[caption id="attachment_364840" align="alignnone" width="640" caption="Mereka terus berlari dan berjalan untuk mengejar ketimpangan negeri ini. Foto ini diambil saat siswa SD di Raja Ampat pulang sekolah dan harus berjalan kaki (dok.pri)."][/caption]
Baru saja walikota Bandung, Ridwan Kamil meluncurkan bus khusus anak sekolah yang bisa di akses secara gratis. Begitu kira-kira berita yang saya tangkap terhadap kicauannya di twitter. Solusi yang bagus dengan kemacetan kota Bandung, dimana anak sekolah mendapat prioritas waktu agar tidak terlambat dan nyaman dalam bertransportasi. Tiba-tiba saya teringat dengan beberapa siswa dengan seragam merah putih yang lusuh. Bersama gurunya mereka menyusuri jalanan aspal yang bergelombang kadang berubah menjadi jalan tanah hanya untuk berangkat dan pulang sekolah. Yang pasti disana tidak ada kemacetan. Jangankan kemacetan, hilir mudik kendaraan pun bisa dihitung dengan jari dan sampai bosan menghitungnya karena jarang yang lewat.
Jika mengkomparasikan antara yang ada di Bandung dan pedalaman Raja Ampat pasti semua bisa menjawab. Bandung sebagai kota kembang dan Raja Ampat sebagai kota bahari. JIka membandingkan dengan pendidikannya pasti ada ketimpangan, tetapi coba melihat sisi positif dari peran tenaga pendidik yang ada di sana. Bagaimana kiprah mereka dalam dunia pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa ini.
Sejumlah uang harus saya bayar gegara bagasi saya melebihi ketentuan. Hampir 40Kg barang yang melebihi kapasitas bagasi yang seharusnya hanya 20Kg. Saya terbang dari Yogyakarta lalu ke Jakarta dilanjutkan ke Ambon dan berakhir di Sorong. Dari Sorong dilanjutkan lagi menuju Waisai lalu masuk ke pedalaman di sebuah sekolah yang bersebelahan dengan deretan hutan belantara. itulah sekelumit perjalanan menuju jantung Raja Ampat di Papua Barat.
[caption id="attachment_364842" align="alignnone" width="640" caption="Tanggung jawab moral dan besar untuk menghantarkan amanat dari teman-teman pelancong yang tidak bisa ikut bergabung. Mereka hanya menitipkan buku-buku saja (dok.pri)."]
Teman-teman saya yang suka jalan-jalan membuat ide "one traveler one book". Jadi setiap ada teman yang mau jalan-jalan, maka mereka yang tidak jalan harus menyumbang sejumlah buku. Buku-buku yang terkumpul nantinya akan disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan. jadi jalan-jalan tak hanya senang-senang saja, tetapi harus bisa berbagi dan menyenangkan sekaligus mencerdaskan orang lain, begitu kira-kira maksud tujuannya.
[caption id="attachment_364843" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu sekolah yang kami tuju dengan menumpang ojek dan jalan kaki (dok.pri)."]
Jika melihat itung-itungan harga buku kadang tak sebanding dengan harga kelebihan bagasi dan ongkos ojek 120ribu pulang pergi. Namun niat baik tetaplah harus dijalankan karena sebuah amanat, kebetulan masuk dalam satu tujuan perjalanan. Setelah berkonsultasi dengan guru-guru di Raja Ampat saya mendapat informasi jika salah satu sekolahan memerlukan bantuan buku-buku bacaan untuk murid-muridnya.
Sejenak saya kurang begitu percaya, sebab dana pendidikan begitu besar terlebih dengan pengadaan sarana prasarana. Usai menempuh perjalanan yang panjang saya sampai juga di sekolahan. Ibu kepala sekolah yang nampak terkejut karena ada beberapa orang membawa ransel dan kardus datang kesekolahannya. Saya dan rekan-rekan langsung dibawa masuk ke ruang kepala sekolah lalu saya menjelaskan masuk dan tujuan kedatangan kami dan sebelumnya minta ijin agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.
[caption id="attachment_364845" align="alignnone" width="640" caption="Di sela-sela keceriaan bersama anak-anak di tanah Papua (dok.pri)."]
Sejenak saya memperhatikan perpustakaan yang berisi rak-rak buku dan beberapa buah buku yang lusuh. Saya diam sejenak memperhatikan gudang ilmu yang nampak kosong dan tanpa aura pencerahan. Segera kami susun buku-buku yang kami bawa untuk mengisi rak-rak yang kosong ini . Tak sabar rasanya melihat keceriaan siswa-siswa disini dengan menikmati amanat dari teman-teman. Kami tidak bisa mengatas namakan ini bantuan dari siapa, yang pasti ini hanya titipan dari teman yang tak bisa bertandang di sini.