Jangan seperti anak ayam yang mati di lumbung padi. Bukan karena tidak ada makanan, tetapi tidak tahu tentang makanan. Koes Plus saja mengatakan, tongkat dan batu jadi tanaman, jadi jangan kawatis soal makanan.
Perpres 81 tahu  2024, tentang percepatan penganakaragaman pangan membuat saya jadi gusar. Bukankankah dari dulu kita sudah beragam, yang kemudian diseragamkan dengan beras, susu, telur, mie instant mungkin. Saya merenung, kenapa demikian.
Suatu saat saya memberi tugas kepada mahasiswa. Berangkat dari kampung kalian, coba tanya nenek kakek, ayah ibu kalian, waktu kecil makanan apa yang difermentasi.
Saya banyak dapat informasi dari mahasiswa saya yang berasal dari berbagai wilayah di Nusantara. Dadih, urutan, tape, bekasang, luat, dan masih banyak lagi. Ada dua yang membuat saya tertarik, sambal lu'at dari NTT dan tempe bosok dari Jawa Tengah.
Saya ambil tempe busuk dulu. Tempe adalah makanan asli Nusantara, bahkan sudah tertulis di Serat Centini. Perkara di tempat lain ada, mungkin itu sebuah kebetulan belaka. Fermentasi kacang-kacangan dengan jamur RHYZOPUS ini memang sumber gizi dan solusi dari ketahanan pangan.
Saya teringat waktu SD, tinggal dengan simbah. Setiap simbah saya beli tempe, maka akan menyisakan satu gendok (setangkap). Tempe yang dibungkus dengan daun pisang atau andong ini dibiarkan di rak dapur, disaat tempe lain diolah.
Setelah 3-5 hari, tempe yang disisakan tadi mulai muncul aroma yang kuat, berair, lalat buat berterbangan. Dibukalah tempe tersebut lalu diletakam di atas bara api dalam pawon (tungku). Tempe yang sudah membusuk dipanggang sampai kering dan sedikit hangus.
Simbah menyiapkan cobek batu, lalu ditaruh sejumput garam, dua siang bawang putih, dan beberapa cabai. Tempe yang sudah kering diletakan dalam cobek, lalu diulek dengan munthu. Jadilah sambel tempe bosok.
"Le ora ana lawuh, mangan sego anget, karo gereh, lan sambel tempe bosok ya, karo gegeni" kata mBah. Artinya, nak tidak ada lauk, makan pakai nasi hangat, dengan ikan asin, ditambah sambal tempe busuk, sambil menghangatkan tubub di depa  tungku. Bayangkan, betapa pagi itu makan, sebelum berangkat sekolah. Rumah kami di desa dengan elevasi 1.128 m dpl, suhu mungkin diangka 16-17C setiap paginya. Bisa membayangkan, sembari menyeruput teh hasil sangrai sendiri dengan gula merah.
Di laboratorium mikrobiologi, saya penasaran. Kenapa tempe bisa busuk dan rasanya enak. 20 tahun berkecimpung dengan bakteri, kenapa baru sekarang? Sudahlah.
Tempe umumnya dibuat dari kedelai, meski kacang lain juga bisa. Usai direndam dan dibuang kulit bijinya lalu dikukus, dan setelah itu ditaburi ragi. Ragi tempe dari genus RHYZOPUS yang keberadaannya ditandai munculnya miselia yang berwana putih. Tempe dikatakan matang, jika sudah putih sempurna. Jamur ini bertugas mendegradasi makromolekul seperti serat, karbohidrat, protein, dan lemak.
Dengan enzim-enzimnya, jamur akan merombak molekul kompleks menjadi sederhana. Sehingga tempe akan jadi empuk, dan mudah dicerna dan gizinya langsung diserap oleh usus halus kita.
Lantas mengapa tempe itu enak? Dalam fermentasi tempe, tidak hanya jamur yang hadir ada konsorsium bakteri lain. Nah mereka gotong royong menghasilkan metabolit sekunder, ada asam organik, alkahol. Inilah yang membuat lalat buah datang. Satu lagi hasil karya mereka, yakni asam amino yakni glutamat.
Glutamat tidak akan memberikan rasa enak atau umami, dan proses hidrolisis dapat melepas menjadi asam glutamat. Tau MSG (Monosodium glutamat) sama dengan yang ada di tempe, cuma tanpa garam/sodium.
Tempe yang over fermented atau busuk, kandungan asam glutamatnya meningkat hingga 0,13%. Artinya ini ada penyedap alami yang langsung diproduksi oleh bakteri dan jamur, yang alami dan aman. Sehingga tidak salah, jika di Boyolali ada sambal tumpang dan di Salatiga ada tumpang koyor yang memakai tempe busuk sebagai bumbunya.
Satu lagi, bakteri yang ada di tempe dari hasil pengamatan saya, sebagian besar adalah bakteri gram positif. Dinding sel bakteri yang berwarna biru ini adalag bakteri baik, dari keluarga asam laktat. Jadi makan tempe plus probiotik, meski ada juga bakteri jahat dalam kelurga koliform.
Simbah saya, memanggang dulu tempe busuknya. Meski tidak mati semua mikrobanya, setidaknya mengurangi populasi bakteri termasuk yang jahat. Sterilisasi berkearifan lokal.
Nah sampai disini, paham kan ya mengapa tempe busuk itu enak?. Satu lagi, dalam keadaan gawat seperti tidak ada lauk, tempe busuk ini tetap menjadi penyelamat untuk menemani nasi hangat mengisi perut. Meski sudah busuk, tempe masih memiliki unsur gizi, jadi tinggal kita saja mau mati di lumbung beras atau menikmati tempe yang umami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H