Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandungan, Harumnya Kisah Sekar Sebelum Fajar

13 Juli 2015   08:18 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:18 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam berlalu dan sesaat akan berganti dengan fajar. Lantunan madah terdengar dari surau-surau kecil yang ujung kubahnya masih berselimut halimun tipis. Bersama itu jalanan aspal yang masih sunyi perlahan menggeliat menampakan diri garis markanya seiring datangnya kembara yang menggendong kembang beraneka rupa. Nadi kehidupan di lereng timur Gunung Ungaran pun berdetak seiring dengan bermekarnya sang surya dan sekar.

Bandungan sebuah kecamatan di Kabupaten Semarang menjadi salah satu pusat penghasil bunga yang menyuplai bunga untuk Jateng dan DIY. Pasar kembang yang terletak di pelataran kantor kecamatan menjadi salah satu ikon yang terkenal selain dengan pamandangan alam dan hiburan malamnya. Subuh yang dingin tak bisa menghentikan langkah kaki ini untuk bertemu dan bertegur sapa dengan bunga-bunga bandungan. Lampu jalanan yang remang mengnatarkan jejak-jejak kecil ini menuju randevous kembang dari berbagai penjuru bandungan.

"amarantus.. amarantus.." soerang ibu-ibu menawarkan bunga berumbai-rumbai kuning dan merah. Sesaat mendengar kata amarantus, saya teringat dengan keluarga besar bayam dengan banyak spesies yang familiar. Awalnya bayam adalah tanaman yang digunakan sebagai tanaman hias, namun lambat laut berubah statusnya menjadi sayuran. Tanaman C4 ini memiliki warna-warni daun yang unik. Amarantus bicolor atau yang biasa disebut dengan bayam merah memiliki morfologo merah pekat, sedangkan A. tricolor memiliki warna yang jauh lebih beragam. Terhenya saya melihat kini bayam tak lagi sekedar sayuran anti anemia, tetapi menjadi tanaman hias. Bunga bayam mendapat tempat istimewa, dibanding daunnya yang menjadi kegemaran Popeye.

Beraneka ragam keluarga compositae dibungkus koran setelah beberapa batang diikat menjadi satu paket. Bunga aster, krisan aneka warna dan bentuk mahkota simetri radial ditumpuk menjadi komposisi yang menarik, tetapi saya yakin saat nanti sang florist akan menjadikan jauh lebih indah. Sedap malam tak mau kalah, walau warnanya hanya tak semenarik dengan aster, tetapi aromanya musuk dan menyebaran wewangian yang khas. Sungguh kolaborasi antara warna, keindahan, dan wewangin saat terjebak di tengah-tengah pasar Bandungan.

Menjelang prepegan atau beberapa hari menjelang lebaran, permintaan bunga hias dan tabur semakin meningkat. Sebuah bisnis yang mampu meraup untung hampir 200% pada saat-saat tertentu, idul fitri salah satunya. Satu tenggok bunga mawar yang bobotnya tak lebih dari 1Kg sudah dihargai 100 ribu rupiah, namun mendekati lebaran akan naik lagi, padahal hari-hari biasa hanya 30-50 ribu saja. Bisnis bunga yang begitu menjajikan tetapi penuh dengan perjudian dan keberuntungan. Bunga segar hanya mampu bertahan 2-3 hari, selebihnya akan menjadi sampah yang tak berguna.

Bandungan dengan ketinggain di atas 900m dpl menjadi habitat yang bagus untuk budidaya bunga. Suatu hari dalam perjalanan dari Malang menuju Salatiga, travel yang saya tumpangi semerbak harum. Ternyata di bagian belakang kendaraan telah bertumpuk-tumpuk bunga hias dari Malang untuk dikirim menuju pasar Bandungan. Semalam itu pula selama perjalanan enam jam kepala saya pusing mambuk kepayang karena tidak tahan dengan keharuman kembang.

Fajar pun datang yang diiringi semakin banyaknya pedagang kembang. Setelah sebelumnya didominasi oleh mereka yang dari luar kota untuk kulakan, tetapi kini para pemain eceran yang akan mengambil peran. Pasar semakin penuh sesak dan aroma wawangian bercampur aduk, dan yang pasti kepala ini mulai pening tersugesti wawangian. Bersandar di gerbang kecamatan mencoba melihat dinamika para pebisnis bunga yang beradu tawar untuk mendapatkan selih harga yang menguntungkan.

Cahaya temaram fajar pun datang. Pedagang semakin riuh, tetapi suasana kembang mulai layu karena berganti sayuran. Aroma wewangian sekar mulai memudar. Warna-warni flora semakin sirna. Kini suasana sudah sepi dan saatnya kaki melangkah pergi. Bunga memang unik, walau hanya sebatas simbol keindahan, ritual dan penghormatan memilik perjalanan yang panjang dibalik singkatnya akan nilai manfaat. Yang pasti wewangian dan warna-warni kembang esok menjelang fajar akan kembali datang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun