"Anak-anak yang tumbuh dengan harapan bahwa mereka harus memiliki lebih banyak barang cenderung tidak bahagia ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi," Dr. Jean Twenge.
Di era budaya konsumsi yang tinggi, menjadi semakin penting untuk mengajarkan anak-anak agar merasa cukup dan puas dengan apa yang mereka miliki.Â
Dengan dunia yang terus mempromosikan materi sebagai ukuran kebahagiaan, anak-anak dapat tumbuh dengan keinginan yang tak terpuaskan jika tidak dibekali dengan nilai-nilai rasa cukup sejak dini.Â
Mengajarkan rasa cukup menjadi langkah penting yang tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental, tetapi juga membentuk karakter yang lebih tangguh dan bahagia.
Rasa cukup, atau contentment, adalah kemampuan untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki tanpa terobsesi pada hal-hal yang tidak ada.Â
Dalam psikologi perkembangan, anak-anak yang diajari rasa cukup cenderung memiliki hubungan yang lebih sehat dengan materi dan lebih mampu menghadapi tantangan hidup.Â
Menurut psikolog perkembangan anak, Dr. Jean Twenge, dalam bukunya The Narcissism Epidemic, terlalu fokus pada kepemilikan materi dapat meningkatkan narsisme dan ketidakpuasan pada anak-anak.Â
Studi yang diterbitkan dalam Journal of Happiness Studies juga mendukung pentingnya mengajarkan anak untuk merasa cukup.Â
Anak-anak yang mampu merasa puas dengan apa yang mereka miliki lebih mungkin mengalami kebahagiaan jangka panjang, lebih resilien terhadap stres, dan memiliki hubungan sosial yang lebih baik.
Sebuah studi menemukan bahwa anak-anak yang sering terpapar media iklan lebih cenderung terlibat dalam perilaku konsumtif. Di sinilah tantangan bagi orang tua: bagaimana mengajarkan anak-anak untuk merasa cukup di tengah banjirnya promosi barang-barang konsumtif?