Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Selais, Ikan Endemik yang Tersaji di Meja Makan

8 Februari 2017   15:27 Diperbarui: 8 Februari 2017   19:20 2392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikan selais yang sudah diasap (Dokumentasi Pribadi)

Apa yang tebesit jika suatu saat memakan steak daging badak atau gajah, atau menikmati cendrawasih goreng? Sebuah jawaban sederhana, pasti kalau ketahuan bakal masuk bui atau didenda oleh negara. Gajah, badak, dan cendrawasih adalah hewan-hewan endemik yang dilindungi undang-undang. Jangankan memakan dagingnya, memelihara atau menangkapnya saja tidak boleh. Mungkin di Riau, Sumatera Utara, kita bisa mengonsumsi daging hewan endemik tanpa takut dipenjara, yakni Kryptopterus lais.

Sesaat saya mencoba mempelajari ikthiologi atau ilmu yang khusus mempelajari ikan dan segala aspek kehidupan ikan yang meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dll). kryptopterus lais atau ikan selain adalah ikan endemik air tawar yang banyak terdapat di Sungai Kampar,  Kuantan, Rokan, Inderagiri, dan Segati. Mengapa ikan selais dikatakan endemik? Karena di daerah lain tidak ditemukan. Uniknya, ikan ini hingga dijadikan ikon Provinsi Sumatera Utara, Riau.

Ikan selais (http://www.gosumatra.com/)
Ikan selais (http://www.gosumatra.com/)
Ikan selais adalah ikan dari genus Kryptopterus dengan 18 spesies yang sudah berhasil diidentifikasi. Penamaan genus ikan ini sangat unik karena berasal dari bahasa Yunani, yaitu Kryptos yang artinya 'tersembunyi' dan Pteron yang artinya 'sayap'. Ada penyebutan lain untuk ikan ini, yakni ikan lele kaca dari Asia. Ikan selais dimasukkan dalam grup gnathostomata (memiliki rahang), bentuk kepala tumpul, posisi mata di kanan-kiri kepala, posisi mulut terminal, memiliki sungut 2 pasang, tidak mempunyai sisik, memiliki sirip perut yang menyatu dengan sirip anus mulai dari perut sampai pangkal ekor, dan ikan ini tidak memiliki sirip punggung serta bentuk ekor berlekuk kembar.

Masyarakat Sumatera Utara memanfaatkan ikan selais ini menjadi makanan yang istimewa. Ikan selais saat ini menjadi kuliner khas Riau dan mungkin hanya ada di sana. Pengolahan ikan selais sangat sederhana, yakni cukup dijemur dan diasap. Proses penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air dan pengasapan untuk memberikan citarasa yang khas sekaligus sebagai pengawetan secara alami.

Berbicara nilai ekonomi, ikan selais ternyata memiliki harga yang sangat tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar jenis lainnya. Untuk ikan selais segar, harga per kilogramnya mencapai Rp 60.000,00. Ikan yang sudah mengalami pengasapan bisa mencapai harga Rp 170.000,00. Berbicara ukuran, ikan selais relatif berukuran kecil. Per ekor ikan selais bobotnya hanya 300 - 400 gram, dan jika sudah diasap akan susut menjadi sekitar 100 gram saja.

Sungai-sungai yang ada di Provinsi Sumatera Utara menjadi habitat ikan selain, foto udara di atas Riau (Dokumentasi Pribadi)
Sungai-sungai yang ada di Provinsi Sumatera Utara menjadi habitat ikan selain, foto udara di atas Riau (Dokumentasi Pribadi)
Suatu waktu saya berkunjung di Riau dan diajak makan malam di sebuah rumah makan. Hidangan utamanya adalah ikan selais yang konon menjadi andalan rumah makan ini. Benar saja, malam itu mendapat suguhan ikan selais goreng, ada yang dipepes, ada yang dibumbu santan, dan yang pasti saya lupa namanya, tetapi masih ingat rasanya. Akhir dari kunjungan di Riau adalah buah tangan ikan selain yang diasap. Saya mengira ikan itu siap makan, maka saya hidangkan di meja makan bersamaan dengan teman-teman sekerja. Komentar mereka, "Alot, baunya enak, tapi kok agar hambar ya..?" Sesaat saya bertanya kepada teman saya yang mengajak ke Riau, "Mas, itu harus dimasak dulu, jangan dimakan mentah." Dalam benak saya, "Terlanjur habis." Ingin menikmati daging hewan endemik, datanglah ke Riau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun