Saya teringat dulu waktu masih kecil, dimana banyak anak-anak diberi kalung dari rangkaian potongan bambu kuning.
Konon kalung tersebut sebagai tolak bala, karena Ratu Pantai Selatan sedang meminta tumbal. Hari-hari ini kita juga heboh kementerian pertanian membuat kalung dari minyak kayu putih sebagai tolak virus. Bagaimana ini ceritanya..?
Minyak kayu putih, bukanlah barang asing bagi orang Indonesia. Dari bayi sampai orang dewasa, sudah sangat familiar dengan aromanya.
Gegara aroma inilah yang membuat minyak kayu putih memiliki nilai jual. Lantas aroma ini apa manfaatnya dan apa saja isinya.
Aroma minyak kayu putih sebenarnya adalah susunan beragam senyawa yang dikenal dengan minyak asiri/essential oil.
Sesuai dengan namanya, minyak asiri ini memiliki titik didih yang rendah dan mudah menguap, sehingga sangat mudah dideteksi indera penciuman manusia.
Ada beberapa komponen utama penyusun minyak kayu putih antara lain, sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (C10H5H0), limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H24). Senyawa-senyawa tersebut mudah menguap dan akan memberikan sensasi tersendiri setelah terhirup, dan kedepannya dijadikan aroma terapi.
Dengan demikian akan terjadi respon fisiologis saraf, endokrin (sistem kekebalan tubuh/imunitas) yang nantinya akan memengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan, dan pelepasan hormon di seluruh tubuh.
Akhirnya tubuh akan merasa tenang/rileks, pernafasan teratur dan inilah efek dari aroma terapi tersebut.
Dengan demikian, maka minyak kayu putih harusnya lebih efektif di pakai di area dekat hidung jika targetnya adalah sebagai aroma terapi. Maka wajar saja, jika minyak kayu putih di buat kalung.
Lantas bagaimana dengan minyak kayu putih yang diusap di bagian tubuh tertentu, berarti sia-sia karena tidak tepat sasaran. Mari kita lihat cara kerja minyak kayu putih pada kulit.