Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Hedonisme Dunia Pendakian

12 Mei 2016   12:02 Diperbarui: 12 Mei 2016   14:23 2294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta pendakian gunung Rinjani dengan latar belakang gunung RInjani (dok.pri).

Agustus 2003, atau sekitar 13 tahun yang lalu langkah saya terseok-seok manakala sendirian menembus Bukit Penyesalan lalu balik kanan ganti arah lewat Bukit Penderitaan. Dua pilihan jalur sebelum para pendaki Gunung Rinjani untuk menuju Plawangan Sembalun. Saat itu yang terpikir dalam benak saya adalah bagaimana menggapai puncak setinggi 3726 mdpl. 

Setelah 3 hari berjalan akhirnya sampai juga di puncak dan hanya bertemu dengan beberapa pendaki. Kamera SLR dengan lensa 35mm dan film isi 36 mengabadikan momen indah tersebut. Sangat kontras dengan 5-8 Mei 2016 kemarin, tercatat 1800 pendaki yang ingin menuju ke puncak.

RInjani 2003, hanya beberapai pendaki yang menggapai puncak dan sangat kontras dengan saat ini (dok.pri).
RInjani 2003, hanya beberapai pendaki yang menggapai puncak dan sangat kontras dengan saat ini (dok.pri).
Fendi, seorang pemandu lokal menuturkan dan memberi masukan, "Mas cukup sampai Plawangan saja, kemarin saya jam 1 malam jalan menuju puncak, baru jam 6 pagi sampai puncak dan jam 9 baru dapat giliran foto di puncak". Nasihat yang langsung menyiutkan nyali dan mental saat ingin menjejakkan kaki di puncak tertinggi di pulau Lombok. 13 tahun lalu, summit attack cukup pukul 5 pagi, sampai puncak pukul 7 lalu lalu pukul 11 sudah sampai di tenda lagi.

5 tahun lagi, dunia pendakian gunung menggeliat dan menggunung. Banyak yang mengatakan 'pendaki karbitan atau pendaki prematur'. Memang tidak ada aturan atau hukum, untuk naik gunung harus ikut organisasi kepincatalaman di SMA atau Kampus, sebab semua orang berhak naik gunung. Menjadi pembeda yang jelas, mereka yang tergabung dengan organisasi yang baik akan memiliki pengetahuan yang cukup seputar kegiatan alam bebas, berbeda mereka yang 'waton'/asal naik tanpa memiliki bekal dan pengalaman yang cukup.

Porter dan pemandu di Gunung RInjani bisa dibayar untuk menghantar sampai puncak (dok.pri).
Porter dan pemandu di Gunung RInjani bisa dibayar untuk menghantar sampai puncak (dok.pri).
Organisasi kepecintaalaman atau sejenisnya saat ini bukan lagi sebuah kebanggan sesesorang atau syarat bisa menginjakkan kaki di gunung. Asal memiliki uang cukup bisa menyewa operator pendakian gunung, pemandu gunung, atau porter jika tujuannya hanya ingin berpijak di titik tertinggi. Dengan uang, bisa dengan mudah tanpa harus bersusah payah menggendong ransel puluhan kilo, memasak dalam udara dingin, atau mendirikan tenda saat hujan datang. Dengan uang, cukup bawa diri saja dan semua sudah ada yang mengurus dan mencukupi. 

Fenomena inilah yang acapkali muncul, sehingga mereka yang pernah merasakan jaman-jaman sengsara naik gunung menjadi manusia asing dan aneh saat ditengah-tengah komunitas pendaki model baru ini.

Dulu dengan kamera film isi 36 klise, benar-benar memilih momen untuk di abadikan dan itu pun dengan perjudian di meja studio saat dicuci cetak. Saat ini, sinyal ponsel sudah menembus hingga ke puncak gunung dan saat itu hasil foto dari ponsel langsung bisa di unggah media sosial untuk mengabarkan pada khalayak ramai. Sebuah perkembangan yang pesat dalam dunia pendakian.

Pendaki wajib terdaftar di posko pendakian untuk mendapatkan SIMAKSI (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi), sekaligus asuransi. Selian itu juga untuk medata pendaki yang masuk (dok.pri).
Pendaki wajib terdaftar di posko pendakian untuk mendapatkan SIMAKSI (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi), sekaligus asuransi. Selian itu juga untuk medata pendaki yang masuk (dok.pri).
Sedikit kilas balik dalam dunia pendakian. Sebelum mendaki gunung, banyak mereka yang berlatih, menyiapkan fisik, mental, perbekalan hingga rencana perjalanan. Tujuannya dari itu semua adalah membuat pendakian itu berjalan aman, lancar dan baik. Lain kisah, saat ini banyak pendaki kelaparan, kehausan, kedingingan bahkan meregang nyawa di tengah gunung gegara kurangnya persiapan.

Beberapa kali dalam pendakian saya menjumpai kecelakaan di gunung, dari mereka yang menderita penyakit ketinggian (AMS/Acute Mountain Sickness), terjatuh, tersesat, hingga meninggal dunia. Rerata para korban adalah mereka yang tidak memiliki pengetahuan seputar kegiatan alam bebas, begitu juga dengan pengalaman.

Baru saja saya tersadar, pendakian di Gunung Rinjani kemarin juga menemukan hal serupa yakni ketidaksiapan para pendaki. Malam saat menginap di Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani di Sembalun saya mendengar ada kecelakaan gunung. Ada seorang pendaki yang terjatuh saat turun dari puncak, mengalami perdarahan dan harus dievakuasi malam itu juga. Kisah lain saat hendak turun, ada rombongan berisi 8 orang yang tersesat karena memilih jalur yang salah. Tidak terbayangkan jika perjalanan itu dilanjutkan, padahal saat itu hujan lebat.

Kisah tragis saat berjalan turun adalah adanya korban meninggal di kolam air panas Segara Anak. Sangat di sayangkan, korban meninggal gegara mandi di kolam lalu terseret arus, kemungkinan adalah arus sungai jenis hidraulik seperti mesin cuci. Korban pun ditemukan dalam keadaan tanpa nyawa lagi. Lebih menyedihkan saat itu korban dan rombongan tidak mengantongi ijin dari Taman Nasional alias ilegal. Sebuah permenungan tentang karut marutnya dunia pendakian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun