Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Misteri Bola Batu Berumur 700.000 Tahun

25 Maret 2015   09:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:04 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_405196" align="aligncenter" width="499" caption="Bola batu berusia sekitar 700.000 tahun ditemukan di situs Dayu. Batu ini kemungkinan digunakan manusia purba untuk berburu, menghancurkan sesuatu, tetapi butuh bukti untuk menyimpulkan itu, demikian kata Prof. François Sémah. (dok.pri)."][/caption]

Masa lalu biarlah masa lalu

Jangan kau ungkit jangan ingatkan aku

Masa lalu biarlah masa lalu

Siang itu dibawah naungan teduhnya daun Tectona grandis, terdengar sayup-sayup yang dilantunkan oleh Inul Daratista. Saat itu saya melihat Widhi, anak penemu Sangiran 17 nampak manggut-manggut menikmti alunan lagu sambil memegang ponselnya yang dijadikan pemutar lagu. Saat Inul Daratista menyampaikan pesar agar tidak perlu lagi mengungkap masa lalu, tetapi kami yang ada di sini sedang mengungkap masa lalu selama ratusan ribu tahun yang lalu. Sudah hampir 1 minggu kami melakukan eskavasi/penggalian untuk mencari jejak-jejak manusia purba di Sangiran, dan dimenit-menit terakhir penggalian ditemukan bola batu. Agung, salah satu peserta field school dari Manado yang menemukan bola batu tersebut. Antara senang dan sedih, senang karena berhasil menemukan dan sedih karena penggalian harus dilanjutkan keesokan harinya, padahal nanti malam adalah penutupan.

[caption id="attachment_405197" align="aligncenter" width="499" caption="Saban pagi untuk menuju lokasi harus berjalan kaki menyusuri sungai Dayu. Nampak di depan Prof. François Sémah, di ikuti Xavier asistennya dan Dante mahasiswa yang sedang mengambil master arkeologi asal Filipina. (dok.pri)"]

1427250940475950775
1427250940475950775
[/caption]

Field School adalah program dari Prehsea, sebuah asosiasi yang mempelajari tentang pra sejarah di asia tenggara. Program yang pertama di lakukan di goa Tabon, Palawan-Filipina, dan yang kedua di Sangiran, Sragen-Jawa Tengah. Sebuah keberuntungan bisa bergabung dengan para pakar arkeologi, geologo, paleontologi, dan kepakaran ilmu lain yang mendukung proses eskavasi situs purbakala. Kami semua di kumpulkan di mess Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, dengan peserta lain dari Filipina dan Prancis. Tujuan kami selama 7 hari kedepan adalah mempelajari salah satu situs penggalian di Desa Dayu, Kec Gondangrejo, Kab Karanganyar.

Pagi pukul 05.00 satu persatu kami sudah bangun dari mess yang mirip dengan hotel berbintang. Ritual pagi tidak mewajibkan kami untuk mandi pagi, yang pasti kami harus segera sarapan untuk mempersiapkan energi. Pukul 06.00 Prof. François Sémah seorang geolog sekaligus arkeolog sudah datang dengan hanya mengenakan kemeja, celana pendek, bertopi, dan sandal jepit. Usai sarapan dengan menu yang sederhana segera kami menuju situs Dayu yang berjarak sekitar 30 menit perjalanan dengan kendaraan roda 4 lalu 20 menit berjalan kaki. Saya yang bergaya necis untuk menghormati pekerjaan hari ini, ternyata baru sadar bahwa ini adalah lapangan dan bukan sebuah ruangan. Sepatu akhirnya melingkar di leher, dan celana digulung setinggi selutut manakala kami semua turun ke sungai dan berjalan sekitar 500 menyusuri alirannya.

[caption id="attachment_405198" align="aligncenter" width="499" caption="Begitu sampai di Situs Prof. François Sémah, sebelum bekerja, dia memberikan kuliah pagi kepada penduduk lokal berkaitan dengan kegiatan eskavasi. Dengan bahasa Indonesia yang beraksen Prancis dia mengajari banyak hal berkaitan dengan arkeologi dan geologi pada penduduk lokal (dok.pri)."]

14272511081990740076
14272511081990740076
[/caption]

Sampai juga kami di lokasi penggalian. Di sana sudah hadir beberapa penduduk lokal yang akan diperbantukan untuk proses eskavasi. Keahlian mereka bersentuhan dengan fosil dan batu tidak perlu di ragukan lagi, karena mereka telah belajar bersama para pakar-pakarnya langsung. Sebuah lokasi penggalian yang sudah di plot dengan dimensi tertentu di gali pelan-pelan dengan sekop kecil lalu dengan kuas disapukan. Tanah-tanah beserta bebatuan yang terkikis kemudian dipindahkan dalam ember kecil dan diayak. Tanah di buang, batuan dan kerikil di ambil untuk diidentifikasi dan dihitung. Batuan besar yang bernama tufa di biarkan untuk selanjutnya di gambar, dipetakan dan di ukur dimensi dan orientasinya.

[caption id="attachment_405199" align="aligncenter" width="499" caption="Pak Jumadi, penduduk lokal yang diperbantukan dalam proses eskavasi. Dengan telaten dia menyingkap lapisan demi lapisan tanah dan memisahkan setiap temuannya (dok.pri)."]

1427251248852853606
1427251248852853606
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun