Mohon tunggu...
Dhea Azizah
Dhea Azizah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

musik, karya fiksi 25/8

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Uniknya Sistem Perdagangan Masyarakat Minangkabau

22 April 2024   13:23 Diperbarui: 23 April 2024   12:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sumatera Barat adalah Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak suku di dalamnya, termasuk suku Minangkabau. Uniknya, masyarakat Minangkabau semua beragama muslim, tanpa terkecuali. Jika ada yang mengaku dirinya orang Minangkabau, tetapi beragama bukan muslim, maka orang tersebut sudah bukan termasuk dalam suku Minangkabau. Karena masyarakat Minangkabau sangat ketat dengan adat dan agama. Menurut adat dan agama yang dipegang erat adalah dasar Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (adat bersendi syariat dan syariat bersendi kitab Allah SWT). Orang Minangkabau yang murtad (keluar dari muslim) tidak lagi memiliki darah Minangkabau, namun tetap dianggap sebagai masyarakat Sumatera Barat.

Minangkabau dahulunya adalah sebuah desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Pada awalnya, desa tersebut hanyalah tanah kosong yang luas atau lapang. Saat itu, Kerajaan Pagaruyung dan Kerajaan Majapahit berseteru, sehingga terjadi adu kerbau atas usulan dan permintaan kedua belah pihak. Kerajaan Pagaruyung memenangkan adu kerbau tersebut, sehingga muncul nama Manang Kabau yang diberikan untuk nagari atau desa tersebut.

Selain identik dengan agama, adat, sejarah, masyarakat Minangkabau juga identik dengan yang namanya merantau. Kebanyakan masyarakat Minangkabau pergi merantau untuk berdagang dan mencari ilmu serta kesuksesan. Anak muda di Minangkabau sering mendengar cerita sukses dan kaya para perantau yang dikenalnya, sehingga hal itu menjadi semangat dan inspirasi sendiri untuk mereka pergi merantau. Mereka berbondong-bondong pergi merantau demi kesuksesan dan mencapai impian di masa muda. Mereka juga tak segan untuk hidup berhemat dan menabung. Menurut anak muda yang merantau, selagi masih muda, tidak masalah untuk terlihat miskin dan hemat. Dengan keadaan mereka yang sering menghemat, beberapa masyarakat luar sering mengira orang Minangkabau atau orang Padang (masyarakat luar lebih sering menyebut orang Padang dibanding orang Minang) yang merantau itu pelit dan tidak suka berbagi, padahal mereka hanya mengatur keuangan agar dapat bertahan hidup di perantauan. 

Sumatera Barat dapat dikatakan unik, karena di Sumatera Barat tidak memiliki Indomaret dan Alfamart di wilayahnya. Hal ini terjadi lantaran Pemerintah Provinsi menolak memberikan akses masuk kedua supermarket tersebut. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menolak perusahan tersebut agar minimarket atau supermarket masyarakatnya dapat berkembang dan sukses di wilayahnya. Beberapa toko swalayan di Sumatera Barat diberi nama Minang Mart, Budiman, Aciak Mart, dan banyak lagi minimarket lainnya yang ada di Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau banyak yang pergi merantau ke pulau Jawa, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, dan lain-lain.

Merantau dan berdagang seolah menjadi tradisi dan adat turun-temurun bagi masyarakat Minangkabau. Perdagangan menjadi mata pencaharian utama bagi mereka, masyarakat Minangkabau sangat pandai dalam perdagangan. Masyarakat yang pergi merantau memegang beberapa prinsip dan tips untuk merantau, yaitu (1) berpegang teguh pada prinsip hidup yang dimiliki, (2) memiliki semangat yang tinggi untuk kesuksesan di masa depan, (3) pintar mengatur keuangan dan berhemat, (4) merantau merupakan tradisi turun temurun, sehingga mereka berlomba-lomba untuk merantau, (5) Tidak akan pulang jika belum sukses, karena menurutnya jika pulang dalam keadaan belum sukses, akan membuat malu keluarga.

Masyarakat Minangkabau menerapkan prinsip “Pantang Pulang Miskin”, artinya mereka tidak akan pulang dengan tangan kosong atau belum sukses, bahasa kasarnya miskin. Mereka pergi jauh menyebrang pulau dan meninggalkan keluarga serta kampung halaman, mereka meninggalkan keluarga dengan harapan akan sukses dan membuat bangga sanak saudaranya di kampung halaman. Jika mereka pulang dengan tangan kosong, mereka akan menanggung malu. Kerabat, keluarga, dan tetangga mereka pasti menaruh harapan besar, dengan harapan akan membawa kesuksesan dan ilmu yang bisa diberikan pada orang lain di kampung halaman. Namun, tak jarang para perantau yang tak ingin kembali ke kampung halaman ketika sukses, karena mereka sudah terlena dengan kesuksesan dan kenikmatan yang ada di perantauan. Mereka pulang hanya untuk bertemu dan melepas rindu pada keluarga yang berada di kampung  halaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun