Tiga tahun bekerja di sebuah perusahaan ikan, membuat saya semakin memahami seluk beluk tantang bisnis ikan. Acapkali, ikan yang beredar di pasaran adalah ikan kelas 3, artinya sudah 2 kali disortir dan tidak bisa disortir lagi. Ikan kelas 1 dan 2 akan diekspor, sisanya dijual sendiri. Lebih ironis lagi, yang dikonsumsi kadang kala adalah ikan dari material yang kurang layak, tetapi kelihaian sang juru masak mampu mengalahkan ikan kualitas nomer satu, kepala manyung contohnya.
Filet ikan hanya akan mengambil bagian daging yakni otot sisi kanan dan kiri. Kepala, tulung pungging, rusuk, sirip, dan ekor adalah limbah. Perusahaan ikan akan langsung membuang limbah tersebut untuk dijadikan pakan dengan cara dijemur dan digiling menjadi tepung. Namun, ada juga yang menampung dan dijuak kembali dengan harga yang sangat murah dan dijadikkan bahan masakan. Lihat saja, ikan-ikan yang hanya menyisakan kepala, tulang, dan sirip saja,meskipun ada sisa-sisa daging yang bisa dinikmati. Hal senana tidak berbeda dengan limbah kepala manyung yang menjadi menu andalan di Pantai Utara jawa.
Ikan manyung adalah ikan dari kerabat ikan berkumis layaknya lele atau patin. Kumis sebagai penciri utama bukanlah aksesoris, tetapi sebagai indera peraba karena ikan ini hidup didasar dan perairan yang keruh. Ikan manyung dengan genus bernamaArius thalassius adalah ordo dari Siluriformes dengan 31 genus. Ikan dari keluarga besar ini tidak memiliki sisik, bagian kepala lebih besar, dengan pencirikhas adanya barbel untuk istilah iktiologinya atau lebih mudahnya kumis.
Seperti halnya ikan patin atau lele, ikan ini banyak menghasilkan daging. Dagingnya yang berotot banyak diolah menjadi ikan asin dengan sebutan jambal roti. Penyebutan jambal roti, karena tekstur daging ikan manyun berwarna kecokelatan dan saat kering akan merekah mirip roti. Nelayan biasanya akan membuang kepala manyung begitu saja usai memfilet bagian daging ikan manyung, dan menjadi limbahlah ikan tersebut.
Saat ini, kepala manyung banyak diburu karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kepala manyung menjadi bahan dasar makanan tradisional, sebut saja mangut. Mangut adalah ikan yang diproses dengan pengasapan, lalu diolah dengan bumbu santan. Mangut kepala ikan manyun adalah makanan khas kabupaten Pati, tepatnya di kecamatan Juwana yang terletak di Pantai Utara Jawa. Nikmatnya mangut kelapa manyung lantas merajalela di sepanjang pantura.
Entah bermula dari mana gombyang ini berasal. Konon gombyang ini diperkenalkan oleh nelayan-nelayan dari Pekalongan yang mampir di muara sungai-sungai di Indramayu dan mengenalkan masakan berbahan kepala ikan manyung. Berbeda kisah dengan di daerah Jepara yang terkenal dengan pindang Serani, yang juga memakai kepala manyung.
Dahulu kepala manyung tidak memiliki nilai ekonomis, karena hanya diambil dagingnya semata. SEcara morfologi, kepala manyung memiliki struktur otot rahanga atas dan bawah yang besar dan disitulah letak daging. Otot leher yang mengikat dengan tengkorak juga banyak, karena morofologi kepala yang besar sehingga porsi ototnya juga banyak. Berkat olah kuliner, khusunya di Pantura, baik dalam bentuk opor, mangut, pindang srani dan lain sebagainya telah mengangkat limbah kepala Arius thalassius alias manyung lebih mahal dari dagingnya, bagaimana dengan ikan yang lain..?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H