Meskipun namanya tidak semoncer cendana (Santalum album) atau gaharu (Aquilaria malaccensis), namun tumbuhan ini menjadi salah satu primadona karena kekuatannya. Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) tumbuhan ini sudah masuk dalam daftar merah dengan status rentan (vulnerable). Inilah tumbuhan eksotis hutan borneo yang bernama ulin (Eusideroxylon zwageri).
Ulin sebenarnya tidak hanya tumbuh di Pulua Borneo, namun juga terdistribusi di Sumatera bagian selatan dan timur, Bangka, Belitung, Kalimantan dan kepulauan Sulu dan Palawan (Filipina). Pulau-pulau tersebut pernah menjadi satu daratan yang dikenal dengan paparan sunda. Daratan ini berakhir saat masa akhir zaman es, sekitar 18.000 - 20.000 tahun lalu. Kalimantan kini seolah menjadi tuan rumah bagi kayu ulin, kerena di daerah lain sudah habis di tebang.
Beberapa daerah mengenal kayu ulin dengan berbagai sebutan nama. Di Kalimantan, ulin disebut dengan nama belian, belian timun, betian, talion bening, geriting tebelian, telianoii, teluyan, ulin bening, ulion. Orang Sumatra menyebutnya dengan onglen. Di Malaysia (Sabah, Serawak) menyebutnya dengan tabulian dan im muk (orang Kanton yang tinggal di Sabah). Di Filipina dikenal dengan tambulin, sakian, dan warga yang tinggal di Pulau Sulu menyebutnya dengan biliran. Orang Inggris menyebut dengan kayu besi atau billian, sedangkan orang Perancis menyebutnya dengan bilian atau bois de fer.
Kelangkaan kayu ulin tidak semata-mata permintaan pasar yang besar, tetapi semakin sulitnya mencari di alam. Ulin yang kini berstatus tumbuhan rentan menjadi salah satu yang dilindungi. Penebangan liar dan penjarahan besar-besaran lah yang membuat kayu ini semakin sulit di temui di alam. Ulin dapat di jumpai di Wisata Alam Sangkima yang terletak di Taman Nasional Kutai. Di tempat ini bisa dijumpai satu pohon ulin raksasa dengan diameter 2,47 m yang berusia ratusan tahun. Permasalahan berikutnya adalah sulitnya mengembang biakan ulin secara generatif ataupun vegetatif.
Ulin dalah salah satu tumbuhan dari famili Lauraceae yang susah dalam regenerasinya. Secara alamiah ulin dapat berkembang biak dengan biji. Kendala yang muncul adalah perkecambahan biji ulin yang memakan waktu yang sangat lama yakni 6 - 12 bulan. Ukuran biji sangat besar dengan kulit yang sangat keras. Kerasnya kulit biji inilah yang membuat perkecambahan sangat lama. Secara alami dibutuhkan tempat yang benar-benar lembab dan basah agar bisa melunkan kulit biji supaya berkecambah.
Secara ekologis, ulin dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian 100 - 500 m dpl. Â Ulin umumnya tumbuh baik pada pada tanah berpasir, tanah liat-liat atau lempung berpasir, namun juga ada yang tumbuh di batuan kapur. Kalimantan dengan kondisi geografis dataran rendah, iklim tropis, berhutan primer dan skunder dan tanah liat, berpasir, dan beberapa berkapur sangat cocok untuk habitat ulin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H