Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Nilai Akademik Saja Tidak Cukup, Anak Butuh Soft Skill untuk Menghadapi Masa Depan

12 Oktober 2024   15:09 Diperbarui: 12 Oktober 2024   15:20 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak yang sedang berdiskusi untuk membuat tugas kelompok di sekolah. Foto: freepik.com/freepik

1. Tekanan pada prestasi akademik
Sistem pendidikan kita cenderung menempatkan prestasi akademik sebagai indikator utama keberhasilan anak. Nilai ujian dan ranking menjadi tolok ukur yang paling dihargai, sehingga aspek-aspek penting lain seperti kemampuan komunikasi atau empati sering diabaikan.

2. Kurangnya pemahaman
Sebagian orang tua dan pendidik mungkin tidak menyadari betapa pentingnya soft skills bagi perkembangan anak. Mereka menganggap keterampilan ini akan berkembang dengan sendirinya seiring waktu, padahal perlu pengajaran dan latihan khusus.

3. Tidak ada ujian untuk soft skills
Berbeda dengan matematika atau sains yang memiliki ujian dan angka sebagai alat ukur, soft skills lebih sulit diukur secara kuantitatif. Hal ini membuat banyak orang tua dan guru tidak memberikan perhatian yang sama terhadap pengembangannya.

Masa depan memerlukan lebih dari sekadar nilai tinggi

Dunia kerja masa depan tidak hanya menuntut pengetahuan teknis. Dengan kemajuan teknologi, otomatisasi, dan kecerdasan buatan, banyak pekerjaan rutin akan digantikan oleh mesin. Namun, kemampuan yang tidak dapat direplikasi oleh mesin—seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan kolaborasi—akan menjadi semakin penting.

Sebuah studi memperkirakan bahwa sekitar 30% dari pekerjaan global akan mengalami transformasi besar akibat otomatisasi. Pekerjaan yang mengandalkan interaksi manusia, penyelesaian masalah kreatif, dan manajemen akan menjadi yang paling dicari. Anak-anak yang dilengkapi dengan soft skills akan lebih siap menghadapi perubahan ini, sedangkan mereka yang hanya fokus pada keterampilan akademik mungkin akan tertinggal.

Bagaimana mengajarkan soft skill pada anak?

1. Berikan Contoh dalam Kehidupan Sehari-hari

Orang tua dan guru harus menjadi teladan dalam perilaku yang diinginkan. Misalnya, saat terjadi konflik antara anggota keluarga, orang tua dapat menunjukkan cara menyelesaikannya dengan diskusi terbuka. Mereka dapat berkata, "Mari kita bicarakan apa yang kita rasakan dan mencari solusi bersama." Dalam konteks sekolah, guru bisa menggunakan teknik role-play. Misalnya, saat membahas tema kerja sama, guru dapat meminta siswa untuk berperan dalam situasi yang membutuhkan diskusi kelompok, seperti merencanakan acara sekolah, dan memberi contoh bagaimana mendengarkan dan menghargai pendapat teman sekelas.

2. Libatkan Anak dalam Kegiatan Sosial

Kegiatan sosial yang melibatkan kolaborasi adalah cara yang efektif untuk mengajarkan soft skills. Misalnya, orang tua bisa mendorong anak untuk bergabung dengan klub olahraga atau tim debat. Dalam konteks sekolah, program kegiatan ekstrakurikuler seperti teater atau kelompok musik tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis tetapi juga kemampuan kerja sama, komunikasi, dan kepemimpinan. Jika anak terlibat dalam proyek sukarela, seperti membersihkan taman atau membantu di panti asuhan, mereka akan belajar pentingnya empati dan rasa tanggung jawab sosial.

3. Ajarkan Anak untuk Mengelola Emosi

Mengelola emosi adalah keterampilan penting yang dapat diajarkan dengan cara yang praktis. Misalnya, orang tua dapat membuat "kotak emosi" di rumah, di mana anak dapat menggambar atau menulis tentang perasaan mereka setiap kali mereka merasa cemas, marah, atau senang. Orang tua dapat membantu anak mendiskusikan perasaan tersebut dan bagaimana cara mengekspresikannya dengan cara yang positif. Di sekolah, guru bisa mengajarkan teknik mindfulness, seperti latihan pernapasan atau meditasi singkat, untuk membantu anak mengenali dan mengatur emosi mereka saat menghadapi situasi stres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun