[caption id="attachment_412387" align="aligncenter" width="600" caption="Canyoning salah satu olah raga alam bebas yakni dengan menyusuri aliran sungai (dok.pri)."][/caption]
Derasnya aliran air yang menerbe tubuh seolah ingin menghempaskan ke dasar air terjun. Tali 8mm yang menjadi satu-satunya pengaman tubuh memberikan rasa percaya diri bisa melewati dinding demi dinding air terjun. Ketika kaki ini tak lagi bisa berpijak di dinding air terjun dan kepala hampir saja terbentur, di balik aliran air terlihat sebuah terowongan. Inilah salah satu misteri di balik air terjun, saya menemukan tempat orang menepi atau bertapa. Lembah kali pancur, kali ini banyak memberikan banyak kisah.
Bertiga kami berangkat dari Salatiga dengan naik angkutan umum jurusan Kopeng-Magelang. Bus yang penuh sesak membuat kami merasa hadir ditengah-tengah kaum sosialita yang hidup senasib sepenanggungan tanpa ada kesan glamour. Tujuan kami adalah Salaran, yakni sebuah pertinggan yang akan mengarahkan kami menuju Kali Pancur. Dengan ongkos 5.000 rupiah kami menempuh perjalanan sekitar 30 menit.
2 ojek sudah menanti kami untuk menuju Ngrawan, yakni pintu gerbang menuju Kali Pancur. Kali Pancur sendiri adalah salah satu obyek wisata berupa air terjuan dengan ketinggian lebih dari 100 m. Secara administratif berada di Ngrawan, Kecamatan Getasa, Kab.Semarang-Jawa Tengah. Tepat di kaki gunung Telomoyo, air terjun yang berada di lembah ini berada. Dengan membayar tiket masuk sebesar 2.000 rupiah kami masuk lewati ratusan anak tangga. Dari atas sudah terlihat air terjuan yang indah, dan ujung utara rawa pening terlihat dengan eloknya.
[caption id="attachment_412388" align="aligncenter" width="600" caption="Dian, seorang teman saya yang didaulat menjadi sweeper atau orang tekahir. Dia bertugas membersihkan pengaman dari setiap lintasan yang usai dilewati (dok.pri)."]
Pagi ini kami sudah berada di dasar air terjun Kali Pancur. Kali ini kami tak menikmati ke eksotisan hempasan air, tetapi ingin menelusuri lekak-lekuk sungai beserta jeram dan air terjunnya, yang biasa disebut dengan canyoning. Seperangkat alat panjat kami persiapkan seperti; seat harness, webbing, cincin kait, descender, ascender, tali prusik, dan tali karmantel 2 buah. Salah satu resiko canyoning adalah hipotermia, yakni kedinginan dan kehilangan panas tubuh karena air menjadi lintasan jalan. Untuk menghindari hipotermia, paling nyaman adalah memakai wet suit atau pakaian yang biasa digunakan untuk menyelam. Alat pengaman lain seperti sepatu dan helm adalah wajib untuk dikenakan.
Setelah persiapan selesai saatnya mengarungi jeram-jeram sungai. Awalnya kami hanya melewati aliran sungai, baru sekitar 25m air terjuan setinggi 15m sudah menghadang. Pokok kayu kami lingkari dengan webbing untuk dijadikan jangkar pengikat tali. Satu persatu kami turun, kebetulan saya adalah leader yang menjadi orang pertama yang jalan. Untuk memudahkan cleaning alat yang tertambat di atas, maka orang terakhir akan melepas pengaman dengan menggunakan simpul lepas. hanya mereka yang ekspert yang bisa melakukan ini karena memiliki resiko yang besar.
[caption id="attachment_412389" align="aligncenter" width="600" caption="Menuruni air terjun adalah sebuah kenikmatan dan tantangan tersendiri. Yang pasti aktivitas ini aman jika mengikuti prosedurnya (dok.pri)."]
Kembali kami berjalan menyusuri jeram-jeram sungai. Saat paling menyenangkan adalah melompati dari tas jeram dan terjun. Perlu diingat, jeram ini harus benar-benar diperiksa kondisinya. Apakah jeram tersebut aman untuk di lompati, seberapa dalam, apakah ada batu atau kayu yang membahayakan, dan yang pasti ada aliran hidrolik atau tidak. Aliran hidrolik adalah aliran air dari atas ke bawah dan membentuk pusaran yang terus berputar secara vertikal atau horisontal seperti mesin cuci. Aliran air ini sangat berbahaya dan bisa menjebak orang yang masuk didalamnya. Saya sebagi orang pertama harus benar-benar jeli memastikan bahwa semua aman bagi teman-teman saya.
Jeram terakhir dari sekitar 7 sepertinya sangat susah untuk dilewati karena berbentuk vertikal. Batangan kayu besar yang hanyut menjadi jangkar tambatan. Kembali saya menjadi orang pertama yang harus melewatinya. Tidak hanya urusan tali temali dan keberanian semata, tetapi perhitungan mutlak diperlukan. Hampir saja saya celaka saat turun di air terjun ini. Kedua kaki tak bisa berpijak dan bergelantungan diseutas tali karmantle statis 8mm. Muka saya yang hampir terbentur dinding tebing air terjun karena pandangan ini tertutup oleh hempasan air terjuan. Saya mencoba tenang dan tidak panik, perlahan saya turun sambil menahan nafas yang mulai sesak.
[caption id="attachment_412390" align="aligncenter" width="600" caption="Di balik air terjun tedapat sebuah lorong yang digunakan untuk bertapa. Mulut lorang dengan tirai air terjuan, sebuah tempat yang nyaris tak dijamah orang dan kami tak sengaha menemukannya (dok.pri)."]