Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Zoonosis" yang Kalem Namun Bengis

10 April 2018   13:23 Diperbarui: 10 April 2018   17:23 2762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan akan sumber penyakit keong di Lembah Napu Lore Lindu, Sulawesi tengah/schisto.sultengprov.go.id

Jumat sore ponsel saya berdering menandakan ada pesan masuk dari seorang teman yang meneliti tentang penyakit tropis. Pesan yang sangat singkat, "Mas bisa nitip sampel virus di kulkas lab". Bisa dibayangkan, ada sebongkah bom waktu yang daya ledaknya tidak terasa namun mematikan jika salah memerlakukan. Paranoid sekali saya sore itu. Kembali pesan masuk, "Tenang mas, cuma RNA-nya saja, aman kok". Kisah yang mengawali saya dengan ketakutan masyarakat saat ini dengan zoonosis.

Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit yang proses penularannya dari hewan ke manusia. Saat ini yang sedang marak adalah adanya cacing parasit Anisakis sp pada ikan kaleng. Mengapa begitu heboh? Karena keberadaan cacing tersebut sangat janggal untuk sebuah produk yang diklaim higienis dan siap makan oleh konsumen. Terlebih lagi hasil temuannya adalah cacing yang sudah mendapat stigma masyarakat sebagai hewan yang menjijikan, jorok, biang penyakit dan lain sebagainya. Pada faktanya ada mereka yang sedang terkapar karena tipes juga mengonsumsi pil cacing. DI NTB bahkan ada bau nyale yang rame-rame mencari cacing untuk diolah menjadi pepes yang lezat.

Cacing palolo yang dicari saat bau nyale di NTB/DHAVE.ID
Cacing palolo yang dicari saat bau nyale di NTB/DHAVE.ID
Kontaminasi hewan-hewan dalam produk makanan memang semestinya tidak ada dalam sebuab produk. Namun dalam beberapa analisis para ahli, memang tidak ada masalah karena produk tesebut sudah melewati proses produksi yang ketat. Bahkan ada yang mengatakan, bagaimana jika kita secara tidak sengaja mengonsumsi Anisakis sp tersebut. Ada 2 jawaban, yang pertama anda akan alergi, yang kedua Anda tidak bermasalah, "Anggap saja tambahan protein". Permasalahan selanjutnya tidak hanya di masalah kesehatan semata, tetapi masalah estetika.

Siklus hidup cacing parasit pada ikan (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/)
Siklus hidup cacing parasit pada ikan (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/)
Estetika akan berdampak pada faktor psikis seseorang yang nantinya berujung pada selera makan/appetite. Bayangkan saja, sesaat Anda sedang menikmati nasi goreng atau soto tetiba ada lalat yang ikut terolah, apa yang Anda rasakan? Sudah barang tentu komplain dan hilang nafsu makan. Begitu juga dengan adanya Anisakis sp saat ada menikmati ikan kaleng.

Berbeda dengan orang yang cuek seperti saya. Sedang menikmati lalapan petai mentah tetiba baru separo menggigit ada potongan tubuh ulat yang sebagian sudah tertelan "anggap saja tambahan gizi". Namun tidak semua orang demikian, karena semua orang memiliki sudat pandangnya masing-masing. Saat ini mengonsumsi ikan kaleng atau tidak itu sebuah pilihan. Isu dan fakta sudah berkembang di masyarakat, dan masyarakat lah yang memainkan pasar saat ini. Urusan pusing tujuh keliling sekarang di tangan produsen dan distributor.

Ancaman zoonosis
Daripada membincangkan cacing Anisakis sp, mungkin kita wajib sadar potensi-potensi zoonosi lain yang ada di sekitar kita yang jauh lebih berbahaya dampaknya. Leptospirosis, Hepatitis E, Brucellosis, Tuberculosis, Penyakit Cat-Scratches, Taeniasis/ Cysticercosis, Antraks, Rabies, Toxoplasmosis, Demam berdarah, Cikungunya, Malaria dan masih banyak lagi adalah potensi zoonosis yang harus diwaspadai.

Siklus hidup cacing hati/www.cdc.gov
Siklus hidup cacing hati/www.cdc.gov
Tidak semua zoonosis kita mengambinghitamkan binatang sebagai vektor atau pembawa penyakitnya. Diskusi saya dengan teman yang menitipkan virusnya, mengatakan jika manusia juga bisa menjadi vektor penyakit. Sederhana saja, jika seseorang di suatu tempat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit lain lalu berpergian ke keluar daerah, secara tidak langsung dia membantu menyebarkan penyakit.

Tetiba saya tercengang dan teringat saat penelitian di Lembah Napu, Taman Nasional Lore Lindu-Sulawesi Tengah. Di tempat tersebut terkenal dengan ancaman penyakit cacing Schistosoma haematobium (Schistosomiasis) yang disebarkan melalui keong. Bisa dibayangkan jika tetiba salah satu penderita keluar dari Lembah Napu dan menyebarkan panyakit itu, padaHal schistosomiasis adalah penyakit endemik. Di akhir pembicaraan, kita sebenarnya sedang dikepung oleh banyak sekali sumber penyakit, kata dia, "Waspadalah waspadalah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun