Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Brubug, Menikmati Cahaya Surga Dari Dasar Goa

6 Januari 2016   09:55 Diperbarui: 6 Januari 2016   09:55 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Cahaya surga hasil pendaran cahaya matahari dengan uap air, keindahan ini dapat disaksikan di dasar goa goa brubug (dok.pri)."][/caption]

Tetiba hawa dingin menyeruak dari dasar goa diiringi dengan suara gemuruh air. "mas tarik mas tarik, aku tak mampu naik..!" teriak Dian teman saya yang menjadi orang terakhir saat hendak naik dari dasar goa Jomblang. Waktu sudah mendekati pukul 18.00 dan dasar goa sudah gelap gulita, Dian masih bergelantungan 40 meter. Teringat akan sebuah cerita jika tempat ini konon dijadikan tempat penjagalan para korban G30S dan petrus. Yang terjadi selanjutnya adalah, bukannya kapok tetapi 3 kali lagi masuk untuk menjelajahi perut bumi dari pintu Jomblang.

Mentari baru saja bangkit dari ufuk timur seiring dengan burung perkutut milik pak Brewok yang manggung bersahut-sahutan. Untuk masuk ke goa Jomblang, biasanya para penelusur goa akan bermalam sekaligus meminta ijin pada pak Dukuh yang biasa dipanggil pak Brewok, padahal tidak ada cambangnya sama sekali. Semalaman kami menginap dirumahnya yang berbentuk limas dan kami tidur hanya beralaskan tikar, itupun ada yang mendengkur karena begitu nikmatnya.

[caption caption="Berfoto bersamsa dengan pak kepala dukuh yang dipanggil pak Brewok (no.4 dari kiri) (dok.pri)."]

[/caption]

Dari rumah pak Dukuh untuk menuju mulut goa Jomblang sekitar 2km dengan melewati perkebunan penduduk. Tidak banyak mereka yang mengunjungi goa jomblang, karena merupakan tempat minat khusus. Khusus mereka yang penasaran akan dasar jomblang, dan mereka yang mengkhususkan diri mati-matian berlatih tali temali dan panjat tebing serta melawan fobia ketinggian.

Tali carmmantle sebanyak 3 gulung masing-masing panjangnya 50 meter sudah saya persiapkan dimulut goa. Beberapa teman lain sibuk merangkai cincin kain meraka dalam seat harnes-nya masing-masing. Kali ini saya akan membawa teman-teman yang nyaris sama sekali belum pernah turun goa, tetapi saya sudah memastikan mereka bisa sebab malam sebelumnya sudah kursus singkat. Saya tidak menyangsikan kemampuan mereka di alam bebas sebagai seorang pelancong yang menjelajah nusantara. Tetapi untuk urusan keselamatan, kali ini saya tidak mau ambil kompromi dan spekulasi.

Saya dan Dian yang sudah terbiasa merayap ditebing memasang beberapa pengaman. Kali ini kami menjadi orang yang benar-benar tidak percaya dan minim akan keyakinan. Beberapa tempat kami pasang pengaman ganda, padahal satu saja sudah cukup. Pengaman terpasang sempurna walau kadang masih 2-3 kali memeriksa kembali apa sudah terpasang dengan baik dan benar. Perlahan saya tuntun satu persatu teman untuk turun tebing setinggi 40m yang dikenanal dengan jalur VIP.

[caption caption="Operator jelajah goa sedang menurunkan kliennya yang hendak menelusuri goa Jomblang (dok.pri)."]

[/caption]

Wajah-wajah keraguan dan kengerian mereka kadang terlihat dari tangan yang mencengkeram peralatan dengan erat dan pergerakan yang kaku. Ketegangan saat tubuh sebentar lagi bergelayutan bebas di atas tebing terlihat dengan mengucurnya keringan dan suara yang kadang terbata-bata. Namun, ketegangan itu berangsur menjadi keceriaan saat kaki perlahan-lahan mulai menyentuh dasar goa.

"braaaakkk...." tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari atas tebing. Saya hanya diam terpaku, sedangkan 2 teman saya masih tanda tanya, benda apa yang jatuh. Sebuah kamera seharga 10 juta meluncur bebas dari tas tebing. Lensa lepas dari body, bateray sudah tercerai dari tempatnya, memory sudah menonjol keluar, kaca pecah berserakan. Batu cadas yang keras baru saja diadu dengan kamera. Sebuah kecerobohan saat hendak mengirimkan kamera menuju dasar goa, karena lepas dari resleting penutupnya. Kami hanya bisa bersyukur "untung.. untung.. untung... " sebab didalam tas masih ada beberapa kamera.

[caption caption="Hutan di dasar goa Jomblang yang nampak menghijau sepanjang musim (dok.pri)."]

[/caption]

Kami berenam sudah di dasar goa perlahan mulau masuk dalam lorong goa untuk melihat cahaya surga, begitu katanya. Mungkin bagi mereka yang baru pertama masuk akan begitu terkagum, tetapi biasa bagi mereka yang sudah biasa masuk keluar. Jalan setapak yang sudah ditata dengan beton dan ada tali pandu menuntun menuju perut bumi untuk menuju mulut goa brubung yang setinggi 90-110 meter. Dari kejauhan terdengar suara aliran air yang deras, sebab di dasar goa ada sungai bawah tanahnya. Cahaya yang semula remang kini berubah gelap gulita lalu perlahan remahan-remahan cahaya dari brubug.

Sebuah stalagmit besar seperti punden berundah terlihat dari lorong yang gelap gulita. Gundukan batu gamping yang terbuat dari endapan tetesan air ini begitu cantik saat terpapar sinar matahari yang diselimuti uap air. Sangat indah dan elak, mengapa disebut cahaya surga. Inilah yang dicari oleh mereka saat memasuki goa Jomblang.

[caption caption="Jalan setapak menuju goa Brubug (dok.pri)"]

[/caption]

Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan penjat tebing dan caving, tidak perlu kawatir. Di dekat goa jomblang ada sebuah resort yang bisa membawa anda untuk melihat cahaya surga tersebut tanpa harus keluar banyak tenaga dan keringat, cukup siapkan nyali menghadapi ketinggian dan kegelapan, serta uang.

Acapkali miris melihat para penggiat alam bebas yang mengindahkan keselamatan demi memuaskan rasa penasaran dan eksistensi. Cap pemberani, nekat acapkali menjadi pembenaran akan arti sebuah keselamatan. Bahkan mereka yang benar-benar sudah menyiapkan perlengkapan dan kemampuan dengan matang, bisa saja celaka terlebih yang hanya modal nekat dan berani.

[caption caption="Mahakarya alam yang berusia ratusan bahkan ribuan tahun (dok.pri)."]

[/caption]

Aktivitas masuk dalam goa memiliki potensi bahaya yang berkali-kali lipat. Bahaya tidak hanya bagi para penelusurnya saja tetapi bagi goanya sendiri. Bisa dibayangkan berapa lama alam ini bisa membuat lorong-lorong bawah tanah yang indah dengan ornamen stalagtit dan stalagmitnya, yang pasti ratusan bahkan ribuan tahun. Dengan tindakan ceroboh bisa saja menghancurkan mahakarya alam yang berusia ribuan tahun. Berpikirlah ulang jika hendak menelusur goa, sudah kah diperlengkapi dengan pengaman diri dan pengetahuan, jika belum lebih baik urungkan niat untuk keselamatan.

 

Video Lengkap Bisa Disaksikan di SINI.... https://www.youtube.com/watch?v=GWBvFZRbL14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun