beberapa daerah di Indonesia mengalami musim hujan dengan itensitas tinggi tidak terkecuali di Provinsi Jambi yang merupakan salah satu Provinsi di Sumatera, yang memiliki luas 53.435 Km2 dengan Jumlah Penduduk pada tahu 2010 3.088.618 jiwa (data BPS), Provinsi Jambi yang memiliki karakter wilayah yang berbeda – beda tentu setiap wilayah mempunyai peran masing – masing dalam keseimbangan lingkungan.Â
Beberapa wilayah kabupaten yang berada di daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Merangin, Kerinci, Sarolangun, Bungo dan Tebo merupakan kabupaten yang biasa di sebut dengan Kabupaten Hulu dilihat dari tutupan hutan ke 5(lima) Kabupaten tersebut memiliki topografi wilayah yang berbukit dengan tutupan hutan yang masih asri ini tidak lepas karena keberadaan Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat yang merupakan taman nasional terbesar di Indonesia berada dalam administrasi ke 4 (empat)Kabupaten tersebut.Â
Selain itu juga ada Taman Nasional Bukit tiga puluh dan Bukit dua belas yang merupakan kawasan hutan primer selain kawasan hutan lindung dan hutan produksi.  kabupaten lainya seperti Kabupaten  Batang hari, Tanjabtim, Tanjabar,Muaro Jambi dan kota Jambi yang merupakan kabupaten hilir yang dilihat topografi kawasan merupakan wilayah dataran rendah dengan daerah gambut dan rawa dengan tutupan hutan yang sudah banyak hilang dan berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan skala kecil dan skala besar.
Dilihat dari karakteristik wilayah Kabupaten hulu menjadi benteng terakhir bagi daerah hilir  karena kemampuan wilayah menyerap air jika musim hujan , jika berkaca dalam beberapa tahun terakhir ini masyarakat yang berada di wilayah hilir harus mulai terbiasa dengan tamu tahunan yang mereka hadapi. Wilayah hulu yang seharusnya menjadi benteng pertahanan saat musim hujan sekarangpun menangung resiko dari terjangan banjir jika di bahasakan sepertinya benteng sudah tidak mampu lagi menahan serangan.Â
Ini  terjadi bukan tampa sebab jelas ada yang salah dalam pengelolaan lingkungan yang ada sehingga daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak seimbang, seperti yang kita ketahui wilayah hulu jambi selama ini menjadi sorotan dalam perusakan lingkungan dan rencana alih fungsi lahan baik di sektor pertambangan dan perkebunan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa 4 Kabupaten di wilayah hulu Jambi menjadi wilayah dengan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) dengan mengunakan alat berat.Â
Pertambangan tersebut mencangkup 3(tiga) kecamatan di Merangin, 2(dua) kecamatan di Sarolangun dan beberapa wilayah di bungo yang beraktivitas di sepanjang DAS(Daerah aliran sungai) bahkan terkadang merambah beberapa kawasan hutan primer, dan mengubah aliran sungai alam sehingga aliran sungai yang dahulunya berkelok (meander) sekarang menjadi lurus dan terkadang tidak terarah karena pendangkalan akibat material sisa aktivitas pertambangan, selain aktivitas Pertambangan hilangnya tutupan kawasan hutan primer yang beralih fungsi menjadi perkebunan skala besar yang tidak terkontrol juga menjadi penyebab rusaknya lingkungan di wilayah hulu.
Wilayah hilir yang merupakan daerah resapan karena karakteristik wilayah yang merupakan dataran rendah yang seharusnya mampu mendukung debit air dari hulu sekarang tidak seimbang yang disebabkan beberapa faktor baik faktor pembangunan yang kadang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan dan penyempitan aliran sungai sehingga air memasuki areal pemukiman dan lahan masyarakat kedua wilayah ini mempunyai fungsi masing – masing perusakan lingkungan di hulu akan berakibat pada bencana di hilir dan bahkan kedua zona tersebut, musibah banjir yang terjadi bukan hanya berdampak pada aktivitas masyarakat kerugian ekonomi akibat kerusakan barang elektronik bangunan fisik gagal panen tapi juga mengakibatkan korban jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H