Mohon tunggu...
Dhea Maurelta
Dhea Maurelta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Selamat datang di Blog saya, selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Pilu Seorang Mantan Petani yang Gulung Tikar, Kini Sudah Bangkit loh!

9 Januari 2024   18:41 Diperbarui: 16 Januari 2024   21:16 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi (Saat pengambilan gambar, anak pertamanya (Ayu)  tidak berkenan untuk ikut foto)

Di suatu pedesaan yang tenang di Nagreg, Kabupaten Bandung, hidup seorang ayah bernama Sugeng.  Pak Sugeng adalah seorang mantan petani yang bekerja keras di sawahnya untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi istrinya, Maya, dan tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil yaitu Ayu ( Anak perempuan Pertama 7 Tahun), Dani ( Anak laki-laki Kedua 3 Tahun), dan Rina ( Anak perempuan Ketiga 1 Tahun)

Pak Sugeng adalah tipe ayah yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya, meskipun harus menjalani kehidupan di tengah keterbatasan  beliau tidak pernah menyerah. Beliau mengusahakan segala cara untuk memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya. Salah satu bentuk usahanya adalah dengan menanam sayuran di ladang kecil miliknya.

Setiap hari, keringatnya bercucuran di bawah terik matahari ketika bekerja di ladang. Meskipun kadang-kadang hasilnya tidak sebanding dengan usahanya bahkan sempat tidak memiliki pernghasilan dalam beberapa waktu, ia tetap teguh dan tidak pernah mengeluh. Dedikasinya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik yaitu kerja serabutan yang biasanya hanya digaji 30rb/hari dan itupun harus menghidupi keluarganya. Tetapi, upayanya yang gigih menunjukkan semangat juang yang luar biasa.

Beliau bercerita, pernah berada di posisi saat satu musim panen yang buruk menghantam desa mereka. Hama dan cuaca yang tidak bersahabat membuat hasil panen Beliau hancur. Sawah kecil milik beliau yang biasanya subur dan hijau, kali ini menjadi lautan lumpur dan tanaman layu. Kejadian ini sempat membuat Beliau merasa putus asa karena semua usahanya hancur begitu saja.

Maya, istri Pak Sugeng, adalah sosok wanita tangguh. Meskipun juga merasakan ketegangan dalam keluarga, ia selalu mendukung suaminya. Maya mencoba mengurangi beban Pak Sugeng dengan memasak sederhana namun lezat dari hasil ladang yang tersisa. Ia juga berusaha menghibur anak-anaknya agar tetap tersenyum meski dalam situasi sulit.

Keadaan semakin sulit ketika beliau harus memikirkan biaya sekolah anak pertamanya dan anak-anaknya yang lain yang akan menyusul beberapa tahun kemudian. Ayu adalah anak yang sangat mencintai sekolah, namun Pak Sugeng merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ia seringkali merenung di malam hari, memikirkan cara untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya.

Suatu hari, Ayu melihat ayahnya menyimpan uang receh di celananya. Ternyata, Pak Sugeng menyisihkan sebagian kecil uang untuk membelikan buku dan alat tulis untuk anak pertamanya, Ayu. Kejadian itu membuat Ayu merasa terharu dan berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh.

Kisah keluarga Pak Sugeng di Nagreg menjadi bukti kegigihan seorang ayah yang berjuang untuk keluarganya meski dihadapkan pada berbagai kesulitan. Dalam keadaan sulit, Pak Sugeng tetap berusaha memberikan kasih sayang, pendidikan, dan semangat kepada istri dan anak-anaknya. Meski penuh liku-liku, keluarga Pak Sugeng tetap bersatu dan penuh cinta, menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu tergantung pada kekayaan materi, melainkan pada kebersamaan dan pengorbanan dalam keluarga.

Suatu hari, beliau bertemu dengan salah satu warga Nagreg yang mempunyai usaha batu bata di dekat perkampungan beliau tinggal. Warga tersebut menawarkan beliau pekerjaan yang layak dan berupah yang dapat memberikan kehidupan nyaman bagi beliau dan keluarganya. Beliau sangat antusias mendengar tawaran tersebut dan ingin cepat bekerja walaupun beliau harus jalan kaki ke tempat produksinya yaitu di gunung (daerah Nenggeng). Upah yang diberikan oleh warga tersebut bisa 60-80rb/hari (tergantung produksi) yang dimana sangat bisa menghidupi keluarganya yang sederhana ini. Jadi, cerita beliau ini hanyalah kisah lalu yang sudah dilewati oleh Pak Sugeng dan keluarganya yang sangat bisa memotivasi pembaca untuk mempunyai semangat juang dan tidak mudah putus asa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun