Sepertinya mustahil menghalangi kekuatan pancaran gelombang radio, terlebih pemancarnya ada di ruang angkasa. Dengan diluncurkannya Satelit Telkom 3S yang membawa 42 transponder sukses diluncurkan sesuai jadwal dari Guiana Space Center di Kourou pada 14 Februari 2017 tepat pukul 18.39 waktu setempat.
Diharapkan satelit senilai Rp 1,8 triliun bertujuan agar setiap jengkal wilayah Nusantara bisa mendapatkan layanan telekomunikasi dan informasi. Tidak ada alasan lagi tidak ada informasi yang sampai di penjuru ibu pertiwi, karena sebuah pemancar raksasa sudah mengangkasa.
Beberapa kali saya masuk di beberapa daerah terpencil atau terisolir, hampir semua mengeluhkan tidak adanya akses komunikasi dan informasi, selain transportasi, kesehatan dan lain sebagainya. Sungguh sangat miris, sebab sudah 7 dasa warsa merdeka, ada sebagaian daerah yang belum terjamah telekomunikasi dan informasi, padahal tidak ada halangan yang berarti jika benar-benar diwujudkan. Akhrinya Satelit Telkom 3S menjadi pengecawantahan dari keterbatasan tersebut, sekarang tinggal hendak dikemanakan pemancar yang sudah mengorbit di angkasa Nusantara.
Menghadirkan masa depan bangsa lewat interaksi digital, sebenarnya bukan barang yang susah. Mempelajari gawai yang canggih bisa dengan cepat dikuasai, bahkan buat mereka yang buta huruf dan belum melek teknologi sekalipun. Dahulu hambatannya adalah tidak ada akses sambungan telekomunikasi. Saya teringat saat masuk di pelosok Kalimantan Tengah tepatnya di daerah yang dijadikan lahan perkebunan sawit.Â
Rerata pegawai atau buruh kebun sawit memiliki ponsel pintar/smartphone. Ponsel yang mereka miliki mirip dengan yang dijual di kota-kota besar, tetapi berbeda penggunaannya. Mereka mamakai ponsel hanya untuk dijadikan pemutar musik, video, permainan dan berfoto-foto saja karena tidak ada sinyal. Untuk mendapat sinya mereka harus menuju ke kecamatan, hanya untuk telepon atau mengirim pesan singkat saja. Tidak sedikit mereka yang buta huruf, tetapi mereka sudah hafal bagaiaman memutar musik, memainkan game dan membuka menu kamera.
Tak berselang lama, saya terkejut dengan orang-orang yang saya kenal di Kalimantan dulu. Dulu komunikasi kita hanya dengan pesan singkat hanya untuk saling memberi kabar dan menjaga hubungan silaturahmi saja. Akhirnya saya terbelalak, sebab kini mereka sudah bermain jejaring sosial seperti FB, BBM, WA dan lain sebagainya. Saya pun tak luput mendapat undangan pertemanan dari mereka. Sinyal di daeraha mereka sudah tersedia, bahkan ramai-ramai mengupgrade ponselnya menjadi 3G bahkan sudah mendahului dengan 4G. Sesekali saya ingin melihat aktivitas sosial media mereka, ternyata sudah ada yang bermain jual beli, membuat group forum jual beli, bahkan ada yang sudah berjualan lewat Instagram. Interaksi digital diantara mereka langsung terbangun begitu ada aksesnya, dan bukan sesuatu yang sulit buat mereka.
Permasalah tentang susahnya akses telekomunikasi dan informasi tidak hanya di sana, hampir dibeberapa titik penjuru tanah air juga mengalaminya. Daerah tersebut sepertinya nyaris tidak ada gelombang yang lewat atau nyasar, jangankan sinyal telepon, radio FM pun tiada. Hanya sinyal GPS dari setelit yang bisa saya tangkap lewat gawai untuk menuntun perjalanan saya.Â
Sarana telokomunikasi menjadi media yang efektif untuk mengegerakan nadi-nadi perekonimian, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya. Nusantara ini terlalu luas dan telekomunikasi menjadi kuncinya. Telekomunikasi digital yang sudah berkembang saat ini semakin memberikan harapan yang realitis tak sebatas suara dan sandi  kata, tetapi bisa dalam wujud audio visual bahkan seoalah-olah menghadirkannya.
Gawai yang cangggih kini tak sebatas hanya untuk mendengarkan MP3 atau berswafoto saja, tetapi bisa menjadi sarana berbisnis, berkomunikasi, bahkan mencari ilmu yang didukung adanya ketersediaan sarana telekomunikasi dan informasi. Saatnya bangsa ini bangkit, sebab angkasa Nusantara telah mempersatukan kita untuk masa depan bangsa Indonesia.