Mohon tunggu...
Dhea Maudia
Dhea Maudia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya Mahasiswi Jurnalistik - Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Happy Life

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Merajut Retorika Dakwah yang Menginspirasi

25 Juni 2024   23:02 Diperbarui: 25 Juni 2024   23:03 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah ilmu, dakwah dan retorika harus bebas dari nilai-nilai non-ilmiah, artinya, keduanya harus dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan semata, tanpa pengaruh dari faktor lain seperti adab. Namun, dalam prakteknya, adab tetap memainkan peran penting dalam dakwah dan retorika. Meski kedua ilmu ini bebas nilai, mereka harus mempertimbangkan kebenaran dan dampak yang ditimbulkan, sehingga terikat oleh adab yang bersumber dari ajaran agama dan budaya.

Dengan demikian, adab dan ilmu dalam retorika dakwah harus dipadukan. Prinsip ini sesuai dengan adagium "ilmu bukan untuk ilmu", melainkan untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ilmu harus mengabdi pada kemanusiaan, dan dalam konteks ini, adab memiliki peran yang sangat penting.

Secara praktis, retorika dakwah tidak hanya tentang menyampaikan pesan secara efektif dan efisien, menarik, dan atraktif, tetapi juga tentang menjaga kesopanan, keramahan, dan budi pekerti. Dakwah yang pada awalnya subjektif dan dogmatis harus disertai dengan nilai-nilai luhur. Retorika juga berasal dari budaya, seni bertutur, dan pengetahuan, sehingga pada puncaknya, retorika perlu diikat oleh adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia harus dipadukan dengan adab.

Begitu pula dengan dakwah. Berawal dari ajaran agama, berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, dan kemudian diakui sebagai ilmu dakwah yang harus didampingi adab. Dalam dakwah, kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai sangat penting.

Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah memiliki dua implikasi penting. Pertama, menghilangkan komodifikasi dakwah, yang menjadikan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah. Dai dan mitra dakwah dilarang keras membisniskan dakwah, tetapi boleh mendakwahkan bisnis, karena banyak nabi, sahabat, dan ulama yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah tanpa bergantung pada dakwah sebagai sumber penghidupan.

Kedua, memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan menjadikan dai profesional dalam arti yang sebenarnya. Profesionalisme bukan berarti terkenal, memiliki manajer, dan harus dibayar, tetapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika. Dai boleh bekerja dalam profesi apapun tanpa meninggalkan profesionalisme dakwah. Profesionalisme dalam konteks ini adalah sepenuh hati dalam menyampaikan dan mengamalkan dakwah berdasarkan adab dan ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun