Nama   : Dhea Fathurohmi Azizah
NIM Â Â Â : 222111172
Kelas   : HES 5E
1. Pokok Pemikiran Max Weber dan HLA Hart
-Â Pokok pemikiran Max Weber berpusat pada konsep tindakan sosial yang memiliki makna subjektif dan berorientasi pada perilaku orang lain. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat tipe utama. Pertama, tindakan tradisional yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar dalam masyarakat. Kedua, tindakan berorientasi nilai yang didasarkan pada keyakinan akan nilai-nilai tertentu tanpa memperhitungkan hasil akhirnya. Ketiga, tindakan berorientasi tujuan yang bersifat rasional dan memperhitungkan cara terbaik untuk mencapai tujuan tertentu. Keempat, tindakan afektif yang didasarkan pada kondisi emosi dan perasaan seseorang.
-Pokok pemikiran HLA Hart yang utama adalah pemisahan tegas antara hukum dan moral. Hart berpandangan bahwa hukum harus bersifat murni dan terpisah dari aspek-aspek di luar hukum, termasuk moralitas. Bagi Hart, hukum adalah ketetapan yang berlaku di suatu wilayah negara dan memiliki kedaulatan penuh tanpa perlu diintervensi oleh pandangan atau sistem hukum dari luar. Hart menekankan bahwa satu-satunya cara menindak pelanggar hukum adalah melalui undang-undang yang ada, tanpa mempertimbangkan aspek moral. Ia berpendapat bahwa mencampurkan moral dengan hukum justru dapat merusak penegakan hukum karena moralitas bisa menjadi alat bagi penguasa atau kelompok tertentu untuk lepas dari jeratan hukum.
2. Pendapat mengenai pemikiran Max Weber dan HLA Hart dalam masa sekarang
-Menurut pendapat saya, pemikiran Weber sangat relevan untuk memahami dinamika sosial modern. Kekuatan teorinya terletak pada kemampuannya menjelaskan motivasi dan rasionalitas di balik tindakan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Konsep tindakan sosial Weber membantu kita memahami bahwa perilaku manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan ekonomi atau tradisi, tetapi juga oleh nilai-nilai, tujuan, dan emosi. Namun, teori ini juga memiliki keterbatasan karena terlalu berfokus pada tindakan individual dan kurang mempertimbangkan struktur sosial yang lebih luas.
-Menurut pendapat saya, pemikiran Hart memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah memberikan kepastian hukum yang jelas karena hanya berdasarkan pada peraturan tertulis, sehingga mengurangi subjektivitas dalam penegakan hukum. Namun kelemahannya, pemisahan total antara hukum dan moral dapat menghasilkan hukum yang kaku dan tidak mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang dikritik Fuller, sistem hukum Nazi yang dianggap sah oleh Hart justru menghasilkan tindakan tidak manusiawi yang seharusnya tidak dapat dibenarkan. Pendekatan positivisme hukum Hart yang terlalu kaku berpotensi mengabaikan keadilan substantif demi kepastian hukum formal.
3. Analisis pemikiran Max Weber dan HLA Hart perkembangan hukum ekonomi syariah di Indonesia
-Dalam konteks perkembangan hukum di Indonesia, pemikiran Weber dapat digunakan sebagai kerangka analisis yang bermanfaat. Hukum di Indonesia berkembang melalui interaksi kompleks antara tradisi (hukum adat), nilai-nilai religius (hukum Islam), dan rasionalitas modern (hukum positif). Menggunakan perspektif Weber, kita dapat memahami bagaimana berbagai bentuk tindakan sosial mempengaruhi perkembangan dan implementasi hukum. Misalnya, ketaatan masyarakat terhadap hukum bisa didasarkan pada tindakan tradisional (mengikuti adat), tindakan nilai (berdasarkan keyakinan agama), tindakan rasional (mempertimbangkan untung rugi), atau tindakan afektif (respon emosional terhadap aturan). Pemahaman ini penting untuk mengembangkan sistem hukum yang efektif dan sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan perkembangan hukum modern di Indonesia, teori Weber tentang rasionalisasi dan birokrasi juga relevan. Weber menekankan pentingnya sistem hukum yang rasional dan birokratis untuk mendukung pembangunan ekonomi modern. Hal ini tercermin dalam upaya Indonesia untuk membangun sistem hukum yang lebih terstruktur dan profesional, meskipun tetap harus menyeimbangkannya dengan nilai-nilai tradisional dan religius yang masih kuat dalam masyarakat. Pendekatan Weber membantu kita memahami tantangan dalam modernisasi sistem hukum Indonesia, termasuk kebutuhan untuk menyelaraskan berbagai sistem nilai dan rasionalitas yang ada dalam masyarakat.
-Dalam konteks perkembangan hukum di Indonesia, pemikiran Hart memberikan pembelajaran penting namun perlu disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Sistem hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila justru mengintegrasikan nilai-nilai moral dan religius dalam pembentukan hukumnya. Indonesia menganut pluralisme hukum yang mengakui tidak hanya hukum positif tetapi juga hukum adat dan hukum agama. Meski demikian, aspek positivisme Hart berguna dalam memberikan kepastian hukum melalui kodifikasi dan unifikasi hukum nasional. Tantangannya adalah menemukan keseimbangan antara kepastian hukum yang dikehendaki Hart dengan keadilan substantif yang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Pengembangan hukum di Indonesia sebaiknya mengambil jalan tengah - mempertahankan kepastian hukum melalui aturan tertulis yang jelas, namun tetap memberi ruang bagi pertimbangan moral dan keadilan dalam penerapannya. Hal ini sejalan dengan cita hukum Pancasila yang menghendaki hukum yang tidak hanya berdimensi formal-positivistik tetapi juga memperhatikan nilai-nilai moral, religius, dan keadilan sosial. Dengan demikian, pemikiran Hart dapat menjadi salah satu perspektif yang memperkaya pengembangan sistem hukum nasional tanpa harus diadopsi secara total.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H