Gambar Pemukiman Masyarakat yang Menghadap Sungai Zaman Dahulu / Sumber: Google
Gambar Pemukiman di Sungai Jingah Sebagian Membelakangi dan Sebagian lagi Masih Menghadap Sungai / (Dokumentasi Pribadi)
Pergeseran budaya sungai ini kemudian berpengaruh pada simbiosis kehidupan yang terjadi antara masyarakat dan sungai. Kini perilaku masyarakat cenderung “membelakangkan” (mengabaikan) kelestarian sungai. Pembangunan pemukiman rumah yang sesukanya dan diperparah dengan rendahnya perilaku PHBS, maka sudah sewajarnya akan menimbulkan masalah. Contoh kecilnya saja perilaku keseharian masyarakat yang membuang limbah di sungai, membuat sungai tercemar sehingga menimbulkan penyakit menular seperti diare, DBD, hingga penyakit kulit. Belum lagi ditambah dengan maraknya pembuangan limbah industri rumahan yang ikut menyumbang penurunan kualitas air sungai yang ada.Kini, perkampungan pinggir sungai sering kali memiliki stereotif yang tidak jauh dari kesan kumuh, sampah, banjir, dan penyakit menular. Banjarmasin sebagai kota yang memiliki julukan Kota Seribu Sungai bahkan dulu sempat diplesetkan dengan sebutan “Kota Seribu Sungai, Kota Seribu Masalah”. Memang tidak sepenuhya salah, karena memang seperti itu adanya.
Namun syukurnya masih ada harapan untuk memperbaiki ini. Jika budaya sungai yang dulu kini dapat berubah dengan budaya sungai yang ada sekarang, maka artinya untuk mengubah suatu budaya maka harus dengan budaya juga. Budaya sungai urang Banjar yang abai terhadap kelestarian sungai dapat diubah dengan budaya sungai urang Banjar yang berorientasi pada PHBS dan kelestarian lingkungan. Contohnya saja seperti Kota Air di Venesia, Italy yang dapat memadukan khazanah alamnya dengan baik.
Membentuk budaya baru memang bukan hal yang mudah, sebab pada tabiatnya terbentunya suatu budaya memerlukan adanya pemahaman, kesadaran, kemauan, kemampuan, pembiasaan, dan dukungan pemerintah. Hal ini dikarenakan terbentuknya budaya tak lepas dari aspek sosial, ekonomi, dan politik. Jadi, jika ingin mengubah budaya yang ada menjadi lebih baik, maka tak ada cara lain selain memperbaiki taraf pemahaman masyarakat, kesadaran, pembiasaan, dan good government dari pemerintah.
Pada akhirnya, sudah sepantasnya perkembangan pemukiman di tepian sungai yang menjadi ciri khas budaya urang Banjar tetap terlestarikan. Namun dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak “mendzolimi” lingkungan. Sehingga pemukiman dapat tumbuh berkembang secara baik dan sungai tetap terpelihara dan berfungsi sebagai penunjang kehidupan.
Catatan Kaki:
[i]Bubuhan Urang Banjarmemiliki arti Kelompok Orang Banjar, biasanya dalam penyebutan identitas kekerabatan atau kesukuan, Suku Banjar lebih sering menyebut dengan sebutan Bubuhan.
[ii] Pancarekenan :Warung yang menjual bahan-bahan pokok lengkap seperti beras, gula, minyak, LPG, dsb.
[iii] Kelotok:Perahu kayu kecil yang digerakan oleh mesin
[iv] Jukung :Peraku kayu/ sampan yang dikayuh, tanpa mesin
[v] Batang :Sejenis dermaga apung tradisonal, biasanya berupa kumpulan kayu-kayu besar yang mengapung dan digunakan sebagai tempat menambatkan jukungatau kelotok.Selain itu juga berfungsi sebagai tempat MCK komunal yang dilengkapi dengan jamban tertutup.
Lihat Travel Story Selengkapnya