Di era modern yang masyarakatnya ada yang semakin individualis, serba digital dan virtual saat ini sangat susah menemukan interaksi sosial yang layaknya homo homini socius. Banyak yang sibuk dengan gawainya masing-masing atau setidaknya dengan komunitasnya. Namun yang menarik adalah, masyarakat kita bisa dibilang reaktif. Reaktif untuk masalah kebersamaan, gotong royong jangan ditanya untuk orang-orang seantero nusantara. Contoh dari tindakan masyaralat adalah saat seorang ibu penjual makanan yang barusan kena razia satpol PP, tetiba dikeroyok netizen yang memberikan sumbangan hingga terkumpul lebih dari 100 juta rupiah. Sedemikian reaktifnya tanpa perlu melihat siapa yang dibantu, yang penting kebersamaan. Apakah demikian sifat bangsa ini, mari kita lihat di kaki Gunung Andong, Magelang-Jawa Tengah.
Sang Surya baru saja meninggalkan peraduaannya. Sinarnya yang hangat perlahan menyapu tetesan halimun yang perlahan-lahan mulai sirna. Pagi yang hangat di Dusun Sawit, Desa Girirejao, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Penduduk yang terdiri sekitar 6 RT sudah bersiap untuk mendaki gunung Andong setinggi 1726 meter dari permukaan air laut. Tua, muda, lelaki, perempuan, bahkan anak-anak mereka juga diajak ikut serta. Tanpa sarapan mereka bersiap, benar saja karena hari ini mereka masih menjalankan ibadah puasa.
Bagi pendaki gunung, Gunung Andong bukanlah gunung yang tinggi. Bagi mereka yang terlatih, waktu tempuh menuju puncak sekitar 1 - 1,5 jam. Catatan bagi para pendaki, mereka membawa ransel yang nyaman dan tidak begitu berat, mereka membawa makanan dan minuman yang cukup, mereka melengkapi diri selayaknya pendaki gunung. Namun bagi warga sekitar, bekal mereka hanyalah saat sahur tadi untuk modal tenaga, sisanya adalah kesungguhan dan keiklasan.
Sekitar 250 warga, pagi ini siap mendaki gunung bersama-sama untuk mebawa pasir dan semen. Tidak ada paksaan, tetapi semua berdasar kesadaran bersama atau mungkin ada sangsi sosial. Orang Jawa akan merasa aneh dirinya jika tidak ikut terlibat, sehingga ada rasa "rikuh pekewuh" sungkan atau tidak enak. Perlahan-lahan mereka mendaki sesuai dengan kekuatan dan kecepatannya masing-masing, dan menarik lagi para pendaki yang menggendong ransel juga didahului oleh para warga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H