[caption id="attachment_397508" align="aligncenter" width="512" caption="Pantai Siung dengan gugusan tebing-tebing karangnya. Salah satu tebing karang berbentuk mirip taring, yang konon salah satu versi mengapa pantai ini diberi nama siung/taring 9dok.pri)."][/caption]
Pagi menyeruak setelah semalam di guyur hujan ringan. Tenda yang masih basah oleh embun masih kuat menantang hempasan angin laut yang mendera semalaman. Setelah semalaman menginap di hotel bintang 5 miliar, beratapkan langit beralaskan pasir, kini saatnya untuk menyongsong sang surya di ufuk timur.
Sebuah ritual para pelancong yang bangun pagi-pagi buta, tangan ini meraba-raba trangia dan perangkatnya. Alat masak buatan Swedia ini yang akan menyajikan minuman hangat sembari mendengarkan kumandang adzan subuh.
Secangkir teh panas sudah dalam genggaman. Dalam pagi yang masih remang-remang, ombak Selatan selalu saja memberikan aroma mistisnya.
Sembari duduk di bawah pohon Fillicium, sesekali menyeruput teh hangat dengan aroma melati dan gula batunya. sebuah kemping yang sempurna malam ini, dan sesaat harus segera beranjak untuk menyaksikan sang surya yang mulai merangkak.
Langkah kaki berjalan pelan di atas pasir putih yang belum ternoda jejak manusia. Saya menjadi yang pertama dan meninggalkan jejak pagi ini. Berjalan di sepanjang pantai, kadang-kadang harus benar-benar menepi jika tak ingin basah oleh air Samudra Hindia. Sebuah sungai kecil memaksa harus mengerahkan tenaga berkali lipat, manakala harus melompat. Kembali harus berjalan dan kali ini harus lewat jalan setapak di antara semak.
Jalan menanjak dari sela-sela batuan karang yang terangkat. Jalur yang sempit dan licin, karena semalam diguyur hujan harus ekstra hati-hati. Dalam pundak menggantung 2 buah kamera, dan tangan kiri masih menggenggam sebuah kamera saku dan tangan kanan penyangga kaki tiga. Napas yang terengah-engah akhirnya mengantarkan kaki ini pada sebuah puncak bukit tertinggi di Pantai Siung.
Laut selatan begitu jelas dari tempat ini. Aroma garam begitu pekat dan halimun masih menutupi beberapa sudut pantai. Sayup-sayup terdengar deburan ombak yang menghatam batuan karang, dan samar dari sisi timur mulai menyeruak cahaya merona. Benar saja, saatnya sang surya beranjak dari peraduannya dan akan menjadi momen yang indah pagi ini. Perlahan kelamnya langit berubah warna menjadi merah merona, lalu semburat kuning emas bermunculan. Namun pagi ini saya sepertinya belum beruntung, manakala banyak sekali awan yang menggantung. Kisah pagi ini cukup sampai di sini, dan inilah seni mengejar matahari.
[caption id="attachment_397511" align="aligncenter" width="358" caption="Jalur Kuda Laut, begitu para pemanjat tebing memberi nama untuk tebing ini. Di puncak tebing terukir alam sebuah ornamen mirip bekas lambang pertamina (dok.pri)."]
Kepala kuda laut mirip bekas lambang Pertamina begitu menggoda. Saya termangu manakala seorang gadis dengan tali pengaman tubuh mencoba meraih sudut-sudut tebing untuk menambah ketinggian. Inilah tebing di Pantai Siung, Gunung Kidul-Yogyakarta. Konon di tempat ditemukannya taring harimau, oleh sesepuh yang tinggal di pantai ini, yakni mBah Wasto. Saya kagum karena kelenturan gadis pemanjat yang meliuk-liukkan tubuhnya untuk mencari pegangan dan pijakan. Kaki yang kokoh dan tangan yang kuat, mental yang tangguh berkolaborasi dengan kemampuan memanjat.
[caption id="attachment_397514" align="aligncenter" width="358" caption="Gadis Pemanjat, menyusuri sela-sela tebing sambil mengaitkan tali pengan pengaman pada cincing kait. (dok.pri)."]