Masa tahun politik 2018 untuk pilgub dan 2019 untuk pilpres sangat rentang dengan munculnya gesekan. Hanya dengan isu yang sepele, dengan  lihai bisa dipelintir dan dibesarkan hingga menjadi konflik. Isu yang kini mudah dimainkan adalah agama dan etnis. Indonesia memang perlu mengobarkan "Bhineka yang Tunggal Ika" itulah yang menjadi tema IICF (Indonesian Internasional Culture Festival) 2018di UKSW - Salatiga.
Salatiga yang dengan slogan hati beriman, mendapat predikat menjadi kota paling toleran di Indonesia mengemban beban berat untuk menjaga kebhinekaan yang ada di Kota Mungil di pinggang merbabu ini. Di saat sosial media bertengkar menyebar kebencian, di daerah-daerah lain berkonflik saling mendukung kubunya masing-masing, di Salatiga berpesta pora merayakan perbedaan.
Indonesian Internasional Culture Festival
IICF adalah acara tahunan yang diselenggarakan Senat Mahasiswa UKSW dengan rangkaian acara yang bernuansakan budaya di Indonesia dan  budaya asing. IICF ingin menunjukan keragaman yang ada di Indonesia dari berbagai aspek seperti; bahasa, pakaian adat, perilaku, makanan, lagu, tarian, rumah adat, dan kali ini dilengkapi dengan pernak-pernik daerah.
Paket lengkap yang dirangkai menjadi sebuah festival budaya. Lantas siapa yang bisa menikmati, semua bisa menikmati. Jalan sepanjang 2, 8 km dijadikan ajang pameran budaya melalui festival kostum, tarian adat, dan pawai budaya.
Untuk yang baru melihat sepertinya akan terlihat aneh dengan apa yang ditampilkan di panggung jalanan. Namun, bagi mahasiswa penampil itu adalah keseharian mereka di daerah asalnya. Sederhana saja, etnis dari Nusa Tenggar Timor mereka mempu berjalan jauh sambil menyanyi dan menari tanpa lelah. Mungkin bagi yang tidak terbiasa, menyanyi dan menari satu atau dua lagu sudah
ngos,, ngosan.., namun bagu sodara kita di Timor mereka sudah terbiasa melakukan ini semalam suntuk.
Bagi masyarakat jawa, mengonsumsi sirih pinang adalah prilaku dari nenek-nenek, namun di Papua anak kecil, remaja, pemuda, orang tua, bahkan lansia sudah terbiasa mengunyah sirih pinang. Di sana sirih pinang jika dianalogikan masuk ke dalam sepuluh kebutuhan pokok. Sirih pinang sangat sudah dilepaskan dari kehidupan mereka, sehingga jangan heran jika menemui mace dan pace sedang berkumpul sambil berkelakar dengan mop dengan bibir berwarna merah.
Ogoh-ogoh biasa kita lihat hanya di layar kaca saat hari besar agama hindu, dan di Bali tentu saja. Hampir setiap perhelatan IICF, etnis bali selalu menampilkan ogoh-ogoh untuk diarak keliling kota Salatiga. Kali ini, patung raksasa menampilkan sosok kera putih-Hanoman. Dengan pakaian ada khas bali mereka mengarak ogoh-ogoh dan ada beberapa gadis bali yang menari dengan bola mata yang khas.
Perwakilan dari Jepang (dok.pri).
Nuansa internasional kali ini diwakili oleh Jepang dengan budaya ala anak muda. Ada yang berdandan khas
harajuku atau dengan parade kostum/
cosplay ala super hero. Memang sedikit terlihat unik orang Jepang ini, dengan suhu udara 31C ada sosok gadis cantik mengenakan kimono sembari berlindung di bawah payung, demi menunjukan budayanya.
Ogoh-ogoh di depan Gereja Paulus Miki (dok.pri).
Dalam pesta hari sabtu kemarin 14 April 2018, banyak warga yang harus berhenti karena beberapa ruas di tutup. Ada yang berputar arah atau mencari jalan lain, namun banyak yang justru parkir dan menikmati festival ini. Yang manarik buat saya adalah ada sebuah angkot yang penuh sesak penumpang tetiba penumpangnya berhamburan keluar hendak melihat. Sang sopir yang tidak mau kehilangan penumpangnya dengan santai memarkirkan angkot dan ikut juga menikmatinya. Ah Salatiga... bisa saja dirimu menunggalkan kebhinekaan menjadi sebuah persatuan.
Lihat Humaniora Selengkapnya