Aku menikah sudah masuk tahun ke sepuluh. Awal nikah, tepatnya enam bulan menikah dia sebenarnya bekerja, hanya saja di bulan ke lima terpaksa berhenti, karena waktu itu aku sakit, dokter klinik menyuruhku beristirahat total tanpa harus rawat inap, kurang lebih 1 bulan. Â
Aku terkena types, kantor pun memproses cuti kerja buatku. Saat itu, kami masih mengontrak rumah petak. Dia yang setia menemani, sampai berhenti dari pekerjaannya dikantor.
Riha benar-benar tidak lagi kerja kantoran. Lepas aku sembuh, kami dikaruniai seorang anak. Karena kami memang merantau jauh dari keluargaku dan keluarganya, mengharuskan kami benar-benar mandiri.
Akulah yang memintanya untuk tidak lagi bekerja. Dia pun menurut. Aku yang hanya karyawan biasa di perusahaan kecil tentu pemasukan dari gaji bulananku tidak seberapa. Bahkan tidak jarang kami benar-benar merasakan tidak punya uang sepeser pun. Kalau sudah begitu, aku tidak segan untuk bolos kerja, karena tidak ada uang untuk sekedar beli bensin.
Seiring waktu, kehidupan kami mulai membaik dalam hal keuangan. Istri mulai jualan online. Walaupun hasilnya masih dibilang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sesekali, Riha masih suka minta ijin padaku untuk bekerja di kantor lagi.Â
Aku tetap dengan jawaban yang sama. "Enggak usah kerja Sayang, nanti anak siapa yang jaga." Aku juga bukan tanpa alasan kenapa anakku tidak diizinkan untuk dititip di kedua neneknya. Bukan karena aku tidak percaya dengan pola asuh mereka. Hanya saja aku trauma.Â
Aku termasuk anak yang pernah dititipkan di nenek, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama.Â
Bahkan aku pernah kabur dari rumah nenek, pulang dari sekolah, bergegas naik angkutan umum untuk pulang ke rumah ibu. Tapi esoknya, aku diantarkan lagi.Â
***
Anak kami sekarang sudah tiga. Istriku masih tetap bertahan dengan jualan onlinenya, bahkan kini mulai jualan makanan kecil dirumah.Â
Kalau ditanya apa aku suka membantu istri, jawabanku, jarang. Jika Riha menyuruhku baru aku laksanakan. Waktu libur kerja aku yang pegang anak-anak. Mulai dari mandi, juga makannya. Tapi tentu saja istri yang lebih banyak bekerja. Bagiku, dia bagaikan gurita besar yang dengan sigap dan cekatan kerjakan semua urusan rumah, anak-anak juga suami dengan tangannya sendiri.