Pada era digital yang terjadi saat ini ternyata juga mempengaruhi terhadap pelayanan kesehatan terutama pada layanan psikologi. Dengan pengaruh tersebut membuat layanan psikologi terutama konseling menjadi lebih mudah dijangkau karena terdapat kemudahan dalam mengakses dan memperoleh pelayanan melalui konseling online.
Sejarah konseling online sendiri dikembangkan pada tahun 1999 sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Kraus (dalam Haryati, 2020) bahwa International Society for Mental Health Online (ISMHO) mendirikan Online Clinical Case Study Group (OCSG) yang terdiri dari para profesional kesehatan mental dari bidang psikologi, psikiatri, pekerja sosial, keperawatan, terapi keluarga dan konseling komunitas pada tahun 1999. Pada awal perkembangannya konseling online hanya dilakukan melalui pesan teks saja, kemudian saat ini telah berkembang dan dapat dilakukan tidak hanya melalui panggilan suara saja, tetapi juga dapat dilakukan melalui panggilan video.
Konseling online terdiri dari kata “konseling” dan “online”. Istilah konseling telah dijelaskan dalam Kode Etik Psikologi pada pasal 71 (1) yang berbunyi “Konseling psikologi adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu mengatasi masalah psikologis yang berfokus pada aktivitas preventif dan pengembangan potensi positif yang dimiliki dengan menggunakan prosedur berdasar teori yang relevan. Istilah untuk subyek yang menjalani layanan konseling psikologi adalah klien. Konseling psikologi dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah pendidikan, perkembangan manusia ataupun pekerjaan baik secara individual maupun kelompok.
Orang yang menjalankan konseling psikologi disebut konselor”. Sedangkan, istilah online dapat diartikan sebagai terhubung namun tidak berada di satu tempat yang sama. Dengan demikian, konseling online dapat didefinisikan sebagai upaya untuk membantu individu dalam mengatasi masalah psikologis, meningkatkan potensi positif, dan berkembang berdasarkan teori yang relevan, dengan klien sebagai subyek, dan dapat dilakukan secara individu atau kelompok, namun tidak dilakukan di satu tempat yang sama atau dengan kata lain antara konselor dan klien tidak bertemu face to face secara langsung.
Dalam konseling psikologi baik yang dilakukan secara langsung maupun secara online, informed consent memiliki peranan yang sangat penting terutama untuk melindungi hak dan privasi dari klien. Terlebih lagi pada era digital yang telah membuat sebuah perubahan besar dalam praktik konseling psikologi yaitu konseling online atau telekonseling. Hal tersebut terbukti dari semakin dikenalnya konseling online. Konseling online membuat kemudahan bagi klien untuk mengakses layanan konseling dari jarak jauh.
Namun, dengan kemudahan ini, ada pula tantangan baru yang muncul terkait privasi dan keamanan data klien. Dalam konteks ini, informed consent memainkan peran sentral dalam melindungi hak klien di era digital. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Kode Etik Psikologi pada pasal 73 (1) yang berbunyi, “Konselor/Psikoterapis wajib menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri dalam proses konseling psikologi/psikoterapi sesuai dengan azas kesediaan.
Oleh karena itu sebelum konseling/psikoterapi dilaksanakan, konselor/ psikoterapis perlu mendapatkan persetujuan tertulis (Informed Consent) dari orang yang menjalani layanan psikologis. Persetujuan tertulis ditandatangani oleh klien setelah mendapatkan informasi yang perlu diketahui terlebih dahulu”. Selain itu, melalui Informed consent dalam konseling psikologi juga dapat menjelaskan kepada klien terkait dengan potensi manfaat, risiko, tujuan, serta kerahasiaan dalam penyediaan layanan konseling.
Klien diberikan informasi yang cukup untuk membuat keputusan, sehingga membuat mereka memberikan persetujuan secara sukarela untuk melanjutkan proses konseling. Dengan kata lain, informed consent berperan sebagai alat untuk memberdayakan klien, memastikan pemahaman mereka tentang proses konseling, dan melindungi hak dan privasi klien untuk memberikan izin atau menolaknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam era digital konseling psikologi, termasuk konseling online, telah mempengaruhi layanan kesehatan mental sehingga memungkinkan akses yang lebih mudah bagi klien. Namun, hal ini juga membawa tantangan baru terkait privasi dan keamanan data klien. Dalam konteks ini, peran informed consent menjadi sangat penting dalam melindungi hak dan privasi klien. Informed consent memungkinkan klien untuk membuat keputusan, memberdayakan klien dengan pemahaman tentang proses konseling, serta melindungi hak klien untuk memberikan izin atau menolaknya. Dengan menjalankan informed consent dengan baik dapat dijadikan sebagai pembuktian bagi konselor dalam memastikan hak dan privasi klien terlindungi sejalan dengan perkembangan yang terjadi pada era digital saat ini.
Referensi:
Haryati, A. (2020). Online Counseling Sebagai Alternatif Strategi Konselor dalam Melaksanakan Pelayanan E-Counseling di Era Industri 4.0. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 2(2).