[caption id="attachment_357896" align="aligncenter" width="576" caption="Pintu masuk sungai bawah tanah Puerto Princesa (dok.pri)."] [/caption]
"mau tinggal di Fillipina 2 bulan, makan, minum dan tidur ditanggung pemerintah..?" tanya teman saya saat di gerbang sungai bawah tanah, Palawan. Siapa tidak senang ditawari oleh teman saya, lantas saya bertanya "bagaimana caranya...?". "buang saja sampah sembarangan dan sampai ketahuan petugas..." jawab teman saya sambil tertawa. Walau hanya bercanda, di sinilah bagaimana lingkungan benar-benar mendapat perhatian utama untuk sebuah tempat wisata. Saya hanya bersendikan "bagaimana kalau ini diterapkan di Indonesia..."
2 jam dari Puerto Princesa saya dibawa ke arah utara Palawan. Jalan berkelok, berbukit naik turun ditambah lagi sopir yang mengemudikan kendaraan begitu lihainya. Perut serasa diaduk-aduk, karena saya duduk di kursi belakang. Sepanjang perjalanan pemandu terus saja menerocos menjelaskan ada apa saja di sana. Ibarat jalan menuju gedung bioskop ada yang menceritakan rentetan cerita film. Bagi mereka yang suka merapa dan menebak-nebak seperti saya pasti akan gusar, tetapi ada juga yang rasa ingin tahunya tinggi sehingga terus bertanya dan semakin gusar saja.
[caption id="attachment_357897" align="aligncenter" width="576" caption="Pelabuhan Sabang dermaga untuk menuju sungai bawah tanah (dok.pri)."]
Mata saya selalu jelalatan melihat keluar jendela. Di balik kaca mata hitam ini saya benar-benar mengagumi pesona alam Pulau Palawan. Bukit-bukit gamping menonjol di mana-mana. Hutan lebat hingga semak belukar menjadi sajian di sisi kanan kiri jalan. Hampir sepanjang perjalanan jarang ditemukan perkampungan, sehingga benar-benar seperti berjalan di tengah-tengah belantara. Udara sejuk dan suasana teduh benar-benar membuat betah di perjalanan ini, kecuali pemandu yang tak henti-hentinya berceloteh.
Tiang-tiang listrik dengan panel surya di atasnya mulai terlihat. Sawah-sawah dengan petak yang unik berjejalan di bukit-bukit kapur yang menjulang tinggi. Pemandu mengatakan sebentar lagi akan sampai di Sabang. Sabang adalah kota kecil di selatan Palawan yang menjadi pintu masuk pada salah satu keajaiban dunia, yakni sungai bawah tanah. Sopir mengarahkan kendaraan di pelataran tempat parkir di sebuah rumah makan.
[caption id="attachment_357898" align="aligncenter" width="576" caption="Si Jack pemandu kami yang kocak (dok.pri)."]
Usai makan siang, saatnya menuju sungai bawah tanah di dermaga Sabang. Di sini saya benar-benar kagum pada pengelola wisata. Peraturan dan hukuman ditulis besar-besar agar benar-benar ditaati oleh pengunjung dan operator. Pantai yang bersih dan rapi, entah mengapa saya tiba-tiba menjadi ini dengan suasana seperti ini. Panas yang terik, memaksa harus menunggu antrian perahu yang akan mengantarkan kami menuju mulut sungai.
Tiba-tiba Mr. Dong dari kementerian pariwisata yang menemani perjalanan ini menawari saya es krim. Contong es krim yang biasa saya beli waktu SD menjadi menu yang spesial di tempat ini. Panasnya udara menjadi dingin saat aneka buah dicampur es krim masuk dalam rongga mulut dan tak lama kemudian lambaian tangan mengajak untuk naik perahu. Perahu dengan kapasitas maksimal 8 orang ini selalu hilir mudik mengantar dan menjemput para pengunjung.
[caption id="attachment_357899" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana di dalam lorong sungai bawah tanah (dok.pri)."]
Jaket pelampung wajib dikenakan oleh pengunjung yang ingin mengunjungi sungai bawah tanah. Berjarak hampir 3Km dengan waktu tempuh sekitar 20 menit, perahu yang kami tumpangi terombang-ambing oleh ombak laut tiongkok selatan. Sebuah tebing karang terlihat dengan jelas yang menandakan sebentar lagi sampai di pantai yang menjadi pintu masuknya.