Mohon tunggu...
Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya hanya seorang penulis yang tidak terkenal.

Saya hanya pembaca yang baik dan penulis yang kurang baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selembar Daun dan Shalawat

9 Maret 2016   08:21 Diperbarui: 9 Maret 2016   08:39 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana hening. Mbah Guru terlihat terdiam sejenak. Dikeluarkan sebatang rokok, dinyalakan lalu dihisap.

"Pertanyaan yang sudah sering mbah dengar, Le. Mbah pun tak akan bisa menjawab "Sudah" atau "Belum". Sebab mbahmu ini tidak akan pernah tahu seberapa banyak amal orang lain. Barangkali cerita dari teman mbah ini bisa sedikit membantu kegundahan hatimu. Cerita ini konon katanya adalah cerita nyata, tapi mbah juga tidak tahu nyata atau tidaknya sebab hanya dengar dari seseorang. Namun, nyata atau tidak, mbah rasa akan ada hikmah yang bisa diambil dari dalamnya."

Mbah Guru memulai ceritanya, "Jadi begini ceritanya...."

//

Suatu ketika ada seorang nenek yang taat berjamaah sholat Dzuhur di sebuah masjid. Setiap selesai melaksanakan sholat, dia selalu menyempatkan diri untuk membersihakan halaman masjid dari daun-daun kering yang berserakan. Setiap hari seperti itu. Dengan tubuh yang sudah renta, terik siang yang membara, juga dengan segala ketulusan hatin, nenek itu nampak senang dan ikhlas.

Hingga pada akhirnya, takmir masjid tidak tega melihat nenek itu membersihakan halaman masjid setiap hari. Takmir pun berinisiatif untuk meminta bantuan seseorang agar membersihkan halaman masjid. Hal ini bertujuan supaya nenek itu tak lagi kerepotan.

Suatu hari, nenek tersebut terkaget-kaget karena halaman masjid yang sudah bersih. Tak ada lagi selembar daun yang bisa dipungutnya. Dia pun terlihat bersedih dan menangis. Takmir masjid bingung dengan keadaan ini. Bukankah seharusnya dia senang karena tidak lagi harus membersihakan halaman masjid? Tapi kenapa justru bersedih sampai menitikan air mata? Ketika ditanya mengapa nenek itu menangis, beginilah ia menjawabnya: "Jika kalian iba melihatku, maka biarkanlah aku membersihkan segala kotoran di sini. Termasuk dedaunan yang berserakan."

Takmir masjid terlihat bingung dengan apa yang dikatakan nenek tersebut. Akhirnya, dipenuhilah permintaan tersebut agar nenek tadi tidak lagi bersedih hati. Berganti hari, halaman masjid kembali kotor dengan daun-daun yang berserakan. Nenek itu terlihat senang memungutinya satu per satu. Karena heran, akhirnya salah seorang Kiai di masjid tersebut bertanya perihal kebiasaan nenek tersebut. Lagi-lagi sebuah jawaban yang mengagetkan terlontar: "Aku ini orang bodoh, Pak Kiai. Aku tahu amal-amalku yang kecil itu mungkin tidak benar aku jalankan. Aku tidak mungkin selamat dari hari kiamat tanpa syafaat Kanjeng Nabi. Setiap kali mengambil selembar daun, kusertai dengan mengucap satu Shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika aku mati, aku ingin Kanjeng Nabi menjemputku. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa aku telah membacakan shalawat kepadanya."

//

"Begitulah ceritanya, Le. Apa yang bisa kamu ambil dari cerita tersebut?"

Aku hanya diam mendengar pertanyaan dari Mbah Guru. Cerita yang baru saja kudengar masih saja belum bisa kupahami hikmah apa yang ada di baliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun