Mohon tunggu...
Dhea Ika Felisa
Dhea Ika Felisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Elegi Dibalik Kebijakan Sistem Zonasi Bagi Anak-Anak Daerah Pelosok Negeri

29 Desember 2024   15:46 Diperbarui: 29 Desember 2024   18:18 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak-anak Kebingungan untuk Mendaftar Sekolah Karena Adanya Sistem Zonasi (Sumber: www.canva.com)

Kebijakan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan di Indonesia merupakan langkah pemerintah untuk mewujudkan pemerataan akses pendidikan. Melalui sistem zonasi ini, siswa diharapkan dapat bersekolah di lembaga pendidikan yang dekat dengan tempat tinggal mereka, sehingga menciptakan distribusi peserta didik yang merata. Namun, kenyataannya implementasi kebijakan ini menuai pro-kontra di berbagai kalangan, terutama di daerah pelosok negeri yang belum memiliki infrastruktur pendidikan yang cukup memadai. Ketidakhadiran sekolah negeri di wilayah pelosok membuat tujuan pemerataan yang dicetuskan oleh pemerintah justru sulit tercapai. Sebaliknya, hal ini kerap kali menempatkan anak-anak di pelosok negeri pada posisi yang kurang menguntungkan.

Di daerah perkotaan, sistem zonasi lebih mudah diimplementasikan karena banyaknya sekolah yang tersebar diberbagai wilayah. Siswa memiliki beragam pilihan sesuai dengan jarak tempat tinggal mereka. Namun, masalah geografis di daerah pelosok menjadi kendala besar. Banyak desa atau kecamatan yang belum banyak memiliki sekolah terutama sekolah negeri, sehingga siswa harus menempuh jarak jauh ke sekolah terdekat yang berada di luar zonasi. Lebih ironis lagi, ketika siswa tidak memiliki pilihan lain selain memilih sekolah swasta terdekat yang biasanya memungut biaya lebih mahal. Hal ini dikarenakan jika mendaftar sekolah negeri di daerah lain seringkali menghadapi prosedur administrasi yang rumit atau bahkan tidak diterima karena tidak memenuhi kriteria zonasi.

Dampak kebijakan zonasi semacam ini terasa sangat berat terutama bagi keluarga dengan ekonomi terbatas. Mereka tidak hanya harus menanggung beban biaya tambahan, seperti biaya transportasi atau sekolah swasta, tetapi juga menghadapi dilema besar antara melanjutkan pendidikan anak-anak mereka atau memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Di daerah pelosok negeri, dimana pendapatan masyarakat yang umumnya rendah dan lapangan pekerjaan terbatas, kebijakan zonasi menjadi hambatan serius bagi banyak keluarga untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar malah menjadi barang mewah yang sulit untuk mereka jangkau.

Jika dilihat dari kacamata anak-anak, kebijakan zonasi juga menciptakan perasaan ketidakadilan. Banyak anak yang bermimpi melanjutkan pendidikan disekolah yang memiliki fasilitas memadai, guru berkualitas, dan program ekstrakurikuler yang mendukung potensi mereka. Namun, dengan adanya kebijakan sistem zonasi pendidikan, kesempatan mereka menjadi sangat terbatas, hanya karena mereka tinggal di lokasi yang "salah". Hal ini berdampak pada motivasi mereka dalam belajar. Mereka tidak hanya merasa kecewa karena tidak diterima di sekolah yang mereka impikan, tetapi juga merasa terdiskriminasi secara tidak langsung karena kebijakan zonasi seolah-olah menilai mereka berdasarkan tempat tinggal, bukan berdasarkan kemampuan, minat, atau bakat yang dimiliki.

Dampak jangka panjang dari situasi ini sangat memprihatinkan, terutama ketika anak-anak tersebut ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Banyak perguruan tinggi yang memberlakukan seleksi ketat berdasarkan nilai, prestasi akademik, bahkan akreditasi sekolah asal. Hal ini menjadi tantangan besar bagi siswa yang terjebak dalam sistem zonasi. Kebijakan zonasi kerap memaksa anak-anak untuk bersekolah di institusi dengan akreditasi rendah atau fasilitas minim, karena sekolah-sekolah berkualitas dengan akreditasi tinggi hanya dapat diakses oleh mereka yang berada dalam zona terdekat. Akibatnya, meskipun siswa memiliki potensi besar, mereka tidak mendapatkan dukungan pendidikan yang memadai untuk bersaing dalam seleksi perguruan tinggi negeri.

LANGKAH STRATEGIS PEMERINTAH

Kondisi ini menyoroti perlunya perhatian khusus dari pemerintah terhadap implementasi kebijakan sistem zonasi terutama di daerah pelosok. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar menciptakan pemerataan akses pendidikan. Langkah pertama yang dapat pemerintah lakukan adalah meningkatkan kualitas pendidikan di semua wilayah, terutama dengan mempercepat pembangunan sekolah negeri di daerah-daerah pelosok yang belum memilikinya. Keberadaan sekolah negeri dengan infrastruktur pendidikan yang memadai di daerah pelosok tidak hanya akan mengurangi jarak tempuh siswa, tetapi juga memberikan akses pendidikan yang berkualitas namun terjangkau bagi masyarakat. Selain membangun sekolah negeri, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pemberian subsidi kepada sekolah dwasta di daerah pelosok. Dengan adanya subsidi ini, sekolah swasta dapat menurunkan biaya pendidikan sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat.

Kebijakan sistem zonasi perlu ditinjau kembali agar lebih fleksibel. Fleksibilitas dalam penerapan kebijakan zonasi di daerah pelosok juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Kebijakan zonasi pendidikan tidak dapat diberlakukan secara seragam di seluruh Indonesia mengingat kondisi geografis dan infrastruktur setiap daerah juga sangat beragam. Bagi daerah yang belum banyak memiliki sekolah termasuk sekolah negeri, pemerintah harus memberikan kelonggaran kepada siswa untuk dapat mendaftar ke sekolah di luar zonasi tanpa syarat yang memberatkan. Hal ini akan memastikan bahwa tidak ada anak yang kehilangan hak dasar mereka untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas hanya karena kebijakan yang kurang adaptif terhadap kondisi daerah.

Evaluasi dan monitoring kebijakan sistem zonasi pendidikan harus dilakukan secara rutin dengan melibatkan berbagai pihak untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan efektif dan adil. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kebijakan sistem zonasi pendidikan dapat menjadi alat yang tidak hanya meratakan akses pendidikan, tetapi juga dapat menciptakan peluang yang adil bagi semua siswa, terlepas dari lokasi geografis dan kondisi ekonomi keluarga mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun