Mohon tunggu...
Ratna Dhevi
Ratna Dhevi Mohon Tunggu... Guru - Manusia

Menulislah, karena menulis membuatmu tetap waras. Seneng nulis dan masih terus belajar nulis. Tulisan berserak dimana-mana, masih berusaha konsisten di setiap platform menulis. Beberapa tulisan bisa di baca di ratnadhevi.blogspot.com yang lainnya berserak di akun-akun media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Negeri Seribu Bukit, Penjaga Gerbang Tradisi

28 Oktober 2015   23:58 Diperbarui: 29 Oktober 2015   00:23 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Penari saman profesional dalam balutan busana tradisional yang digunakan untuk menari saman. Mereka telah menarikan saman hingga ke mancanegara."][/caption]

Apa yang anda bayangkan ketika disebutkan kata Aceh? Serambi mekah, tsunami, pulau weh, sabang, dan tari saman, beberapa kata itu mungkin yang terlintas di benak anda. Serambi mekah dan tsunami memanglah sudah tidak terpisahkan dari Aceh. Begitupun dengan pulau weh dan sabang, destinasi wisata yang tidak akan dilewatkan traveler ketika berkunjung ke serambi mekah ini. Tentunya siapa sih yang tidak kenal dengan tari saman Aceh dengan nyanyian khasnya.

Nah, bila anda berkesempatan ke Aceh, selain mengunjungi Banda Aceh dimana rujukan destinasi wisata berujung kesana, sayang sekali bila anda tidak menyempatkan untuk “blusukan”. Apalagi bagi anda pecinta pesona budaya Indonesia. Para penjaga gerbang tradisi siap menyambut anda di kedalaman Aceh, ditempat dimana tarian saman berasal.

Pada November 2011 di Bali, tari saman telah ditetapkan sebagai warisan kebudayaan dunia tak benda oleh UNESCO. Tarian saman yang kita kenal ditarikan oleh laki-laki, perempuan maupun gabungan keduanya. Di daerah asalnya tidaklah demikian. Saman bukan hanya sekedar tarian, akan tetapi sebuah tradisi yang diwariskan turun temurun dengan pesan yang luar biasa. Di kampung halamannya, saman diwariskan dengan luar biasa, sayapun terheran – heran dengan pewarisannya.

Negeri seribu bukit, ya itulah julukan untuk kabupaten Gayo Lues. Suatu daerah yang dihuni oleh suku Gayo, selain Takengon dan Bener Meriah, suku nenek moyangnya saman. Kabupaten baru, pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara. Umurnya baru belasan, hasil pemekaran di tahun 2002. Dinamakan seribu bukit karena memang seluruh wilayah kabupaten Gayo Lues merupakan daerah yang berbukit – bukit. Di kaki gunung Leuser inilah, gerbang tradisi dijaga dan dipertahankan.

Selama satu tahun tinggal di Gayo Lues, saya berkesempatan menyaksikan tarian saman yang benar-benar asli. Penari saman semuanya laki-laki, bahkan tabu dan tidak boleh saman ditarikan oleh perempuan. Hal ini karena saman ditarikan dengan cara menepuk paha dan dada keras-keras. Saman ditarikan oleh laki – laki yang berjumlah ganjil. Penari duduk “timpuh” (berlutut) berjajar, berhimpit satu sama lain. Para penari bernyanyi sambil bertepuk berirama sehingga tercipta tarian beriring tepukan dan nyanyian yang dinamis.

Saman bisa dimainkan dalam suatu pentas oleh satu kelompok pemain atau dipertandingkan antara dua grup penari. Di Gayo Lues, pertandingan saman atau biasa disebut dengan persahabatan saman dilakukan antar kampung. Salah satu kampung menjadi tuan rumah dan kampung yang satu lagi menjadi tamu. Kampung yang menjadi tuan rumah diharuskan menjamu tamunya selama para tamu berada di kampungnya untuk melakukan persahabatan. Jamuan meliputi konsumsi dan akomodasi. Biasanya sebuah kampung mendapatkan tamu selama 3 sampai 4 hari, paling lama satu minggu.

Bila sudah selesai menjadi tamu di suatu kampung, maka giliran tuan rumah yang tadi dikunjungi akan berkunjung ke kampungnya dan menjadi tamu. Kewajibannya masih sama, mereka akan membalas menyambut dan menjamu tamunya. Pertunjukan pertandingan saman biasanya dilaksanakan selama dua hari semalam atau tiga hari semalam. Saman persahabatan seolah menjadi pesta di kampung tuan rumah. Saman persahabatan tidak pernah sepi dari penonton. Baik penonton maupun pemainnya sanggup untuk melek semalaman menunggu pertandingan saman.

Saman, menurut sejarahnya digunakan untuk berdakwah, menyebarkan agama Islam. Sebelum pertunjukan saman biasanya ada seorang tetua yang akan memberikan petuah-petuahnya. Dan perkembangan kekiniannya, biasanya diadakan pula sambutan  kepala kampung (keucik/ pengulu) dari kedua kampung yang akan bertanding saman. Setelah semua rangkaian selesai, baru pertandingan saman dimulai. Pertandingan saman dilakukan dengan cara salah satu grup memperagakan tarian saman dan nyanyiannya, kemudian grup lawannya harus dapat mengikuti gerakan dan nyanyian tersebut dan sebaliknya.

Menariknya dalam setiap pertunjukan saman persahabatan, kampung tuan rumah selalu mempersiapkan kesenian bines, salah satu kesenian asli gayo selain saman. Kalau saman ditarikan oleh para laki-laki, maka bines dilakukan oleh perempuan. Prinsipnya sama, dengan cara bertepuk tangan dan bernyanyi akan tetapi tariannya lembut dan berlenggak-lenggok layaknya tarian perempuan. Dalam bines hanya bertepuk tangan dan paha saja, tidak menepuk dada. Tarian bines bisa ditarikan dengan berdiri maupun duduk, tergantung koreografinya.

Kembali ke saman persahabatan. Nah, bila sang lawan tidak dapat menirukan gerakan penyaji maka otomatis para penari bines dan juga penonton akan bersorak. Sorakan penari bines ini, unik dan khas. Kurang lebih begini kalau dituliskan, heheeeee huuuuuu dan hahaaaa iyaahh dengan nada yang khas. Anda harus kesana sendiri untuk mengetahui uniknya seruan bines ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun