Pada hari Sabtu dan minggu tanggal 28 dan 29 September, sekitar 150 mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya jurusan Bimbingan Konseling Islam telah menjadi relawan terhadap "Layanan dan Dukungan Psikososial" pada korban gempa di Kertasari, Pangalengan.
Kedatangan para relawan disana disambut antusias yang baik oleh warga korban bencana, baik bapak-bapak, ibu-ibu dan juga anak-anak disana. "Dengan antusias dan rasa senang warga dengan kedatangan kami disana sangat menumbuhkan sikap empati kami terhadap mereka" ucap salah satu relawan, mahasiswa UIN Bandung. Respon terbuka korban yang bersyukur dengan adanya bantuan psikologis untuk mereka.
Konseling yang dilakukan oleh para relawan adalah konseling kelompok. Dengan memulai pendekatan dengan warga, melontarkan pertanyaan kepada warga korban bencana gempa bumi. Bagaimana perasaan dan kondisi mereka pada saat kejadian, bagaimana mereka merasa putus asa. Ketika kondisi mereka itu cemas yang tinggi, stress yang berlebihan dan hilangnya rasa aman. Mulai dari trauma mereka tinggal di rumah tempat tinggal mereka sendiri, dan lebih baik tinggal di posko demi menjaga takutnya ada gempa susulan, rasa cemas yang sangat mendalam karena mereka merasa jika tinggal di rumah selalu terbayang-bayang dengan kejadiaan gempa itu. Rasa khawatir yang masih mengahantui mereka.
Para relawan dari jurusan Bimbingan Konseling Islam, disana juga dilakukan pretest dan postest untuk mengidentifikasi rasa cemas, stress dan perasaan aman mereka itu. Bagimana sebelum dan sesudah dilakukannya proses konseling terhadap korban. Dalam proses konseling itu, diselipi juga nila-nilai keislaman salah satunya dengan proses framing atau mengubah sudut pandang korban dari awalnya dari diri sendiri tetapi dirubah menjadi sudut pandang tuhan " misalnya seperti melontarka pertanyaan apakah ibu yakin ini adalah rencana Allah SWT? Apakah ibu merasa ini takdir dan ujian yang diberikan Allah SWT? Dan lain sebagainya" menurut relawan itulah salah satu proses framing yang dilakukan.
Selain diberikan proses framing, para relawan juga melakukan proses terapi berupa SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). SEFT ialah terapi yang menggabungkan aspek spiritual, psikis dan jasmani, ynag bertujuan untuk membantu memperbaiki kondisi emosional,pikiran, rasa cemas dan stress yang dialami oleh korban bencana.Â
Proses terapi yang dilakukan dengan memberikan afirmasi positif dan membangkitkan serta mengembalikan mereka kepada rasa aman dan menemukan sumber kekuatan pada diri mereka sendiri, juga dengan melakukan tapping pada beberapa titik yaitu di ubun-ubun, pelipis, dahi antara halis, bawah hidung, dagu dan menepuk dada yang dilakukan oleh tangan individu masing-masing. Dari hal tersebut juga mempengaruhi beberapa orang dari korban bencana itu yang sangat mengahayati dan mejatuhkan air matanya. Mulai menemukan titik Ikhlas pada dirinya, mengembalikan rasa aman dan kekuatan pada didrinya dan juga rasa Syukur atas semua nikmat yang Allah SWT berikan.
"kami sangat terharu dan menjadi muhasabah diri bahwasanya mereka yang diberikan musibah yang sangat luarbisa hebatnya pun tetap terlihat tabah dan kuat, senyum mereka tetap terlihat merekah tak lupa yang disertai rasa syukurnya" ucap terenyuh seorang relawan.