Mohon tunggu...
Dhea Damayanti
Dhea Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi FKIP UNIVERSITAS PAMULANG

Bismillahirrahmanirrahim

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Sistem Pemidanaan terhadap Anak di Bawah Umur

7 Juli 2021   07:54 Diperbarui: 7 Juli 2021   08:02 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana kebijakan sistem pemidanaan terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum ?

Pada massa sekarang ini kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak menjadi pembahasan yang sangat penting. Anak bisa menjadi pelaku kekerasan iu sendiri. Keluarga memiliki peran penting bagi perkembangan anak. kurangnya kasih sayang, bimbingan perilaku, serta kurangnya pengawasan dari orangtua dapat dengan mudah anak melakukan tindak pidana.

Dalam KUHP dijumpai pasal-pasal yang mencerminkan seolah-olah anak yang belum berumur 10 (sepuluh) tahun tidak dapat dituntut menurut hukum pidana apabila ia terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, maka pelakunya diperintahkan masuk ke dalam rijksopvoedinghsgesticht (Lembaga Pendidikan Kerajaan) oleh Hakim.

Pelaku yang berusia 10 (sepuluh) sampai 16 (enam belas) tahun, maka Hakim Pidana harus menyelidiki apakah pelakunya dapat membuat penelitian atas tindakannya serta menyadari tentang sifatnya yang terlarang dari tindakannya tersebut atau tidak. Apabila jawabannya dapat, maka pelaku dapat dijatuhkan pidana bagi orang dewasa dengan dikurung 1/3nya. Jika diancam pidana seumur hidup dapat diganti dengan pidana penjara selama-lamanya 15 tahun. Apabila jawabannya tidak, maka pelaku tidak dapat dijatuhi pidana. Tetapi jika tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana berat, maka Hakim Pidana dapat memerintahkan pelaku untuk masuk ke dalam Lembaga Pendidikan Kerajaan.

Di dalam Undanh-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pembedaan ancaman pidananya dengan KUHP ditentukan paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana terhadap orang dewasa, sedangkan penjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak, sanksi yang dijatuhkan terhadap anak dalam undang-undang tersebut ditentukan berdasarkan pembedaan umur, yaitu bagi anak yang telah berusi diatas 12 (dua belas) sampai 18 (delpan belas) tahun dapat dijatuhi pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat banyak perubahan, yang paling mencolok adalah diterapkannya proses Diversi dalam penyelesaian perkara anak, serta pendekatan Restoratif yang melibatkan seluruh masyarakat dalam membantu proses pemulihan keadaan untuk menjadi lebih baik.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulaitahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Berdasarkam Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memeperoleh jaminan dari orangtua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.

Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat:

a) Anak telah berumur 14 (empat belas) tahu atau lebih; dan

b) Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

 Jenis sanksi pidana dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu pidana pokok [(pidana peringatan, pidana dengan syarat (pembinaan dilur lembag, pelayanan masyarakat, atau pengawasan, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara)]. Pidana tambahan (perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau pemenuhan kewajiban). Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan, sedangkan Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun